majalahsora.com, Kota Bandung – Usaha Komisi II DRI-RI, meminta Joko Widodo Presiden RI mengeluarkan perintah pengganti undang-undang atau Perppu tentang pengunduran pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 di masa pandemi COVID-19, namun hal itu oleh presiden ditolak, dan keukeuh dilaksanakan di 270 daerah, yaitu di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Padahal banyak kalangan masyarakat dan berbagai pihak seperti Komnas HAM, PBNU, Muhammadiyah dan lainnya mendesak agar pemerintah menunda Pilkada serentak yang dihelat Desember mendatang. Tidak terkecuali para akademisi, tokoh dan masyarakat di daerah. Hal itu tidak lain untuk mencegah penyebaran COVID-19 lebih masif.
Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP., M. Si., Rektor Universitas Widyatama yang juga pakar ilmu politik angkat bicara. Menurutnya kalau presiden sudah membuat keputusan agar Pilkada serentak tetap dilaksanakan tanggal 9 Desember 2020, maka akan sulit dirubah. Hal itu pun kata Prof. H. Obi, sapaan akrabnya, telah disampaikan oleh Fajroel Rachmah juru bicara presiden. Namun tidak disebutkan alasan penolakannya.
“Tadi saya juga bicara dengan Pak Ahmad Doli Kurnia Ketua Komisi II DPR-RI, keputusan tersebut sudah tidak bisa dirubah. Presiden mengatakan lanjut ya ikut lanjut,” kata Prof. H. Obi, Senin (21/9/2020) malam, melalui sambungan telepon.
Karena menurutnya peraturan pemerintah pengganti, harus dibuat undang-undang baru melalui DPR, namun prosesnya panjang dan tidak cukup waktu.
“Tinggal sekarang bagaimana caranya mengatur agar Pilkada itu dilaksanakan seketat mungkin di masa pandemi. Ada tiga pihak yang memegang peran kuncinya yaitu pemerintah, DPR-RI dan KPU untuk membuat regulasi penerapan protokol kesehatan yang ketat di masa kampanye dan waktu pencoblosannya,” tegas Prof. H. Obi.
Tujuannya tidak lain untuk menghindari hadirnya klaster baru dalam proses Pilkada serentak, baik itu saat kampanye maupun dalam pemilihan suaranya.
“Yang menjadi masalah apakah Bawaslu bisa memastikan agar protokol kesehatan itu berjalan dengan baik. Namun kelihatannya hal itu agak sukar,” tegas Prof. Obi.
“Pokoknya harus tegas membuat aturan dan ancaman dengan melakukan diskualifikasi kepada calon yang tidak mematuhi protokol kesehatan,” tambahnya
Ia menambah bahwa paling memungkinkan KPU membuat peraturan yang lebih tepat, baik itu saat kampanye maupun saat pelaksanaan Pilkada serentak. Kemudian dijalankan oleh Bawaslu.
“Apabila Pemilukada serentak tetap dilaksanakan Desember 2020, berharap pada bulan Januari vaksin betul-betul ditemukan,” pungkasnya. [SR]***