majalahsora.com, Kota Bandung – Prof Obsatar Sinaga, Rektor Universitas Widyatama (UTama) juga Guru Besar FISIP Universitas Padjadjaran (UNPAD), angkat bicara terkait pernyataan rasis Arteria Dahlan, agar Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) yang menggunakan bahasa Sunda dalam sebuah rapat dicopot.
Kasus tersebut bermula dari kritik yang disampaikan Arteria dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan Agung, Senin (17/1/2022).
Arteria Dahlan yang merupakan anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan itu meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin mencopot seorang Kajati itu.
Masyarakat luas, khususnya tokoh dan orang Sunda pun bereaksi keras agar Arteria Dahlan meminta maaf.
Menurut Prof Obi, sapaannya, terkait kasus tersebut, pernyataan Arteria di dalam forum resmi kenegaraan, bahwa hal itu menunjukan sikap kekanak-kanakan dari seorang wakil rakyat yang seharusnya menunjukan sikap kenegarawanan.
Tidak memiliki rasa malu duduk sebagai wakil rakyat, tapi tidak memahami kekayaan budaya bangsa dari unsur bahasa.
Menunjukan sikap kesombongan dari seorang pejabat negara yang tidak pantas mengusulkan pergantian Kajati, hanya karena ketidaksukaan pada satu suku atau bahasa.
(Universitas Widyatama, kampus berkualitas, PTS No 1 di Kota Bandung, info klik https://pmb.widyatama.ac.id/)
Upaya penghinaan dan tindakan memecah belah atas suku, agama, ras dan bahasa tertentu yang ditunjukkan oleh seorang anggota DPR RI, yang semestinya menjaga keutuhan NKRI.
Meresahkan masyarakat dengan pernyataan terbuka tersebut, dan tidak ada keinginan untuk menyadari kesalahannya serta meminta maaf sampai berlarut larut.
Menilik poin-poin tersebut, kata Prof Obi, Arteria Dahlan sudah layak diseret ke ranah hukum. Harus dilakukan tindakan hukum sebagai kontrol sosial atas tindakan salah tersebut.
“Jangan karena yang bersangkutan berada di komisi tiga yang menangani masalah hukum dan mengatur anggaran bagi aparat hukum, mulai dari KPK, kejaksaan sampai kepolisian, jadi merasa kebal hukum,” kata Prof Obi, Jum’at (21/1/2022).
“Masyarakat Sunda itu pemaaf dan selalu mengikuti syariat agama. Tapi kondisi ini tidak dimanfaatkan oleh Arteria. Sehingga berlarut-larut dan makin menajam. Sudah waktunya, kita memberikan pelajaran kepada masyarakat dengan menggunakan ranah hukum,” tegas Rektor, berdarah Sunda Batak.
Kejadian tersebut juga, menurut Prof Obi menjadi pembelajaran kepada partai untuk merekrut kader-kader calon anggota DPR agar diseleksi, diberikan pendidikan politik yang cukup, supaya tidak asal bicara tidak terdidik seperti Arteria Dahlan.
“Bangsa ini terbentuk karena perbedaan dan kita pupuk dan jaga sebagai kekayaan bangsa. Tidak layak kalau kemudian dipaksakan perbedaan itu jadi bahan perpecahan apalagi datang dari seorang anggota DPR,” kata Prof Obi yang pernah menjadi Ketua Tim Promotor Megawati Soekarnoputri, Presiden RI ke-5, meraih gelar Doktor Honoris Causa dari UNPAD, tahun 2016.
Ia pun memaparkan, jika PDIP memiliki keberanian yang tinggi, ini merupakan momen untuk menaikkan elektabilitas, dengan memberhentikan Arteria Dahlan dari DPR.
Sebab pernyataan Arteria bukan unsur ketidaksengajaan, tetapi sistematis. Kata-kata penghinaan bahasa Sunda itu disertai dengan perintah pemberhentian Kajati Jabar. Oleh sebab itu permintaan maaf saja tidak cukup. [SR]***