Kebudayaan merupakan kata yang sering diucapkan tapi tidak mudah mengartikannya. Mari kita lihat makna kata kebudayaan sebagaimana disebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V versi digital.
Ada dua pengertian yang dicatat dalam KBBI tersebut.
1. Hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat;
2. keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
Kedua pengertian tersebut meskipun agak panjang tetap saja masih tidak terlalu mudah untuk memahaminya. Yang dimaksud sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) pasti memerlukan penjelasan yang lebih luas lagi. Demikian juga dengan maksud yang dikandung dalam pengertian keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial.
Bagaimana pula dengan memahami sejenis atribut kebudayaan yang sudah sangat populer seperti kebudayaan nasional, kebudayaan barat, kebudayaan timur serta kebudayaan daerah. Meskipun sama-sama berada di belahan bumi sebelah timur, kebudayaan melayu tidak bisa disamakan begitu saja dengan kebudayaan cina atau kebudayaan Jepang.
Kita juga mengenal pemilahan kebudayaan kuno dengan kebudayaan modern. Kebudayaan kuno biasanya berhubungan dengan kebudayaan Mesopotamia, kebudayaan Mesir kuno, kebudayaan India kuno atau kebudayaan Aztec. Sementara kebudayaan modern titik telaahnya pada kebudayaan barat, terutama kebudayaan Eropa dan Amerika Serikat.
Kita juga mengenal kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah. Yang dimaksud kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang dianut oleh daerah-daerah tertentu. Karena ragam daerah di Indonesia cukup banyak maka demikian pula dengan kebudayaannya. Sementara kebudayaan daerah tidak bisa disederhanakan dengan wilayah geografis pemerintahan. Di Jawa Barat misalnya ada yang dikategorikan sebagai kebudayaan Priangan ada pula yang disebut kebudayaan Cirebon dan Pantura.
Bagaimana pula dengan kebudayaan nasional. Tampaknya, meskipun sering banyak disebut termasuk di dalam dokumen negara, memaknai kebudayaan nasional masih menjadi persoalan. Ki Hadjar Dewantara yang menjadi pendiri perguruan Taman Siswa dan Menteri Pendidikan pertama RI mencoba merumuskannya sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah. Tapi bagaimana menentukan puncak-puncak kebudayaan daerah tersebut? Pihak mana yang berwenang menentukannya? Sederhananya, puncak kebudayaan daerah di Jawa Barat itu yang mana? Jika dikatakan kebudayaan Priangan, warga Cirebon tidak akan menerima begitu saja.
Realitasnya sempat terjadi ketika harus merumuskan bahasa daerah di Jawa Barat. Sebelumnya pendapat umum mengatakan bahwa bahasa daerah di Jawa Barat adalah bahasa Sunda. Tapi ketika pemerintah daerah provinsi akan menyusun peraturan daerah tentang hal itu, muncul usulan baru karena bahasa Cirebon dan bahasa Melayu Betawi menuntut legalitas. Akhirnya terjadi kompromi ketiga bahasa daerah tersebut dicantumkan sebagai bahasa daerah di Jawa Barat. Masalahnya belum selesai karena bahasa Indramayu pun menginginkan legalitas yang setara.
Jika bahasa diartikan sebagai bagian integral dari kebudayaan kasus yang terjadi di Jawa Barat seperti di atas menunjukkan bahwa penetapan kebudayaan daerah bukan sesuatu yang sederhana dan mudah dilaksanakan. Di wilayah Jawa Tengah bagian barat, khususnya di wilayah Banyumas ada beberapa kecamatan yang sehari-hari menggunakan bahasa Sunda. Sedangkan bahasa Banyumas sendiri minta dilegalkan bukan bagian dari bahasa Jawa.
Kerumitan masalah akan makin berkembang jika praksisnya berkaitan dengan materi pengajaran di sekolah. Ketika Perda yang memastikan bahasa daerah di Jawa Barat sudah diterbitkan, kalangan pendidik di wilayah Pantura agak kelabakan. Jika Perda mesti segera dilaksanakan, buku ajar harus secepatnya diterbitkan padahal sebelumnya belum pernah ada.
Padahal pendidikan kebudayaan di berbagai jenjang pendidikan, mulai tingkat dasar sampai tingkat tinggi, sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan kebudayaan itu sendiri. Bagaimana kebudayaan nasional akan dapat diwujudkan jika aspek pendidikannya tidak jelas.***