majalahsora.com, Kota Bandung – Ratusan siswa kelas X SMAN 25 Kota Bandung, sengaja mengunjungi Kampung Naga, di Kabupaten Tasikmalaya yang sampai saat ini, masih memegang teguh adat istiadat yang luhung.
Adapun tujuannya untuk mengetahui lebih dekat mengenai kebiasaan dan kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Naga, yang merawat dan melestarikan alam sekitar.
Di samping itu untuk mengetahui tradisi seni budaya Sunda, juga hal-hal “pamali” di sana, seperti tidak ada listrik, tidak boleh mengambil kayu di hutan, dan lainnya.
Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Siti Nurmala, Kepala SMAN 25 Bandung kepada majalahsora.com.
Jajang Sudrajat, M.Pd., Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum
Ia pun menjelaskan, bahwa dipilihnya Kampung Naga sebagai tempat untuk belajar di luar sekolah, sehubungan dengan Kurikulum Sekolah Penggerak program Pembelajaran Berbasis Projek.
SMAN 25, kata Mala merupakan salah satu sekolah di Kota Bandung dan di Indonesia yang menjadi percontohan sebagai Sekolah Penggerak. Kegiatan itu juga menjadi projek ketiga SMAN 25, ada kolerasinya dengan program Jabar Masagi.
“Kegiatannya dilaksanakan selama satu hari, pada hari Kamis, tanggal 19 Mei 2022. Melihat kehidupan sehari-hari di sana. Kehidupannya merata, tidak mencolok. Mata pencaharian utamanya adalah bertani atau bercocok tanam dan kerajinan tangan dari bambu. Hasil pertaniannya bisa mencukupi kebutuhan hidup seluruh penduduk wilayah Kampung Naga,” kata Mala, Selasa (24/5/2022).
“Karena dalam satu tahun bisa dua kali panen atau lebih. Kemudian kegiatan upacara adatnya ada enam kali dalam setahun, sebagian besarnya termasuk hari besar agama Islam,” imbuh Mala.
Saat menjelaskan Kampung Naga
Masih kata Mala, memilih Kampung Naga sebagai objek projek karena tempatnya relatif dekat.
“Dari segi jarak tidak terlalu jauh. Kalau ke baduy jauh, harus menginap,” kata Mala.
Adapun tema yang diusung yakni Jamparing yakni “Jelajah Budaya dan Tradisi Bangsa”.
Masih, kata Mala, agar siswanya mengenal lebih jauh kehidupan di Kampung Naga, mereka dibekalli LKPD (Lembaran Kerja Peserta Didik), sebagai panduan, apa saja yang harus diketahui, dalam mewawancarai warga asli termasuk melakukan observasi.
Lebih dari 400 anak tangga, menuju Kampung Naga
“Dalam pelaksanaannya, para siswa dibagi ke dalam 12 kelompok. Setiap kelompok didampingi oleh satu orang pemandu/tour guide warga Kampung Naga,” kata Mala.
Kemudian hasil observasi dan wawancara di Kampung Naga, dipresentasikan di Situ Bagendit, Kabupaten Garut. Di tempat yang sama ada pagelaran, untuk mengapresiasi potensi anak yang memiliki bakat menyanyi.
“Dipresentasikan sesuai dengan laporan setiap mata pelajaran sosiologi, PPKN, sejarah, bahasa Sunda dan PJOK. Sehingga lebih kontekstual,” kata Mala.
Jajang Sudrajat, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, menambahkan bahwa kegiatan tersebut merupakan, salah satu cara bagaimana ruang terbuka dapat menjadi sumber belajar.
Siswa SMAN 25 Kota Bandung aktif bertanya kepada warga Kampung Naga
Kegiatan Jamparing juga, kata Jajang merupakan upaya dalam mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Mengintegrasikan program Sekolah Penggerak dan program Jabar Masagi.
“Dengan kata lain level di daerahnya ada, juga level di pusatnya ada,” kata Jajang.
Saat disinggung oleh majalahsora.com, mengenai penilaian untuk siswa yang mengikuti kegiatan Jamparing.
Jajang menjelaskan, bahwa untuk penilaian siswa, ada rubrik khusus, disesuaikan dengan assesment dan pembelajaran berdiferensiasi.
SMAN 25 Kota Bandung bersama tim Jabar Masagi
“Produknya berupa hasil penelitian dari berbagai mata pelajaran yang tergabung. Pertama dari sosiologi, tema kearifan lokal, pamali dan stratifikasi sosial. Membahas tentang pejabat di kampung adatnya. Kedua di sejarah, penelitian tentang historiografi Kampung Naga. Ketiga PJOK, tentang bagaimana olahraga dan permainan tradisional di Kampung Naga,” kata Jajang.
