majalahsora.com, Kota Bandung – Para peternak ayam ras skala usaha menengah kecil mikro (UMKM), mengeluh dengan kondisi harga jual ayam hidup dari mereka (kandang) atau On Gate Farm selalu rendah bahkan anjlok.
Hal itu disebabkan harga ayam hidup dari peternak hanya dihargai Rp 8000/kg sedangkan harga jual komoditi ayam ras dipengecer, saat ini berkisar antara Rp 35.000-Rp 38.000/kg.
Menyikapi hal tersebut para peternak ayam bersama aktivis mahasiswa peternakan seluruh Indonesia, bertemu dalam kegiatan diskusi secara virtual, bertema “Silaturahim Konsolidasi Nasional ke-1 antara Peternak Ayam Ras dan Mahasiswa Peternakan”, Sabtu (17/7/2021).
Kegiatannya diprakarsai oleh Koperasi Peternak Milenial Jawa Barat dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad), didukung oleh Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan seluruh Indonesia (ISMAPETI).
Ali Usman yang menjadi pembicara utama juga Direktur PATAKA menyebutkan, bahwa fenomena ini disebabkan kelebihan stok komoditi ayam. Namun ada kejanggalan harga di pasaran. Meskipun sudah ada peraturan yang telah menetapkan HPP (Harga Pokok Produksi) yaitu Rp19.000-Rp 20.000/kg sebagai acuan, sesuai Permendag 07/2020, namun Permendag tersebut bersebrangan dengan aturan di bawah.
Menurutnya hal itu juga terjadi karena kelebihan stok tidak mengikuti permintaan dalam negeri, sehingga peternak kesulitan menjual dengan harga HPP di kandang.
“Namun anehnya harga daging ayam tetap tinggi. Pemerintah perlu mengkaji ulang penyebabnya mengapa hal ini kerap terjadi, apa ada yang bermain disini?,” ungkapnya.
Di samping Ali Usman, Ketua PINSAR Jawa Tengah Pardzuni yang juga menjadi pembicara, mengaitkan adanya pola perusahaan besar yang bermain.
“Selama perusahaan besar yang disebut integrator itu tidak distop usaha berbudidaya ayam final stock broiler maka selama itu pula peternak akan tergerus secara modal, jelas kita kalah, karena mereka itu banyak PMA, namun pemerintah disini seperti membiarkan kita (peternak) untuk beradu dengan mereka (integrator),” tegasnya.
Sementara itu Nurul Ikhwan selaku Ketua Koperasi Peternak Milenial menuturkan bahwa, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan tidak boleh tutup mata dengan nasib peternak UMKM ini.
“Pemerintah harusnya sadar kalau peternak yang lahir dari rahim bangsa Indonesia ini, uang hasil usahanya akan diputar di dalam negeri. Namun mereka (integrator) uangnya akan mengalir ke negara asalnya seperti Singapura, Thailand, Malayasia, Tiongkok, dan Korea Selatan. Ini kita harus hati-hati apalagi sektor perunggasan merupakan salah satu bahan pokok penting,” kata Kang Iwang, biasa disapa.
Dirinya mempertanyakan, apa yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi hal ini, karena korbannya adalah peternak rakyat yang mengalami kerugian. Namun masyarakat merasa kemahalan membeli daging ayam, terlebih di tengah situasi PPKM.
Iwan pun dengan tegas agar akar permasalah ini harus disampaikan ke presiden, untuk menerbitkan Kepres Perlindungan serta Penyerapan harga ayam hidup (live bird) jika dibawah HPP. Karena UU No. 41 tahun 2014 j.o UU No.18 tahun 2009, dirasa peternak, pro integrator, sehingga integrator yang kebanyakan bermodal PMA yang melantai di bursa efek, ikut menikmati jualan ayam hidup seperti halnya peternak.
“Peternak tidak memiliki kekuatan apa-apa karena modal yang PMA cukup besar. Padahal pemerintah tinggal membina peternak UMKM ini growth up sampai siap “bertarung usaha” dengan para integrator,” kata Iwan.
Pada kesempatan yang sama, Ir. Tri Hardiyanto , Dewan Pembina GOPAN sekaligus peternak asal Bogor menyebutkan, bahwa permasalahan ini diurai dari adanya UU No. 18 tahun 2009, yang memberikan ruang bagi integrator untuk berbudiaya, padahal sebelumnya integrator cukup menjual bibit (DOC) anak ayamnya kepada peternak.
“Kita pun mau tidak mau, harus bisa bertahan dengan mempelajari teknik ke arah peternak membentuk koperasi atau koorporasi dengan konsep ‘mini integrasi’ sehingga usaha kita akan tetap jalan,” kata dia.
Sedangkan M Firdaus Susanto, Perwakilan Aktivis Mahasiswa Peternakan Unpad Bandung menambahkan, bahwa saatnya rekan-rekan aktivis mahasiswa peternakan se-Indonesia untuk bersama sama peternak rakyat melawan kapitalis serta menjadi garda terdepan untuk mengingatkan pemerintah, bahwa yang wajib dilindungi adalah peternak UMKM ini.
Diketahui kegiatan tersebut juga diikuti oleh ratusan peserta, di antarnya Ketua GPPU (Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas) Dawami, Koperasi Wirasakti Utama, Koperasi Oenggas Priangan Timur, Nurul Ikhwan dari Koperasi Peternak Milenial, M Rizal Farha selaku Ketum PB ISMAPETI dan M Firdaus Susanto selaku Kadept KASTRAT BEM Fapet Unpad, peternak di daerah Banten, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Jawa Timur dan berbagai daerah di Indonesia.
Di samping itu juga diikut oleh BEM Peternakan UNPAD, IPB, Unsoed, UGM, Unila, Unpab, Unram, Udayana, UB, Unib, dan lainnya yang tersebar dari 46 kampus di seluruh Indonesia. [SR]***