Ketua PWI Jabar, Mirza Zulhadi menyerahkan penghargaan kepada Ahmad Heryawan, Gubernur Jabar
majalahsora.com, Kota Bandung – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dan Netty Prasetiyani Heryawan dianugerahi penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jabar, saat puncak peringatan Hari Pers Nasional Tingkat Jabar tahun 2018, yang digelar di Ballroom Hotel Grand Asrilia Kota Bandung, Jumat (23/02/2018) malam.
Orang nomor satu di Jabar beserta istri dinilai PWI memiliki andil besar di bidangnya masing-masing dalam usaha memajukan Provinsi Jabar. Selama 10 tahun atau dua periode kepemimpinannya, Aher telah membangun perubahan Jabar yang lebih baik dalam berbagai sektor. Sebanyak 500 lebih penghargaan pun telah diraihnya sampai sekarang. Sebelumnya, pada bulan Maret 2017 lalu, PWI pusat juga telah menganugerahi penghargaan tertinggi PWI untuk Aher yaitu Pena Emas.
Sementara, Netty Prasetiyani Heryawan dinilai PWI, sebagai Bunda Literasi Jabar yang terus berkiprah meningkatkan budaya membaca masyarakat, melawan hoax dan meningkatkan ketahanan keluarga. Hal tersebut sejalan dengan visi dari PWI.
Ditemui wartawan usai menerima penghargaan, Gubernur Aher berharap, peringatan hari Pers Nasional 2018, mampu membangkitkan semangat khususnya pers di Jabar untuk senantiasa menghadirkan pers yang sehat, netral dan bersinergi dengan pemerintah dalam memajukan Jabar. Pers menurutnya salah satu stakeholders yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan suatu negara. Mulai dari penyaji informasi, hiburan, pembentukan moral masyarakat, kontrol sosial hingga pengawal pemerintah.
Netty Heryawan saat mendapat penghargaan dari PWI Jabar
“Pers memegang peranan sangat penting sebagai garda terdepan dalam mengawal proses pembangunan,” ujarnya.
Dikatakannya, seiring perkembangan zaman, pers pun dituntut beradaptasi dengan derasnya arus globalisasi. Bahkan saat ini ancaman tidak hanya berasal dari hal yang bersifat tradisional melalui kekuatan militer atau peperangan. Ancaman dari cyber dan hoax, kini justru menjadi salah satu ancaman utama yang dapat memecah belah bangsa atau lebih dikenal dengan proxy war.
“Di sinilah pers dituntut memainkan perannya sebagai penengah dengan memberikan informasi yang benar dan apa adanya serta yang tidak kalah pentingnya adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat khususnya kepada pemerintah,” kata Aher.
Menurutnya, hal itu tidak berlebihan mengingat banyaknya pemberitaan yang di luar kontrol dan dalam waktu sekejap berita tersebut tersebar luas.
“Dengan kata lain pers harus selalu mempertahankan konsep tabayyun seperti yang selalu saya singgung dalam berbagai kesempatan,” ucapnya.
Ketua PWI Jabar, Mirza Zulhadi mengungkapkan, tahun 2018 ini diwarnai dengan kegalauan media khususnya cetak dalam menghadapi masa depan. Konvensi media masa di Padang pada 9 Pebruari 2018 lalu saat peringatan HPN, menggambarkan kegalauan itu.
“Masyarakat kita sekarang ini seolah sudah mabuk informasi, ada kejenuhan di sana, revolusi digital dan hoax sudah tak terkontrol,” ujarnya.
Tetapi, lanjut dia, bila berbicara fakta, sebenarnya media tidak perlu khawatir terutama pada media mainstrem atau media arus utama. Survei KPI mencatat, 87% masyarakat masih mempercayai berita melalui media televisi. Bahkan, 92% masyarakat tidak mempercayai informasi yang beredar di media sosial.
“Mereka menyukai berita di medsos karena isu-isu, tapi tetap untuk kebenaran mereka mencari media arus utama,” ungkapnya.
Begitu juga hasil survey dari SPS yang menyebut masyarakat masih tetap suka dan percaya pada berita yang tersaji di media cetak.
“Jadi kesimpulannya adalah teruslah berkarya, profesional dan taat kode etik,” ujar Mirza.
Pada peringatan Hari Pers Nasional, PWI Jabar tahun ini mengadakan kejuaraan renang piala Kang Aher dan Pekan Olahraga Wartawan Daerah (Powarda) setelah 30 tahun tidak terselenggara, serta bakti sosial operasi katarak. [SR]***