majalahsora.com, Kota Bandung – Penyelengaraan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) tingkat Jawa Barat tahun 2022, untuk jenjang SD dan SMP dilaksanakan oleh Balai Bahasa, di Hotel Pantai Indah Pangandaran, selama dua hari.
Untuk pelaksanaan jenjang SD Rabu, 30 November 2022, sedangkan untuk jenjang SMP dilaksanakan, Kamis 1 Desember 2022.
Dalam FTBI Jabar ini, ada tujuh mata lomba yang dipertandingkan yakni Ngadongeng, Nulis jeung Maca Aksara Sunda, Ngarang Carita Pondok, Biantara, Maca Sajak, Ngabodor Sorangan dan Nembang Pupuh untuk putra putri. Acaranya berjalan begitu meriah.
Kepala Balai Bahasa Jawa Barat, Syafruddin menjelaskan bahwa ada sekitar 756 peserta dari 27 kabupaten kota (minus Cianjur yang sedang terkena bencana gempa bumi).
Kegiatannya sendiri dihadiri oleh ribuan pengunjung baik itu guru, kepala sekolah, orangtua siswa, pejabat Disdik dan lainnya.
Hal ini ia sampaikan saat acara pembukaan, Rabu 30 November 2022.
Sekaitan dengan penjurian, Darpan salah satu girang pangajen atau juri Ngarang Carita Pondok, mengungkapkan bahwa FTBI tahun ini merupakan penyelenggaraan tahun kedua, setelah pandemi.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa hasil karya Ngarang Carpon untuk peserta SD ada peningkatan yang signifikan.
“Dalam cara menulis sudah terlihat rapih, beda dengan yang pertama banyak tulisan yang hurufnya jelek,” kata Darpan, Kamis (1/12/2022).
Pertama kata Darpan karena guru-guru pendamping sudah ada pengalaman melatih siswa menulis tangan.
Kedua ada perbedaan metode, dulu di samping gambar ada juga video, sekarang semua menggunakan gambar baik untuk tingkat SD maupun SMP.
“Kalau dengan gambar bisa melatih imajinasi siswa untuk lebih bebas. Beda dengan video yang ada alur ceritanya. Ketiga tahun ini ada keprihatinan karena salah satu kontingen yakni daerah Kabupaten Cianjur tidak bisa mengikuti lomba Carpon dan lomba lainnya (karena bencana gempa bumi),” kata Darpan.
Darpan pun mengingatkan peserta, bahwa menulis itu jangan sampai hanya untuk mengikuti lomba Carpon saja. Namun setelah mengikuti lomba menulis itu menjadi suatu kebiasaan.
“Kita ketahui bahwa regenerasi pengarang Sunda harus dibina dan terus ditumbuhkan. Mudah-mudahan dengan adanya lomba ini mendorong siswa untuk terus menulis. Mudah-mudahan 10 atau 20 tahun ke depan di antara mereka ada yang menjadi pengarang Sunda,” kata Darpan.
Dirinya juga mengungkapkan mengenai teknis perlombaan, masing-masing peserta diberi waktu selama tiga jam baik untuk jenjang SD maupun SMP, dengan tema yang telah ditentukan juri. Hal ini sesuai dengan kurikulum yang ada.
Menulisnya dengan tulisan tangan langsung, tujuannya agar hubungan kognisi dengan gerak motorik tangan terlatih.
Ketentuan lainnya , dalam karangan harus ada kecap panganteur pagawean dan lainnya yang menjadi ciri khas dalam cerita bahasa Sunda. [SR]***





