majalahsora.com, Kota Bandung – Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) akan melakukan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Bandung.
Pada gelaran Rakernas yang akan dihelat Sabtu 29 Februari 2020 itu, rencananya
dihadiri oleh 300-an Kepala TK, SD, SMP, SMA, SMK negeri dan swasta se-Indonesia.
Berlangsung di aula Yudhistira, Jalan Prabon, Kota Bandung.
Tujuannya tidak lain untuk meningkatkan kemandirian, kebersamaan, kesatuan gerak, Kepala TK, SD, SMP, SMA dan SMK se-Indonesia.
Di samping itu menumbuh kembangkan kepercayaan dari masyarakat mengenai keberadaan AKSI itu sendiri. Baik itu masyarakat khusus, dalam artian ini para pejabat maupun masyarakat umum.
Karena bangsa Indonesia sangat beragam, sentuhan politik juga beragam.
Hal tersebut dipaparkan langsung oleh Ketua AKSI se-Indonesia Dr. H. Asep Tapip yang juga Kepala SMKN 4 Kota Bandung.
Lebih lanjut Asep mengatakan bahwa kepala sekolah banyak yang tidak merdeka, meskipun saat itu digulirkan banyak program merdeka, seperti Merdeka Belajar, BOS Merdeka dan lainnya.
“Tetapi ternyata kooptasi politik itu sangat terasa. Seperti rotasi mutasi kepala sekolah (negeri) tergantung pimpinan daerahnya,” kata Asep, Kamis, (27/8/2020) di kantornya Jalan Kliningan, Kota Bandung.
Ia menambahkan apabila pimpinan daerahnya trengginas dan perhatian terhadap persoalan pendidikan, khususnya tentang organisasi, kelembagaan, manajemen, personal yang mengisi manajemen sekolah, tentu saja harus sudah paham aturan merotasi mengangkat guru promosi menjadi kepala sekolah dan lainnya.
“Sebetulnya sekarang teknologi sudah canggih kenapa data sulit didapat,” kata Asep.
Untuk itu AKSI ingin menyatukan seluruh kepala sekolah di Indonesia, bagaimana mendorong berbagai macam kegiatan berkaitan dengan perkepala sekolahan dan pendidikan secara umum. Agar terjalin dan terlaksana secara proporsional dan profesional.
Asep berharap ke depan tidak ada lagi kepala daerah, dalam mengelola pendidikan dan perkepala sekolahan itu berbasis atas dasar dorongan politik. Namun mengutamakan pelayanan mutu pendidikan kepada masyarakat.
Dirinya pun menegaskan bahwa kepala sekolah merupakan garda terdepan dalam melayani pendidikan kepada masyarakat.
“Kepala sekolah merupakan nahkoda sekolah yang akan menjadikan barometer pendidikan bermutu di Republik Indonesia ini,” kata Asep.
“Kalau tidak ada kepala sekolah ya tidak ada sekolahnya. Kepala sekolah itu sekolah. Kalau tidak ada Kepala sekolahnya bagaimana mungkin sekolah itu maju bisa bergerak,” imbuhnya.
Menilik hal itu maka AKSI juga secara eksternal akan membahas dan mengupas tentang isu-isu terkini yang berkaitan dengan kebijakan alokasi penggunaan dana BOS Merdeka dari pemerintah pusat.
“Ternyata pelaksanaannya sampai hari ini belum merdeka. Walaupun uangnya sudah sampai di rekening sekolah masing-masing, namun belum bisa digunakan,” paparnya.
Di beberapa daerah kini masih mempersyaratkan persyaratannya. Seperti harus ada sosialisasi terlebih dahulu. Padahal juklak juknis-nya sudah dibuat oleh pemerintah pusat.
“Karena dana BOS dari pemerintah pusat aturannya dari pemerintah pusat juga, laksanakan sesuai dengan koridor. Tapi sampai hari ini belum bisa dibelanjakan, karena ada larangan dari pemerintah setempat (kabupaten/kota untuk SD & SMP. Provinsi untuk pengelolaan SMA SMK),” kata Asep.
Ia pun mengakui kalau hal itu harus ada bimbingan terlebih dahulu, namun harusnya dari awal dan cepat.
“Karena sekarang sudah maju ke bulan Maret sedangkan bulan Januari Februari sekolah-sekolah sudah melakukan atau ada pengeluaran. Saya yakin itu dananya meminjam dulu,” kata Asep.
Apalagi sekarang ada aturan baru mengenai alokasi dana BOS pusat, 50%-nya digunakan untuk membayar tenaga honorer. Lagi-lagi ada permasalahan karena ada larangan tenaga honorer yang belum memiliki NUPTK dan Dapodik (per Desember 2019) tidak bisa terakomodir.
“Banyak honorer yang belum memiliki NUPTK. Selama ini para honorer yang sudah punya NUPTK dibayar oleh pemerintah daerah masing-masing seperti di Jawa Barat,” kata Asep.
Jadi menurutnya yang akan dibayar oleh BOS pemerintah pusat tenaga honorer yang mana.
“Kalau persyaratannya sama dengan yang dibayar oleh Pemprov, maka tenaga honorer yang telah memiliki NUPTK dan masuk Dapodik per Desember 2019, maka akan dibayar dua kali,” tegasnya.
Asep berpendapat justru dengan adanya peraturan itu menjadi hambatan karena honorer Jawa Barat khususnya sudah dibayar oleh Pemprov.
Aturannya sendiri tidak mesti digunakan untuk membayar tenaga honorer yang maksimal 50%. Apabila tidak terserap maka hal itu tidak menjadi masalah, karena bisa digunakan untuk kepentingan lainnya. Memiliki peruntukan yang banyak di samping untuk membayar guru honorer.
“Berbagai macam kebutuhan sekolah bisa dialokasikan dari BOS,”
Asep menambahkan di SMA SMK dana BOS tidak pernah dipakai untuk membayar honor tenaga kependidikan. Apabila ada kekurangannya dibayar oleh komite. Sesuai PP 48 tahun 2008 partisipasi masyarakat.
Kebijakan lainnya mengenai implementasi bagaimana mencapai mutu pendidikan itu sendiri yang akan diangkat pada rapat kerja nasional.
Termasuk masalah-masalah yang saat ini ramai seperti kasus guru di Sleman yang diberhentikan dan diperlakukan semena-mena.
Di samping itu dari kasus-kasus lainnya banyak juga dari sisi penindakan yang tidak menggunakan aturan yang berlaku sesuai ranah hukum di Republik Indonesia. Karena ada tata tertibnya.
“Ketika kita mengajarkan harus memberikan contoh tapi kemudian dicontohkan tidak tertib maka bagaimana kita mau tertib. Diibaratkan kalau menyapu dengan sapu kotor ya tidak bersih jadinya,” kata Asep.
Sebetulnya bisa apabila ada yang malakukan kesalahan sanksinya bertahap (asas praduga tak bersalah), dari sanksi lisan, tulisan, administrasi, skorsing, kenaikan pangkat, pencabutan jabatan dan hukuman.
Sekali lagi ia menegaskan pendidikan jangan ada campur tangan politik, kecuali untuk kemajuan pendidikan
AKSI akan mendorong itu terlepas dari politik praktis. Termasuk berbagai kebijakan lainnya seperti mengenai ujian Nasional, penerimaan peserta didik baru, dan sebagainya.
“Karena AKSI akan melakukan itu semua, yang ujung-ujungnya akan dikembalikan kepada kepala sekolah,” pungkas Asep. [SR]***