majalahsora.com, Kota Bandung – Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, atau yang lebih dikenal sebagai P5, merupakan implementasi dari Kurikulum Merdeka yang dilakukan melalui praktikum.
Kepala Sekolah SMP Indonesia Raya Kota Bandung, M. Arfiansyah, S.Pd., Gr., kepada majalahsora.com menyampaikan bahwa P5 di sekolah yang dipimpinnya memiliki dua tema, yaitu “Suara Demokrasi” untuk kelas VII hingga IX, dan “Gaya Hidup Berkelanjutan” yang khusus diperuntukkan bagi kelas IX.
Dalam P5 dengan tema “Suara Demokrasi”, kegiatan utama yang dilakukan adalah pemilihan Ketua OSIS dengan pendekatan demokrasi. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 10 Oktober 2024, lalu dalam rangka gelar karya. Sebelumnya materi P5 ini diberikan dalam kelas selama dua minggu dengan sistem blok.
Kepala SMP Indonesia Raya Kota Bandung, M. Arfiansyah, S.Pd., Gr
Arfi sapaan akrab Kepala SMP Indonesia Raya Kota Bandung menjelaskan, bahwa ini adalah P5 kedua dengan tema tersebut. Sebelum adanya P5, SMP Indonesia Raya rutin menyelenggarakan Pemilihan Umum Raya (Pemira) setiap tahun, di mana pemilihan Ketua OSIS menjadi kegiatan inti.
Namun, dalam dua tahun terakhir ini, Pemira diintegrasikan menjadi bagian dari P5.
Peserta P5 terdiri dari kelas VII, VIII, dan IX, dengan total 83 siswa. Untuk siswa kelas VII, fokus utama adalah bagaimana melaksanakan pemilihan secara baik dan benar. Siswa menilai calon Ketua OSIS berdasarkan cara berdebat serta menganalisis dari sudut pandang masing-masing mengenai kualitas para calon.
Suasana pembelajaran di SMP Indonesia Raya Kota Bandung, sekolah top di daerah Surya Sumantri
Siswa juga diminta untuk menilai akhlak calon Ketua OSIS berdasarkan cara mereka bersosialisasi serta cara mereka menyampaikan pendapat, visi, dan misi. Selain itu, siswa kelas VII juga diberi kesempatan untuk berperan sebagai petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah menerima materi pelatihan. Setiap siswa ditugaskan di tempat pemungutan suara (TPS) yang telah disediakan di setiap kelas.
“Siswa sangat antusias. Mereka berkomentar, ‘Oh, jadi begini cara pemilihan Ketua OSIS, dan inilah cara kita berdemokrasi.’ TPS dibuat oleh tim KPU, dimulai dari pendaftaran, pengisian absen, duduk, dan pemanggilan hingga pencoblosan. Mereka bahkan mencelupkan jari ke tinta, mirip seperti pemilihan presiden dan kepala daerah beberapa waktu lalu,” ungkap Arfi, saat ditemui di ruang kerjanya, Jalan Surya Sumantri No 33 B, Jum’at (6/12/2024).
Selain itu, Arfi menjelaskan ada perbedaan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya, suara guru masih diikutsertakan dalam pemilihan dengan proporsi 70 persen suara siswa dan 30 persen suara guru. Namun, setelah evaluasi, hal ini dianggap kurang adil bagi calon Ketua OSIS dan siswa lainnya. Kini seluruh suara dalam Pemira sepenuhnya berasal dari siswa tanpa campur tangan suara guru.
Siswa SMP Indonesia Raya Kota Bandung dididik untuk menjadi generasi hebat
“Ketua OSIS yang terpilih pasti dari kalangan siswa kelas VIII. Saat ini, tidak ada lagi pilihan dari titipan guru. Semua siswa mengikuti pemilihan secara serentak, dimana siswa kelas VII dan IX secara murni memilih Ketua OSIS melalui metode yang telah dilalui,” tambah Arfi.
Metode yang diterapkan mencakup debat, orasi, dan kampanye. Para calon Ketua OSIS menyampaikan visi dan misi mereka, yang juga menjadi bagian dari kriteria penilaian. Siswa kelas VIII menjadi pusat perhatian dalam kegiatan ini, di mana mereka dinilai berdasarkan kreativitas masing-masing calon dan timnya. Setiap calon Ketua OSIS memiliki ciri khas saat tampil di depan umum, namun tetap dalam batas kesopanan dan konteks yang sesuai.
Pelaksanaan pemira sebagai bagian dari P5 berlangsung lancar, sukses, aman, dan tertib. Meski demikian, para siswa yang kritis juga menyampaikan beberapa aspirasi kepada Arfi, terutama terkait penggunaan teknologi.
“Siswa ada yang mengkritik, bertanya mengapa di era modern ini, polling masih dilakukan secara manual dengan kertas. Saya pikir pertanyaannya relevan. Mengapa tidak?” ungkap Arfi.
SMP Indonesia Raya, berada di Jalan Surya Sumantri No 33 B, Kota Bandung
Ia menjelaskan kepada siswa bahwa di Indonesia terdapat beragam budaya dan wilayah dengan akses teknologi yang tidak merata. Oleh karena itu, penggunaan kertas dianggap sebagai upaya untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan dalam proses pemilihan.
Sedangkan bagi siswa kelas IX, P5 berfokus pada isu pengelolaan sampah. Siswa diajarkan tentang cara memilah sampah. “Dinas sudah menyarankan agar sampah yang dikirim ke tempat pembuangan sementara (TPS) adalah sampah residu. Oleh karena itu, kita mulai memilah sampah di sekolah, terutama untuk siswa kelas IX yang sudah memiliki pemahaman sebelumnya,” jelas Arfi.
Dalam mengolah isu sampah, Arfi juga merencanakan kerja sama dengan Karang Taruna setempat untuk memilah sampah menjadi produk yang bermanfaat, seperti kerajinan. Rencana kerja sama ini akan dijalankan pada semester dua mendatang.
“Di semester dua nanti, kita juga akan melaksanakan P5 dengan tema Kearifan Lokal. Para siswa akan berkunjung ke Kampung Cireundeu untuk melihat keberagaman budaya dan kebiasaan yang ada di sana,” pungkas Arfi. [SR]***