majalahsora.com, Kota Bandung – Prof. Uman Suherman Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) wilayah IV, Jabar dan Banten memaparkan bahwa para akademisi dan dosen adalah ilmuwan yang sangat berkaitan erat dengan kemajuan dunia industri di tanah air, terlebih di era digital.
Termasuk bagaimana kampus bisa menjalin kedekatan dengan dunia industri itu sendiri.
Karena menurutnya segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia industri, seperti cara berpikir serta pola pikir, dihasilkan oleh para akademisi, melalui penelitian-penelitian yang ada.
Hal itu ia paparkannya usai menjadi keynote speaker atau pembicara utama pada kegiatan konferensi internasional secara daring yang dihelat oleh Universitas Widyatama (UTama), Rabu, tanggal 14 Oktober 2020.
Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M.SI., Rektor Universitas Widyatama didampingi para Warek-nya
Gelaran yang diberi nama International Conference on Business Policy and Sciences (ICBPS) yang ketiga ini, berlangsung hingga tanggal 15 Oktober 2020.
Dengan kajian-kajian itu memungkinkan untuk membuat sebuah regulasi bagi ekonom-ekonom yang ada di tanah air.
“Makanya dunia bisnis tidak akan bisa berjalan tanpa ilmu. Sebaliknya tidak bisa mengkaji ilmu tanpa ada praktek. Oleh sebab itu mendekatkan dunia akademik dengan industri menjadi sebuah keharusan,” kata Prof. Uman, di kampus Universitas Widyatama, Jalan Cikutra No 204-A, Kota Bandung.
“Regulasi pertama para dosen melakukan tridarma perguruan tinggi. Yang kedua kebijakan kampus dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh dosen harus bisa dimanifestasikan dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat,” kata Prof. Uman.
Ia menambahkan bagaimana pun tingkat relevansi yang ada di kampus bisa mengantisipasi permasalahan yang terjadi di masyarakat.
“Hal Itu bisa dilakukan manakala dosen melakukan penelaahan yang lebih dalam,” kata Prof. Uman.
“Seperti sekarang serba digital. Tadi saya paparkan bahwa dulu pedagang itu hanya nagog (nunggu pembeli), terus door to door, kemudian delivery order. Maka sekarang toko bisa saja tutup tapi bisnis berjalan dengan dunia digital melalui bisnis online. Pertanyaan yang muncul siapa yang mengembangkannya? Bukan orang bisnis melainkan para akademisi yang dimanfaatkan pada dunia industri,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan tinggal bagaimana nanti harus ada kebijakan dari kampus pada saat penelitian yang mengacu kepada kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Tidak terkecuali kebijakan-kebijakan yang ada di pemerintahan, khususnya yang menyangkut ekonomi dan bagaimana penelitian itu dilakukan.
Pada kegiatan itu sedikitnya ada sekitar 122 paper dari peserta ICBPS. Papernya merupakan hasil penelitian bisnis, manajemen, akuntansi, teknik dan lainnya. Tulisan itu merupakan kolaborasi antara dosen UTama, perguruan tinggi yang ada di tanah air serta dosen dari mancanegara, dipublikasikan pada jurnal internasional yang terindek Scopus.
Pada ajang itu selain Prof Uman, Prof. Dr. Norzaidi Mohd Daud, dari Universiti Teknologi MARA, Malaysia menjadi pembicara utama juga.
Adapun perguruan tinggi yang turut serta adalah Oxford University (Inggris), Harvard University (Amerika Serikat), IUMW, UiTM dan UPN (Malaysia), University De La Salle Lipa (Philipina), Korea University (Korea Selatan), University of Tokyo (Jepang), ITB, UPI, Mercu Buana, Sangga Buana, Trunojoyo Madura, Unpad, Unpas, UGM, Telkom, dan Brawijaya Malang (Indonesia).
Saat ditanya mengenai pentingnya paper para dosen yang dipublikasikan pada jurnal internasional dan terindek Scopus, ia mengatakan bahwa hal itu tidak hanya menyangkut Scopus atau jurnal yang memiliki reputasi, namun yang terpenting bahwa orang Indonesia itu bisa sejajar dengan bangsa yang lain.
Sementara itu Prof. Obsatar Sinaga, Rektor Universitas Widyatama mengatakan, di mancanegara perkembangan dunia industri sudah melewati era 4.0 dan menerapkan society 5.0,
Oleh sebab itu, kata Prof. Obi, sapaan akrabnya, UTama terus melakukan upaya kolaborasi, antara dunia industri dengan sains. Termasuk menggelar konferensi internasional tahunan ICBPS secara rutin.
Hal itu merupakan upaya untuk mengkolaborasikan dunia industri dengan para sainstis.
Ia menambahkan pada ajang itu dibahas mengenai perkembangan industri saat ini dengan menghadirkan para praktisi, sekaligus membuat penelitian-penelitian yang arahnya kepada kolaborasi.
“Ada permintaan kegiatan ini dilakukan enam bulan sekali. Makanya saya minta kepada panitia bisa enggak dilakukan enam bulan sekali,” kata Prof. Obi.
Mengingat kegiatan tersebut sangat membantu bagi dosen, terlebih untuk kenaikan pangkat mereka dengan persyaratan jurnal internasional terindek Scopus.
Di samping itu, kata Prof Obi, konferensi tersebut membantu mahasiswa program doktoral dan magister yang sedang menempuh ujian akhir dan harus dipublikasikan di jurnal internasional .
“Dalam konferensi ini tempat mereka untuk mempresentasikan (paper). Dalam konferensi 100% dirterbitkan di jurnal internasional dan terindek Scopus,” kata Prof Obi.
Pihaknya pun membuka pintu selebar-lebarnya bagi perguruan tinggi yang ingin melakukan kerjasama dan kolaborasi, sekaligus membantu dalam hal publikasinya. [SR]***