“Keempat Bahasa Sunda, tentang cerita babad. Ada nilai lokal yang tersembunyi atau kadeudeuh. Dan kelima PPKN, tentang nilai kebhinekaan, bagaimana perbedaan suku bangsa yang ada dalam NKRI, tentang penilaian dari kompetensi capaian pembelajaran,” imbuhnya.
Jajang pun bersyukur karena projek ketiga ini lancar. Target penguatan profil Pelajar Pancasila dan kompetensi capaian pembelajaran sudah tercapai.
“Harapannya adalah agar siswa dapat mengenal kehidupan di Kampung Naga. Terutama tentang budaya dan tradisi bangsa. Siswa dapat mengangkat kembali kearifan lokal, khususnya tradisi Sunda. Jiwa cinta budaya bangsanya pun agar terbangun lagi. Selain itu diharapkan juga para siswa dapat lebih erat tali persaudaraannya,” tandasnya.
Mengamati kehidupan sehari-hari warga Kampung Naga
Ailsa Zahwa Humaira Setiawan kelas X-10, merasa senang bisa malakukan study tour, setelah pandemi.
“Melihat kehidupan di Kampung Naga itu membuat saya takjub. Bisa mendapat ilmu baru, pengalaman baru dan hal-hal baru,” kata Ailsa.
Ia jadi tahu mengenai kearifan lokal di Kampung Naga. Contohnya percaya pada pamali, berdasarkan ajaran agama Islam.
“Nilai yang di dapat ada di sisi keagamaan, kearifan lokal serta budaya peninggalan yang dilestarikan. Kita tidak melenceng dari budaya leluhur serta nilai keagamaan. Contohnya meskipun di sana tidak ada listrik, mereka tetap bisa melaksanakan pendidikan dengan seharusnya. Kekeluargaannya pun tinggi. Harapannya kegiatan seperti ini tetap ada namun bisa lebih jauh, seperti ke Bali,” Ailsa, berharap.
Kampung Naga yang menjunjung tinggi dan melestarikan adat istiadat Sunda
Senada dengan Ailsa, Davin Darmawan kelas X-4, pun mendapatkan pengalaman baru.
“Di sana tanpa adanya listrik tetap bisa hidup sederhana. Bisa hidup bahagia tanpa barang-barang mahal,” kata Davin.
“Kita harus bisa lebih bersyukur kepada Allah SWT. Adat istiadatnya bagus, dan seru juga bisa menuruni 440 anak tangga. Semoga kegiatan seperti ini ada lagi, seperti ke Yogyakarta sehingga bisa melihat Candi,” imbuhnya.
Kegiatan Pembelajaran Berbasis Projek Sekolah Penggerak
Masih berhubungan dengan kegiatan pembelajaran berbasis projek, kata Mala, SMAN 25 pertama kali menggelar kegiatan serupa, diadakan di sekolah dengan nama “Keprok”.
Berfoto dengan latar belakang rumah warga Kampung Naga
“Dilaksanakan tanggal 25 November 2021, yang berkaitan dengan Hari Guru,” kata Mala.
Saat itu tema yang diusung mengenai kewirausahaan, yang ada kaitannya dengan mata pelajaran ekonomi, bahasa Inggris, seni budaya, dan PADP.
“Topiknya, pembuatan makanan tradisional Jawa Barat dan inovasi 3N. Sehingga bisa membuat produk yang memiliki nilai jual,” kata Mala.
“Adapun profil Pelajar Pancasila yang dikuatkan adalah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bergotong royong, kreatif bernalar kritis serta mandiri. Dan projek satu atau kegiatan berbasis projek yang pertama diberi nama ‘Keprok 25’. Nama tersebut berupa singkatan dari Kewirausahaan, Kakawihan, Pameran dan Kaulinan barudak SMAN 25 Bandung. Untuk kelas 10 pada kewirausahaan dan kelas 11 & 12 ada pada Jabar Masagi,” kata Mala menambahkan.
Kemudian pada kegiatan berbasis projek yang kedua, diadakan pada tanggal 24 Maret 2022. Temanya adalah gaya hidup berkelanjutan, dengan topik “Aksi dan Kampanye Penyelamatan Iklim Global”. Nama kegiatannya yaitu “Padungdung”.
“Alhamdulillah kedua projek sebelumnya berjalan sukses dan lancar. Karena mendapat apresiasi dari Dinas Provinsi serta Kemendikbud, Pak Iwan Sjahrir” kata Mala. [SR-Dok. SMAN 25 Bandung]***