majalahsora.com, Kota Bandung – Berdasarkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat (Jabar) yang dikeluarkan pada bulan November 2024, jumlah angkatan kerja di Jabar pada Agustus 2024 sebanyak 26,19 juta orang, naik 0,79 juta orang dibanding Agustus 2023.
Sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik sebesar 1,22 persen poin dari 66,49 persen menjadi 67,71 persen.
Kemudian penduduk yang bekerja sebanyak 24,42 juta orang, naik sebanyak 0,91 juta orang dari Agustus 2023. Seluruh lapangan usaha mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja. Lapangan usaha yang mengalami peningkatan terbesar adalah lapangan usaha Jasa Lainnya (0,15 juta orang).
Sementara itu persentase setengah pengangguran mengalami peningkatan sebesar 1,40 persen poin, yaitu dari 6,32 persen pada Agustus 2023 menjadi 7,73 persen pada Agustus 2024. Di sisi lain, pekerja penuh mengalami penurunan sebesar 1,58 persen poin dibandingkan Agustus 2023.
Lalu Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2024 sebesar 6,75 persen, turun sebesar 0,69 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2023 yang sebesar 7,44 persen.
Khusus untuk Tingkat Pengangguran Terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan, lulusan SMK menduduki posisi pertama yakni ada diangka 12,74 persen. Meskipun angka itu turun dari 13,42 pada tahun 2023. Berikutnya diduduki lulusan SMA 10,19 persen, disusul lulusan SMP 6,07 persen, lulusan Diploma I,II,III, 5,76 persen, lulusan universitas, 5,53 persen, dan lulusan SD 2,89 persen.
Masih tingginya angka Tingkat Pengangguran Terbuka dari lulusan SMK di bahas dalam diskusi pendidikan akhir tahun 2024 Forum Wartawan Pendidikan Jabar, yang mengusung tema “Capaian Prestasi di tahun 2024, PR dan Tantangan di tahun 2025”.
Kepala SMKN 4 Kota Bandung, Dr. Agus Setiawan, S.Pd., M.Pd., yang menjadi narasumber terkait hal tersebut. Dalam diskusi dirinya menghormati data yang dikeluarkan oleh BPS Jabar, namun Agus mempertanyakan indikator dan instrumen yang digunakan oleh BPS Jabar.
“Ya nggak apa-apa ini menjadi tantangan bagi kami. Kami mencoba membantu menurunkan angka tersebut, supaya angka tingkat pengangguran terbuka terus menurun,” kata Agus, di Rooms Inc d’Botanica Bandung, Senin (30/12/2024).
Upaya yang dilakukan kata Agus, harus membuat persepsi yang sama untuk mengurangi tingkat pengganguran terbuka ini, artinya tidak hanya menjadi tanggungjawab Disdik Jabar atau sekolah, tetapi harus melibatkan banyak pihak dan stakeholder.
“Misalnya begini, tadi disinggung mengenai kawasan Rebana (dirancang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Jabar), pembangunan ekonomi nasional industri yang sangat strategis, investasinya juga besar.”
“Apabila ada investasi besar berarti memerlukan sumber daya manusia, sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan dan tentu saja ini peluang bagi lulusan SMK,” kata Agus.
Untuk itu kata Agus perlu dipersiapkan, di antaranya karakter agar mau bekerja di luar daerahnya. Di samping itu adanya kolaborasi misalnya Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang lebih memahami tentang kebutuhan tenaga kerja di Kawasan Rebana sesuai spesifikasi yang dibutuhkan, seperti bidang akuntansi, administrasi, perkantoran, bagian produksi dan lainnya. Kemudian hal ini tersampaikan ke Dinas Tenaga Kerja lalu ke Dinas Pendidikan Jawa Barat. Itu semua bisa diisi oleh kompetensi yang ada di SMK. “Hal ini harus tersampaikan kepada SMK,” kata Agus.
Menurutnya dengan begitu angka Tingkat Pengangguran Terbuka lulusan SMK bisa terus ditekan. “Kalau ini sudah terangkai, karena sesuai dengan Pergub No 68 Tahun 2019, mengenai vokasi revitalisasi sekolah vokasi (SMK), tentang guru, sertifikasi, sarananya, mewadahi industrinya. Ini turunan dari Inpres No 9 tahun 2016 tentang instruksi revitalisasi SMK. Turun lagi Perpres No 68 Tahun 2022, yang mengatur revitalisasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi,” ungkap Agus.
