majalahsora.com, Kota Bandung – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sebagai orang pertama yang ikut disuntik vaksin Sinovac Biotech Ltd, buatan Cina di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (13/1/2021).
Program vaksinasi COVID-19 di Indonesia mulai dilakukan secara serentak. Tujuannya tidak lain untuk memutus rantai penyebaran pandemi COVID-19.
Prof. H. Obsatar Sinaga, Rektor Universitas Widyatama Kota Bandung pun angkat bicara, terkait orang nomor satu di Indonesia itu ikut dalam program awal vaksinasi.
Menurutnya karena divaksin, jangan sampai Jokowi merasa jadi heroik. Jangan ada kesan seolah-olah vaksin ini berbahaya.
Ia menambahkan tidak perlu seorang presiden bersikap heroik seperti itu, yang terpenting itu justru vaksin segera ada untuk masyarakat keseluruhan. Dan sedari awal menyakinkan masyarakat bahwa vaksinnya dijamin aman dan halal.
“Bukan kemudian mengambil sikap heroik saya ini memberi contoh duluan. Kita juga tidak tahu bukan dokter, jangan-jangan yang disuntik itu vitamin c,” kata Prof. Obi, biasa disapa, usai memberikan kuliah umum mengenai “Industri Media Televisi” secara virtual, kerjasama dengan ANTV, Rabu (13/1/2021).
“Yang kedua kalau dia bersikap heroik kemudian menimbulkan efek negatif, nggak bagus karena dirinya merupakan simbol negara. Saya kira nggak usah begitu gitu amat,” imbuhnya.
Sepengetahuan dirinya vaksin untuk virus, nggak pernah bisa efektif 100%.
“Saya pernah disuntik vaksin flu waktu saya berangkat ke luar negeri, tapi tetap kena flu juga. Menurut saya vaksin untuk virus nggak terlalu maksimal,” jelasnya.
Harusnya, menurut Rektor Universitas Widyatama, Jokowi bisa meniru sahabat Nabi Muhammad SAW, Umar bin Khattab.
“Di mana kalau rakyatku lapar, aku duluan yang lapar, kalau rakyatku kenyang biar aku belakangan. Jadi kalau misalnya, Umar Bin Khattab bilang begitu, berarti harus nya Pak Jokowi ini untuk keselamatan rakyat biar lebih duluan jangan saya yang duluan,” katanya.
Dirinya juga berpendapat bahwa paling betul harusnya segera ditemukan obatnya. Karena kalau sudah ada obatnya pasti masyarakat juga tenang.
“Kenapa bisa ada yang kena virus tersebut dan diobati sembuh, maka masyarakat juga akan lebih tenang,” kata Prof Obi.
Ia memberikan contoh kala ada yang terkena malaria diobati oleh kina dan tidak divaksin malaria tapi obatnya ada dari kulit kina. Demikian juga sakit cacar ada obatnya.
“Kalau ada obatnya kita lebih tenang daripada repot-repot bicara mengenai vaksin,” paparnya.
Di samping itu menurut Prof Obi, kenapa bangsa kita selalu menggunakan logika kedokteran. Padahal ada obat tradisional yang selama ini digunakan masyarakat untuk menyembuhkan suatu penyakit dan kita punya bahannya.
Termasuk untuk menurunkan panas badan gara-gara typus, dengan menggunakan rebusan air cacing.
“Saya dulu waktu kecil panas badan, dikasih rebusan obat cacing oleh Bapak saya. Dalam waktu tidak terlalu lama panas tersebut turun. Bapak saya bilang dulu juga sama orangtuanya diberi rebusan cacing. Turun temurun begitu, juga kepada anak saya sekarang begitu,” kata Prof Obi.
“Ada anak saya juga yang sekolah di kedokteran, dikasih rebusan cacing waktu panas badannya, alhamdulilah sembuh. Setelah sembuh saya tanya kamu tahu nggak apa yang diminum itu. Kata anak saya, nggak, godokan cacing mana mungkin, karena belum diteliti. Ya kelamaan,” pungkasnya. [SR]***