Poto kiri ke kanan: Ai Sumiati, Ade Suryaman serta Eulis Saputra Ketua Sabumi
majalahsora.com, Kota Bandung – Komunitas Sabumi (Sariksa Budaya Pribumi) yang diketuai oleh Eulis Saputra, menggelar final Maca Puisi Bahasa Sunda untuk siswa dan guru SMP/SMA/SMK se-Jabar. Dilaksanakan Sabtu tanggal 1/12/2018 di Aula Dewi Sartika Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Menurut Eulis ada 85 peserta dari semua kategori yang mengikuti pasanggiri yang diadakan oleh Sabumi untuk kali pertama.
Peserta dari SMAN 3 Kota Bandung
“Acara ini merupakan lanjutan dari kegiatan tahap pertama, pemecahan Rekor MURI Gebyar Puisi Basa Sunda yang berlangsung di halaman depan Gedung Sate 20 Oktober 2018 lalu. Waktu itu para peserta menulis puisi Bahasa Sunda secara spontanitas. Nah sekarang maju ke maca puisi,” kata Eulis kepada majalahsora.com.
Ia pun menjelaskan bahwa peserta yang masuk final totalnya ada 85 orang. SMP 15 peserta, SMA 35 peserta dan guru (SMP/SMA/SMK) 35 orang. Di setiap kategori akan mengambil 6 pemenang, masing-masing juara 1-3 serta juara harapan 1-3.
“Memperebutkan piala, piagam serta uang pembinaan,” kata Eulis.
Rosyid E Abby (kanan) salah satu juri kegiatan
Para peserta sendiri pada gelaran tersebut membacakan puisi dari penulis kahot, ada karya dari Yus Rusyana, Ajip Rosidi, Amir Raksanagara, Karna Yudibrata, Yayat Hendayana, Agus Suherman dan lainnya.
“Bisa berjalannya kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan semua pihak, sepeti Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dinas Pariwisata Jawa Barat, Pasca Sarjana Unpas, Paguyuban Pasundan, UPI, BJB dan lainnya. Di buka oleh Bapak Wahyu Kabid Dinas Pariwisata Jabar. Sambutannya dari Bu Otje Djundjunan. Ceu Popong sangat mendukung kegiatan ini dari awal (sosialisasi) sampai sekarang,” jelas Eulis.
Nendi Guru Bahasa Sunda SMK Pasundan 1 Kota Bandung salah satu patandang
Lebih lanjut kata Eulis tujuan utama dari acara tersebut yaitu untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam hal berkomunikasi dengan bahasa Sunda.
“Kami ingin membuat kegiatan kesundaan yang dilihat oleh khalayak dan forum umum secara gebyar. Sehingga terasa gaungnya, ngajomantara. Jangan sampai kegiatan kesundaan nyangkewok di tempat nu alit. Di samping itu memberi kesempatan bagi Bapak/Ibu Guru, siswa supaya bisa berekspresi. Menghasilkan generasi penerus kesundaan, melahirkan sastrawan dan satrawati anyar,” pungkasnya. [SR]***