Itu semua menjadi payung hukumnya dalam melakukan efektivitas penyelenggaraan pendidikan di SMK, untuk menjawab tantangan Tingkat Pengangguran Terbuka di Jabar. “Kalau itu sudah nyambung saya yakin pengganguran bisa ditekan.”
Lanjutnya apabila semua persepsi tersebut sudah sama, maka kesiapan sekolah pun harus dioptimalkan. Pertama kurikulumnya harus disesuaikan dengan kurikulum industri. “Pendidikan SMK juga memiliki misi agar lulusannya bekerja, melanjutkan dan wirausaha. Tinggal mana yang lebih dominan. Kalau yang dominan dipush untuk bekerja, maka sinkronisasi kurikulum (dengan industri) itu wajib,” kata Agus.
Masih dijelaskan Agus jangan sampai yang diajarkan oleh guru itu berbeda dengan industri, termasuk alat praktek yang ada di sekolah setidaknya mendekati dengan yang ada di industri, jadi harus ada kesetaraan.
Tidak kalah penting dilakukan pendidikan adaptif, sehingga harus dibangun ekosistem pendidikan dengan industri, sehingga terjadi kesepadanan atau link and match.
Kedua adanya sertifikasi kompetensi, “Saya pernah diskusi mengenai pembangunan IKN di IKN, tukang masang bata saja harus tersertifikasi, kalau tidak tersertifikasi tidak bisa digunakan, walaupun dia ahli menurut kita. Tapi sertifikasi itu penting untuk menunjukan bahwa itu kompeten,” kata Agus.
“Kalau sekolah ada namanya LSP P1, kalau di industri ada LSP P3. Sertifikasi bukan hanya untuk siswa saja tetapi juga gurunya. “Jadi poin ketiga adalah upskillng dan reskilling Guru, kemudian tersertifikasi di bidangnya, misalnya AC,” kata Agus.
Keempat adanya magang, bagi siswa dan guru. Khususnya guru agar memahami bagaimana budaya kerja industri yang harus dibawa ke sekolah. Kelima pembelajaran menggunakan teaching factory, berbasis industri yang bekerja dengan sekolah.
“Dari sisi order, memasarkan, memproduksi, membuat prototipe, semua itu modelnya pembelajaran, sehingga industri hadir di sekolah, siswa terbiasa bekerja dengan budaya industri,” kata Agus.
Intinya sekolah bisa mendorong siswanya memiliki karakter yang kuat dan memiliki wawasan global. Sehingga mutu pendidikan di Jabar meningkat.
Agus pun menjelaskan mengenai jumlah lulusan SMKN 4 Kota Bandung, terlacak melalui tracer study. Selama dua tahun berturut-turut diisi 100 persen oleh lulusannya. Pada tahun 2023 yang bekerja sekitar 43 persen, melanjutkan 41 persen, sisanya berwirausaha dan lainnya. Kemudian pada tahun 2024 sekitar 53 persen bekerja, 39 persen melanjutkan dan sisanya berwirausaha dan lainnya.
“Sebelum ada tracer study, kami juga sudah mendata alumni melalui wali kelas. Dengan membuat WhatsApp grup dan kontak siswa. Jadi peran wali kelas juga sangat penting dalam menginventarisir lulusan ke mana,” kata Agus.
Saat ditanya bagaimana caranya untuk meningkatkan kompetensi siswa agar saat lulus mudah bekerja, kata Agus di sekolahnya selain menggunakan kurikulum dari pemerintah juga menerapkan kurikulum industri, budaya industri diaplikasikan di sekolah. Kemudian adanya teaching factory, termasuk reskilling dan reskilling Guru SMKN 4 Kota Bandung. Kemudian menghadirkan Guru tamu dari industri dan lainnya.
Untuk diketahui Agus Setiawan, merupakan pribadi yang aktif diberbagai organisasi, yakni Pengurus MKK SMK Kota Bandung bidang Pengembangan Organisasi, Kerjasama dan Hukum, Pengurus MKK SMK Jabar bidang Link & Macht, pernah menjadi Wakil Ketua MKK SMK Kota Bekasi 2017-2021.
Di samping itu sebagai Ketua Bidang Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya, PMI Kota Bekasi serta Pengurus Persatuan Panahan Indonesia Kota Bekasi, bidang Organisasi, SDM. [SR]***