majalahsora.com, Bandung – Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan mengaku prihatin atas peristiwa meninggalnya siswa kelas 2 SD yang diduga bertikai dengan teman sekelasnya di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Longkewang, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pada Selasa (8/8/2017) kemarin.
Netty mengungkapkan bahwa hingga saat ini P2TP2A Provinsi Jawa Barat terus berkoordinasi dengan P2TP2A Kab. Sukabumi untuk mendapatkan kejelasan peristiwa tersebut. “Sejak dua hari kebelakang pihak kami terus berkomunikasi dengan P2TP2A Kab. Sukabumi dan alhamdulillah sudah ada informasi yang lebih jelas lagi,” katanya di Kota Bandung, Jumat (11/8/17).
Sebelumnya, korban diberitakan meninggal di halaman sekolah setelah bertikai dengan teman sekelasnya, namun pihak sekolah membantah hal tersebut. Korban disebut ‘hanya’ dilempar minuman beku dan mengenai telinganya.
“Ada hal-hal yang perlu diluruskan terkait peristiwa tersebut, betul ada perkelahian antar siswa satu dengan siswa lainnya namun setelah divisum ternyata korban menderita kelainan pada pembuluh darah di otaknya sehingga terjadi pembekuan, hal tersebut mengakibatkan terhambatnya aliran oksigen ke otak dan korban jatuh pingsan saat kejadian terjadi. Bukan karena pukulan, tonjokan, atau kekerasan lainnya,” ungkap Netty.
Netty menjelaskan mungkin karena kaget, korban lalu jatuh tidak sadarkan diri. “Jadi ketika korban jatuh dan pingsan, pelaku yang juga usia anak kelas 2 SD langsung lari panik mencari gurunya. Jadi ini gambaran wajar karena bukan dipojokkan atau adanya pengeroyokan,” terangnya.
Dalam rangka mengimplemasikan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) Nomor 11 tahun 2012, kebijakan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum harus dipilih sebijak mungkin, adapun anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.
“Inilah tindakan penganganan yang dilakukan P2TP2A dan Pemda Kabupaten Sukabumi, sehingga setiap masalah yang mengakibatkan masalah baru dikemudian hari bisa diantisipasi sejak dini.”
Tak hanya itu, Netty juga menghimbau agar masyarakat yang tidak tahu duduk perkaranya tidak membentuk opini sendiri dan melakukan penghakiman secara masif terhadap pelaku sebelum mengetahui apa yang melatarbelakangi kejadian tersebut.
“Sebuah kejadian yang sudah jatuh keruang publik seperti media sosial dan kemudian jadi viral tentu akan membangun opini. Betul bahwa negara kita negara hukum, negara yang punya berbagai landasan konstitusional dan undang-undang, peraturan juga harus ditegakkan. Tapi tetap saja kita juga harus melihat bagaimana prinsip restorative justice yang ada dalam UU SPPA sehingga kita tahu bagaimana cara memperlakukan korban dengan keluarganya dan pelaku yg masih usia anak sehingga persoalan ini tidak melebar,” tutup Netty. [SR]***