Nita Hidawati, Kepala SMPN 21 Kota Bandung (jilbab merah) bersama guru dan Pemenang West Java Leader’s Reading Challenge dari sekolah tersebut
Pada tahun 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mencanangkan sebuah gerakan besar, yaitu Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Literasi sekolah bertujuan menciptakan ekosistem sekolah yang berbudaya baca—tulis.
Pencanangan gerakan tersebut tentu sangat beralasan. Pada Maret 2016 Central Connecticut State University melakukan penelitian yang di namakan “Most Littered Nation In the World”. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara yang di survei tentang minat baca. Indonesia hanya berada di atas Bostwana dan satu tingkat di bawah negara ASEAN yakni Thailand yang berada di peringkat 59. Rendahnya minat baca di negeri ini tentu saja sangat memprihatinkan. Masih kentalnya budaya tutur dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca.
Untuk meningkatkan budaya baca-tulis, pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki program unggulan untuk menjawab kenyataan bahwa budaya literasi di negeri ini memang belum menemukan titik cerah. Salah satu upaya menggiatkan budaya literasi, pemerintah Provinsi Jawa Barat meluncurkan progam WJLRC(West Java Leader’s Reading Challange).
WJLRC merupakan program kerjasama antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan The Crown in Right of the State of South Australia tentang kerjasama dalam bidang pendidikan. Program ini merupakan tantangan membaca dari para pemimpin pemerintahan Jawa Barat untuk para guru dan peserta didik di sekolah. Kegiatan ini merupakan tahapan pengembangan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang dilaksanakan di Jawa Barat.
Tujuan diadakannya WJLRC adalah untuk meningkatkan daya nalar siswa menjadi lebih baik, meningkatkan kegemaran membaca siswa melalui pembiasaan membaca, meningkatkan kecepatan siswa dalam membaca serta menyimak bacaan, mendorong tumbuhnya karakter positif siswa, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk mengulas (review) dan menganalisis hasil bacaan.
Peserta WJLRC adalah peserta didik mulai dari kelas 3 SD sampai dengan kelas 12 yang tertarik untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan literasinya. Mereka dibimbing oleh seorang guru pembimbing yang ditunjuk oleh kepala sekolah dan sudah terdaftar sebagai motivator dalam jaringan West Java Leader’s Reading Challenge pusat. Seorang guru pembimbing membimbing satu tim yang terdiri dari 5 orang peserta. Maksimal peserta dari tiap sekolah adalah 40 orang peserta atau 8 tim. Guru pembimbing bertanggung jawab dalam merekam kemajuan para peserta, memotivasi, mengevaluasi dan melaporkannya untuk dipertimbangkan sebagai penerima penghargaan dalam program West Java Leader’s Reading Challenge. Dalam WJLRC ini setiap orang tua dari peserta juga didorong untuk terlibat secara aktif. Mereka akan terlibat dalam proses pemilihan buku dan pendalaman serta perluasan pemahaman peserta didik tentang buku yang dibacanya.
Program WJLRC ini tentu memiliki keunggulan karena pola pelaksanaannya terstruktur (ada tahapan membaca, mengulas [review], mempresentasi, berdiskusi, dan menyebarkan karya tulis) dalam perioder tertentu. Selain itu, waktu pelaksaan program ini juga berkesinambungan. Keunggulan lainnya yaitu dalam program ini terdapat pemberian penghargaan kepada kepala sekolah, guru, dan peserta didik yang dapat menyelesaikan tantangan. Hal tersebut tentu akan menjadi motivasi bagi para kepala sekolah, guru, dan siswa.
Tantangan yang diberikan kepada peserta program WJLRC adalah tantangan membaca, mengulas (review), dan berdiskusi minimal 24 buku (bagi peserta didik) dan 10 buku (bagi guru perintis) dalam waktu 10 bulan dan mengunggah hasil ulasannya ke website Literasi Jabar.
Buku-buku yang dapat dibaca oleh peserta tidak dibatasi. Buku-buku koleksi perpustakaan sekolah, perpustakaan umum, juga buku-buku koleksi pribadi dapat dipilih peserta didik sepanjang buku tersebut sesuai dengan tingkat usia, kemampuan, minat, kebermanfaatan, dan telah mendapat persetujuan dari guru, orang tua, atau pustakawan.
Peserta yang berhasil mengeksplorasi minimal 24 buku dalam 10 bulan, berhak untuk mengikuti Jambore Literasi dan mendapatkan medali dan sertifikat Pionir WJLRC 2016-2017. Kemudian, setiap sekolah yang sukses membantu peserta WJLRC dalam menuntaskan tantangan selama 10 bulan hingga 100%, berhak mendapatkan piagam sebagai Sekolah Inspiratif.
Peserta WJLRC SMPN 21 berjumlah 10 orang dan 9 orang diantaranya dinyatakan lolos menyelesaikan tantangan WJLRC sehingga selain mendapatkan medali dan sertifikat Pionir WJLRC, mereka juga berhak mengikuti Jambore literasi yang diadakan di Kiara Payung pada tanggal 1-2 November 2017. Mereka yang lolos tantangan adalah Amelia Anggita, Dhimas Pratama Putra, Fauziahwati, Ikna Setiawati, Indah Kurnia Oktaviani, Isa Marcela, M. Zaki Lutfi, Pinkka Tiara Maharani dan Salma Rizkia Putri.
Jambore Literasi yang diadakan di Bumi Perkemahan Letjen Mashudi (Kiara Payung) merupakan Jambore Literasi pertama dan terbesar yang pernah di adakan di Indonesia, dihadiri oleh sekitar 2500 peserta yang terdiri atas siswa dan guru SD dan SMP yang berhasil dalam tantangan membaca WJLRC, 300 orang panitia fasilitator dan relawan dan 150 Tamu undangan. Dengan mengusung tema “Tangguh taklukan tantangan, Menjadi cahaya Peradaban”, Jambore literasi ini menyajikan berbagai kegitan yang menarik yang meliputi Wahana kegiatan siswa, wahana kegiatan guru, pameran karya literasi, ekspresi massal bahasa isyarat, pentas seni dan kreativitas dan penganugrahan medali dan penghargaan.
Selain itu 4 orang peserta WJLRC dari SMPN 21 juga berhasil mendapatkan Medali Champion setelah mengikuti Tantangan South Australia Premier’s Reading Challenge 2017. Siswa yang mendapatkan Medali Champion adalah Amelia Anggita, Fauziahwati, Ikna Setiawati dan Pinkka Tiara Maharani. Tantangan ini berupa tantangan menulis essay tentang South Australia dan manfaat kerjasama antara South Australia dengan Jawa Barat. Tantangan ini ditujukan khusus untuk peserta WJLRC yang tuntas membaca dan mereview 24 buku.
Pada akhirnya medali, sertifikat ataupun penghargaaan apapun yang didapat oleh siswa takkan ada artinya jika kebiasaan membaca siswa berakhir seiring berakhirnya kegiatan WJLRC ini. Harapan terbesar tentunya adalah bagaimana agar kegiatan membaca ini bisa terus berlangsung dan siswa menjadikan kegiatan membaca sebagai kebiasaan dan kebutuhan karena mereka mengetahui pentingnya membaca.***