majalahsora.com, Kota Bandung – Kurikulum merdeka menerapkan Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam metode pembelajarannya.
Hampir semua sekolah khususnya di Jawa Barat mengmplementasikan kurikulum merdeka.
Namun begitu belum merata dilaksanakan di setiap tingkat, sebagian tingkat di sekolah masih ada yang menggunakan kurikulum 2013 (kurtilas).
Terkait implementasi kurikulum merdeka ini, SMPN 56 dan SMPN 58 Bandung sudah menerapkannya dan mengadakan kegiatan Expo P5 ketiga kalinya, secara bersama-sama di kampus SMPN 56, Jalan Pasanggrahan VI No 13, Selasa 20 Juni 2023.
Kepala SMPN 56 Kota Bandung bersama para siswa perempuan
Untuk pelaksanaan Expo P5 kali ini, mengusung tema mengenai menyelesaikan sebuah konflik dalam pertemanan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lainnya.
Acaranya dihadiri oleh Pengawas Pembina SMP Dinas Pendidikan Kota Bandung, Agus Hendra, S.Pd.
Dalam kesempatan ini Agus mengatakan bahwa pada dasarnya P5 merupakan paradigma pembelajaran yang baru. Sepertiganya dari kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan berbentuk projek yang condong pada pengembangan karakter siswa.
Sedangkan di kurikulum sebelumnya lebih mengarah pada kompetensi pengetahuan siswa.
Antusias warga sekolah dalam kegiatan Expo P5
“Ini bagus. Saya baru pertama melihat ada sekolah yang mengambil topik berkaitan dengan konflik. Karena biasanya sekolah lain temanya itu kearifan lokal atau kebhinnekaan budaya. Sehingga di sini nantinya berpikir kritis siswanya akan muncul,” kata Agus, Selasa (20/6/2023).
Menurut Agus, Kepala SMPN 56 dan Kepala SMPN 58 Bandung sudah bekerja sama dengan para orangtua dan komite sekolah dengan baik. Ia menghimbau sekolah ke depannya untuk meningkatkan keterlibatan orangtua mengenai pengembangan karakter siswa.
Salah satu keterlibatannya adalah dalam kegiatan expo yang sedang berlangsung ini.
Ferry Timorachmandi, S.Pd., Kepala SMPN 56 Bandung, menyampaikan bahwa Kegiatan P5 ini merupakan kegiatan bersama antara SMPN 56 dan SMPN 58 Bandung.
Tema Konflik agar siswa bisa memecahkan suatu masalah dan sebagai pribadi solutif
“Kegiatan ini seperti P5 yang sudah-sudah, memperlihatkan bakat minat siswa di suatu bidang sesuai tema yang diambil sekolah. Kebetulan tema sekarang adalah Kebhinnekaan Global,” kata Ferry.
Masih kata Ferry, sub temanya adalah mengenai konflik. Dalam penerapannya, siswa diajarkan untuk menyelesaikan sebuah konflik berdasarkan dimensi-dimensi P5.
Lanjutnya Expo P5 ini merupakan yang ketiga kalinya di tahun 2023. Juga implentasi dari kurikulum merdeka. Sedangkan implementasi kurikulum 2013 masih ada pada kelas VIII dan IX.
Masih dalam kesempatan yang sama Novi Nurhayati, M.Pd., Kepala SMPN 58 Bandung, menambahkan implementasi kurikulum merdeka melalui Expo P5 untuk mengembangkan profil pelajar berdasarkan enam dimensi.
Agi Saeful Malik, S.Pd., Ketua Pelaksana P5
Masih terkait projek, dinilai Kebhinekaan Global, Berpikir Kritis dan Gotong Royong,” kata Novi menjelaskan.
Kegiatan Expo yang diadakan ini kata Novi adalah bentuk apresiasi dari pihak sekolah, semua warga sekolah dan orangtua siswa. Bahwa siswa sudah mendapatkan pembelajaran karakter baik yang diasah selama lima bulan.
Setiap projek P5 dilaksanakan selama lima bulan dan diselenggarakan setiap hari Jum’at.
Sedangkan Agi Saeful Malik, S.Pd., Ketua Pelaksana P5 juga Guru Bahasa Inggris SMPN 56 Bandung, menambahkan bahwa acara Expo P5 ini dilaksanakan selama satu hari dari pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB.
Komplek SMPN 56 Kota Bandung
“Yang ditampilkan dalam Expo ini ada drama kabaret, musikalisasi puisi, seni tari, penampilan bernyanyi dan lainnya. Peserta yang terlibatnya yaitu seluruh kelas VII. Namun ada juga kelas VIII yang ikut membantu sedikit-sedikit,” kata Agi.
Para siswa sebelumnya diberikan materi pembelajaran sejak Februari 2023. Seperti smart games, materi mengenai konflik, observasi, membuat infografis manual digital dan berdiskusi kritis tentang konflik dan pemecahan masalah.
Tujuan dari mengambil sub tema mengenai konflik adalah siswa dapat menjadi pribadi yang lebih dewasa dalam menghadapi sebuah permasalahan dan menambah pengalaman.
“Siswa belajar mengenai konflik ini didasari dari kenyataan. Misalnya mereka belajar dari konflik di lingkungan sekitar mereka. Ada yang dari lingkungan rumahnya, tetangganya hingga sekolahnya. Tantangan bagi kami adalah bagaimana kami bisa mengondisikan para siswa terutama saat mengambil data observasi,” kata Agi.
Agi berharap baik siswa maupun para guru dapat lebih memaknai tentang suatu konflik. Konflik bukanlah sebuah masalah yang besar. Justru dengan adanya konflik, ada yang harus dipelajari di dalamnya. Dilihat dari segi manfaat dan dampak tentunya. Sehingga nantinya dapat menjadi bekal bagi siswa dari temuan-temuan yang ada. [SR]***