Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan, saat mendengarkan penjelasan mengenai pesawat N219 dari Elfien Goentoro, Direktur Utama PTDI
majalahsora.com, Kota Bandung – Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan, Selasa (16/1/2018) malam, mengunjungi PTDI, untuk melihat langsung purnarupa/prototipe, pesawat N219 (Nurtanio-219) buatan anak negeri.
Kunjungan Menteri Perhubungan RI tersebut disambut oleh Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro beserta jajaran Direksi dan Manajemen PTDI di Hanggar N219 PTDI, Jalan Pajajaran No. 154, Kota Bandung.
Menteri Perhubungan meninjau pesawat N219 Nurtanio yang sampai saat ini sudah melakukan 13 (tiga belas) kali uji terbang dengan total waktu 16 (enam belas) jam. “Kami akan terus menyelesaikan Flight Test ini hingga akhir tahun 2018 agar mencapai 350 jam terbang. Tapi tidak hanya dengan satu product development, karena di akhir bulan Februari, akan ada satu product development lagi untuk mendampingi, supaya memenuhi menjadi 350 jam terbang,” kata Direktur Utama PTDI, Elfien Goentoro.
Pada kesempatan yang sama, Budi menuturkan bahwa Kementerian Perhubungan terus mendampingi PTDI untuk mempersiapkan purnarupa N219 secara cermat dan hati-hati. Untuk menghasilkan pesawat yang handal, ekonomis dan memiliki daya jual yang baik sesuai dengan kebutuhan pasar.
“Saya senang, bangga, dan terkejut melihat pesawat N219 yang merupakan produk anak bangsa. Dan sudah mendapatkan respon secara internasional dalam segi pemasaran, seperti dari Meksiko,” kata Budi, di depan awak media.
Menurut Budi pesawat N219 sangat cocok untuk penebangan perintis di Indonesia khususnya Papua. “Di Papua itu masyarakatnya sangat membutuhkan alat transportasi udara karena keadaan geografisnya yang berbukit-bukit dan terbatasnya fasilitas jalan darat. Jadi hampir setiap kabupaten/kota di sana membutuhkan pesawat udara,” tutur Menteri Perhubungan.
“Di samping itu, di Papua banyak landasan pacu pesawat yang panjangnya hanya 600 m, udaranya terbatas, cuacanya labil. Kalau melihat pendanaan Pemdanya bisa menggunakan APBD (besarnya lebih Rp 1 triliun) , dan membeli minimal dua pesawat. Karena harga N219 paling murah di kelasnya, hanya Rp 81 miliar,” sambung Budi.
Apabila nantinya beroperasi di Papua, dirinya akan memfasilitasinya, dengan meminta konsorsium perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan yang beroperasi di Papua menjadi operatornya.
“Nantinya bisa kita titipkan ke maskapai di sana, seperti Susi Air, Trigana Air. Tapi kita pantau secara ketat, tidak semua orang bisa jadi operator, agar terjamin keamanannya” imbuhn Budi.
Sertifikasi N219 Untuk Diproduksi Secara Masal
PTDI bersama Kementerian Perhubungan berupaya untuk mempercepat proses sertifikasi dengan cara purwarupa pesawat pertama dan kedua N219 Nurtanio akan menjalani serangkaian tes yang berbeda.
“Untuk mengejar target jam terbang, kami menggunakan dua pesawat yang kemudian bisa mempercepat proses sertifikasi, yang dimana kedua pesawat ini memiliki misinya masing-masing”, kata Chief Engineering N219 Nurtanio, Palmana Banandhi.
Purwarupa pesawat pertama N219 Nurtanio akan menjalani serangkaian pengujian yakni menyelesaikan pengujian performance dan structure test, sedangkan purwarupa pesawat kedua N219 Nurtanio akan digunakan untuk pengujian system test, seperti avionic system, electrical system dan flight control.
“Dari 100% subject flight test, itu kita bagi menjadi dua, 50:50. Sehingga nanti kegiatan-kegiatan flight test bisa dioptimalkan, tidak hanya di satu pesawat, dan ini memungkinkan untuk bisa dicapai dalam tahun ini”, jelas Palmana Banandhi.
Purwarupa pesawat kedua N219 Nurtanio, saat ini sudah masuk ke tahap basic system instalation, sehingga di bulan Februari, purwarupa pesawat kedua N219 Nurtanio akan siap diuji terbang. PTDI juga akan menyiapkan 2 (dua) purwarupa lainnya untuk dilakukan fatigue test yang membutuhkan 3000 cycle fatigue test untuk mendapatkan Type Certificate di akhir tahun 2018.
“Prototype Design (PD) ketiga dan keempat digunakan untuk melakukan uji struktur. PD 3 dan 4 ini tidak akan digunakan terbang, namun akan dimasukkan ke dalam laboratorium untuk menguji kekuatan struktur dan menguji kelelahan. Laboratoriumnya ada di PTDI di gedung MMC”, imbuh Palmana Banandhi.
Setelah mendapatkan Type Certificate, dimulailah tahapan serial production untuk mendapatkan Production Certificate, sehingga pada tahun 2019 nanti, pesawat pertama N219 sudah siap dan laik untuk memasuki pasar. Ada beberapa calon Launch Customers di awal Juli tahun 2019, salah satunya adalah PT Pelita Air Service.
Pesawat N219 nantinya akan diproduksi secara bertahap. Pada awalnya akan diproduksi 6 unit, kemudian dengan menjalankan sistem automasi pada proses manufacturing, secara bertahap kemampuan delivery akan terus meningkat sampai mencapai 50 unit per tahun.
Pesawat N219 Nurtanio merupakan pesawat hasil rancang bangun engineer muda Indonesia yang secara khusus dijadikan sebagai wahana bagi para engineer tersebut untuk membangun kompetensi dalam menguasai teknologi rancang bangun dan produksi pesawat terbang. Dalam pengembangan pesawat N219 Nurtanio ini tidak ada keterlibatan dari tenaga asing.
Pada dasarnya pesawat N219 Nurtanio dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara nasional di wilayah perintis yang dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, seperti angkutan penumpang, angkutan barang, maupun ambulan udara. Selain itu, mengingat banyaknya wilayah perairan di Indonesia, kami juga berencana untuk memodifikasi pesawat N219 Nurtanio menjadi pesawat amfibi sehingga dapat mendarat di perairan.
Dengan adanya kunjungan kerja dari Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Budi Karya Sumadi, PTDI berharap agar pemerintah melalui kementerian perhubungan dapat mendukung penuh proses sertifikasi N219 Nurtanio, baik dari sisi sumber daya manusia ataupun dari anggaran sertifikasinya. [SR]***