majalahsora.com, Kota Bandung – Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung pada tahun 2025 ini secara resmi mengubah tanggal hari jadinya atau Dies Natalis, yang sebelumnya jatuh pada tanggal 5 Oktober, kini menjadi 1 April.
Perubahan monumental ini merupakan hasil keputusan Rapat Pleno Senat Akademik ISBI Bandung, yang mempertimbangkan berbagai aspek historis, strategis, kultural, politis, hingga makna dan kebanggaan ISBI Bandung sebagai lembaga seni terkemuka.
Keputusan tersebut merujuk pada berdirinya Konservatori Tari (KORI), yang lahir dari aspirasi masyarakat Jawa Barat yang menginginkan hadirnya lembaga pendidikan tinggi seni tari di Kota Bandung. Selanjutnya, berdirinya KORI juga berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Madya Bandung Nomor 5539/68 tanggal 31 Maret 1968, yang menandai pendirian KORI di bawah pengelolaan Pemerintah Daerah Tingkat II Kota Madya Bandung.
Dalam momentum bersejarah peringatan Dies Natalis ke-57 ini, ISBI Bandung mengusung tema “Transformasi ISBI Bandung Menuju Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU): Preservasi dan Inovasi Kebudayaan Berbasis Teknologi dan Industri Kreatif”, serta mengukuhkan dua Guru Besar baru, yaitu:
Prof. Dr. Benny Yohanes Timmerman, S.Sen., M.Hum., sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Estetika Teater, Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISBI Bandung.
Prof. Dr. Husen Hendriyana, S.Sn., M.Ds., sebagai Guru Besar dalam bidang Seni Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISBI Bandung.
Acara puncak Dies Natalis ke-57 yang digelar pada hari Selasa (9/4/2025) di Gedung Kesenian Sunan Ambu ini juga menghadirkan Ketua Dewan Penyantun ISBI Bandung, Erry Riyana Hardjapamekas, S.E., yang memaparkan strategi agar ISBI Bandung terus melesat dan “ngajomantara”.
“Strategi utamanya adalah menanamkan nilai-nilai terbaik yang ada di ISBI itu, untuk ISBI sendiri dan lingkungannya. Itu nomor satu. Nomor duanya yang ditentukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk menjadi pegangan ISBI,” ujar Erry di sela-sela acara.
Erry juga menekankan pentingnya menerapkan strategi yang mengkampanyekan budaya lain, di samping budaya lokal yang selama ini telah menjadi kekuatan ISBI Bandung.
“Budaya lain itu apa? Yaitu seperti yang saya sampaikan tadi, seperti budaya malu, budaya kerja keras, budaya tidak mengutamakan kejelekan orang lain, budaya untuk mau mendengarkan, budaya kolaborasi, budaya anti korupsi. Itu tantangan ke depan yang harus dihadapi oleh kita semua,” tambahnya.
Menurut Erry, budaya-budaya universal seperti yang diterapkan di negara-negara maju — Jepang, Korea Selatan, China — telah terbukti berhasil dan patut menjadi landasan dalam membangun masa depan ISBI Bandung. [SR]***