Perkembangan peradaban umat manusia antara lain disebabkan dan didorong oleh timbulnya berbagai jenis revolusi, apakah itu revolusi fisik, revolusi pemikiran atau revolusi industri yang kemudian berkembang menjadi revolusi teknologi. Kalau secara ringkas kita memperhatikan sejarah umat manusia sepanjang yang sudah berhasil dicatat atau diketahui, kita akan melihat perubahan yang mengejutkan. Awalnya perkembangan peradaban manusia, kalau bisa dikatakan demikian, berjalan sangat lambat. Bisa dikatakan tidak ada perubahan total. Ibaratnya, kalaupun ada perubahan sebatas langkah demi langkah.
Kita mengenal misalnya awal mula bercocok tanam dari peradaban yang berkembang di Sumeria, sebuah komunitas yang kalau dipetakan sekarang lokasinya kira-kira di wilayah Irak sekarang. Ini agak unik sebenarnya. Jejak perkembangan umat manusia, menurut taksiran banyak ahli, berawal di Afrika. Dari benua itulah manusia tersebar ke berbagai arah dengan berbagai sebab pula. Mengapa pertanian justru berkembang di Sumeria?
Peradaban di Afrika, jika kita boleh mengatakannya demikian, berkembang di Mesir. Peradaban Mesir Kuno sampai sekarang menjadi bahan studi karena masih cukup banyak misteri di dalamnya. Antara lain mengenai mumy serta piramid yang unik itu.
Perkembangan pertanian memang lambat. Yang jauh lebih cepat perkembangannya adalah revolusi pemikiran serta revolusi industri. Ke arah perkembangannya kemudian revolusi industri yang kemudian melahirkan revolusi teknologi berkembang sangat cepat. Kita sedang merasakannya sekarang. Bagaimana peran manusia hampir tersisihkan, karena sebagian pekerjaan manusia sudah diambilalih oleh mesin. Perkembangan artificial intelligent (AI) misalnya telah menimbulkan kecemasan, jangan-jangan ke depan justru peran mesin yang lebih dominan.
Kalau kita membaca ulang perjalanan sejarah bangsa kita sendiri, sempat populer apa yang berkaitan dengan revolusi fisik. Secara ringkas dapat kita katakan, yang menjadi penopang utama tegaknya kedaulatan bangsa kita adalah revolusi fisik. Jika kita bicara revolusi fisik, tentu tidak akan lepas dari pergolakan sosial yang keras dan menimbulkan banyak korban. Maka, di samping peringatan proklamasi kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus, kita juga mengenal Hari Pahlawan tiap 10 Nopember. Yang satu ini merupakan peringatan terjadinya perang melawan tentara Sekutu, termasuk pasukan Inggris, di Surabaya. Salah satu nama yang menonjol dalam peristiwa tersebut adalah Bung Tomo. Sementara untuk mempertahankan dan menunjukkan kedaulatan negara, nama Sudirman sangat menonjol. Bapak TNI ini memang layak untuk dikenang terus.
Tapi apakah nama-nama tersebut hanya cukup jika dikenang sewaktu-waktu saja?
Ini menjadi satu persoalan penting, berkaitan dengan pemahaman yang terus bersambung. Sebagaimana yang sempat dinukil di bagian awal tulisan ini, yang akan menjadi persoalan krusial ke depan adalah perkembangan revolusi teknologi. Bisa dikatakan, arahnya hampir tidak bisa diramalkan. Revolusi teknologi telah membuat tatanan peradaban umat manusia diacak-acak.
Kita tentu masih ingat bagaimana efek pandemi Covid-19 terhadap kebiasaan, bahkan tata nilai, manusia sebelumnya. Salat berjamaah yang mestinya rapat, harus renggang. Bersalaman tidak boleh berjabatan, melainkan harus saling menyentuhkan tangan yang dikepalkan. Itu baru contoh kecil. Jika kita rajin menyaksikan siaran televisi mungkin kita akan sempat menyaksikan wajah penyiar yang cantik tapi geraknya agak kaku. Itulah salah satu produk AI. Dan, mesti diingat, itu baru tahap permulaan.
Akan seperti apa peradaban manusia ke depan?
Perkembangan teknologi yang sangat cepat, di mana kita sama sekali belum mampu membaca ke mana arahnya, mesti mendapat perhatian yang sangat serius, antara lain berhubungan dengan masalah pendidikan. Sebab, kalau kita cermati, berbagai peradaban yang terus berkembang tersebut titik pangkalnya hanya satu, yakni otak manusia.
Tentu ada pendorongnya, apakah itu kesulitan atau kebutuhan. Yang paling tidak bisa ditebak adalah perkembangan otak manusia itu sendiri. Misalnya revolusi pemikiran (renaisans) yang muncul di Eropa. Berproses selama hampir 4 abad, para pemikir Eropa telah melahirkan berbagai pemikiran dalam berbagai bidang, apakah itu filsafat, sains maupun teknologi. Mungkin bisa dikatakan, berkat renaisans, peradaban manusia seolah menemukan arahnya yang lebih jelas. Dan manfaatnya masih dapat kita rasakan sekarang.
Menyaksikan perkembangan teknolgi yang melaju dengan cepat, bahkan di luar nalar yang normal, bagaimanapun menjadi persoalan umat manusia yang paling penting. Dalam menghadapi perkembangan teknologi, kita tidak boleh berpuas diri sebatas menjadi konsumen atau pengguna. Betapa pun kita merasa dimudahkan dalam melaksanakan berbagai urusan, tapi tidak berarti kita memegang kendali perkembangan peradaban. Posisi sebagai obyek jauh berbeda dengan posisi sebagai subyek. Dan kesenjangan seperti itu akan kita rasakan dalam berbagai aspek kehidupan. Umat manusia akan masuk ke dalam situasi yang jauh lebih rumit. Umat manusia yang otaknya lebih maju akan menjadi pemimpin, penentu arah peradaban. Apakah manusia Indonesia sudah berpuas diri sebatas menjadi pengguna atau pemakai? Inilah tantangan sebenarnya yang akan menyergap bangsa kita ke depan.***