Netty Heryawan saat diwawancara awak media
majalahsoracom, Kota Bandung – Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan mengaku prihatin atas peristiwa meninggalnya AM siswa kelas 5 Sekolah Dasar (SD) Mekarjaya yang bertikai dengan pelaku AR siswa kelas 5 Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ciapus 2 di SDN Ciapus 2 Banjaran, Kabupaten Bandung pada Sabtu (25/11/17) lalu.
Ditemui di Bandung, Netty mengungkapkan hingga kini timnya terus melakukan koordinasi dengan P2TP2A Kab. Bandung untuk terus memonitor perkembangan kasus tersebut.
“Terakhir saya menghubungi Ketua Divisi Advokasi dan Penanganan P2TP2A Provinsi Jawa Barat untuk terus melakukan koordinasi dengan P2TP2A Kabupaten Bandung, karena kita memang ingin membangun sebuah semangat kemandirian. Jadi kalau di Kabupaten sudah memiliki P2TP2A kita biasanya menanyakan apa kasusnya kemudian apakah sudah siap dengan penanganannya,” ungkap Netty, Senin (27/11/17).
Sebelumnya diberitakan, bahwa peristiwa yang berujung maut itu, terjadi sekitar pukul 09.00 WIB saat pelaksanaan lomba Hari Guru itu berawal saat tim sepak bola korban AM dan pelaku AR akan bermain bola di lapang belakang SMK PGRI.
Kembali Netty mengungkapkan bahwa tindak lanjut dalam kasus ini tidak bisa disamakan dengan penanganan pada kasus kekerasan yang dilakukan orang dewasa karena ada hal-hal yang harus dijaga agar nantinya tidak membuat pelaku trauma secara psikologis.
“Dalam konteks ini kan pelaku dan korbannya anak sehingga yang harus didorong pada P2TP2A Kab. Bandung adalah mengadvokasi penanganan kasus ini dengan menggunakan undang-undang SPPA Nomor 11 Tahun 2012. Ketika kita mendapati kekerasan dilakukan oleh usia anak dan korbannya pun anak maka memang harus disiapkan perangkat penegak hukum yang memang memiliki perspektif atau cara pandang yang baik tentang anak,” jelasnya.
“Nanti ruangannya, petugasnya, tidak membuat takut, tidak ada sorotan kamera, tidak ada ekspose (gelar perkara). Dan yang pasti tentu kalimat dan cara tertentu yang biasa dilakukan untuk pelaku dewasa itu harus dihindarkan,” sambung Netty.
Pendampingan psikologis juga akan dilakukan tim P2TP2A untuk mencegah tindakan anarkis karena banyaknya kasus persekusi yang terjadi di masyarakat. “Pendampingan ini dilakukan kepada keluarga korban dan keluarga pelaku. Termasuk juga pendampingan psikologis pada pelaku, agar pelaku tetap mendapatkan hak-haknya sebagai anak yaitu mendapatkan pengajaran, hak pendidikan. Itulah mengapa harus menggunakan UU SPPA,” katanya.
Dalam rangka mengimplemasikan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidanan Anak (UU SPPA) Nomor 11 tahun 2012, kebijakan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum harus dipilih sebijak mungkin, adapun anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar.
Melihat maraknya kekerasan yang dilakukan di lingkungan sekolah, Netty berharap sekolah-sekolah dapat mengiplementasikan PERMENDIKBUD Nomor 82 Tahun 2015 tentang sekolah anak berbasis bebas kekerasan. Karena menurutnya selama ini sekolah-sekolah seluruh Indonesia khususnya Jawa Barat cenderung memilih sekolah ramah anak itu hanya berbasis sekolah sehat dan sekolah lingkungan, sementara sekolah berbasis bebas kekerasan ini jarang diimplementasikan
“Sejak kewenangan diberikan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengelola SMA, dan SMK maka saya dan Dinas Pendidikan sedang memformulasikan PERMENDIKBUD tersebut ke seluruh sekolah di Jawa Barat,” katanya.
“Hal ini penting, karena kekerasan itu seolah sudah menjadi bahasan yang biasa terjadi di lingkungan masyarakat. Hari ini salah satu institusi yang dipercaya mampu meredam kekerasan adalah sekolah. Mudah-mudahan ini menjadi lecutan bagi kepala sekolah, guru, komite sekolah, pengawas untuk bersama-sama melakukan pembinaan terhadap warga sekolah agar kekerasan dalam bentuk apapun itu tidak terjadi,” tutup Netty. [SR]***