Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedangkan dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai kekasih-Nya (Alquran 16: 120-123).
Bagian dari ayat Alquran itulah yang digunakan oleh Dr Jerald F Dirk untuk memberi judul bukunya tentang Nabi Ibrahim as, “Ibrahim Sang Sahabat Tuhan” (Serambi, 2004. Judul aslinya Abraham, The Friend of God, 2002).
Jerald F Dirk sendiri adalah sarjana filsafat dengan predikat cum laude dari Harvard University, juga master teologi dengan predikat cum laude. Dibesarkan dalam keluarga agama Kristen yang taat, dia memperoleh izin untuk melakukan khutbah dan menjadi pendeta resmi Gereja Metodis Bersatu. Setelah memeluk Islam namanya menjadi Haji Abu Yahya Jerald F Dirk.
Dengan pengalaman keagamaan yang demikian kaya, dia membaca kisah Ibrahim berdasarkan sumber-sumber agama Yahudi, Kristen dan Islam. Sebagai muslim dia menerima Alquran sebagai wahyu, sehingga apa yang tercantum dalam Alquran tentang Ibrahim dia jadikan rujukan utama.
Ibrahim sering disebut sebagai moyang tiga agama Samawi, yakni Yahudi, Kristen dan Islam. Penyebutan namanya pun tidak jauh berbeda, Abraham dan Ibrahim. Dia dilahirkan di Uhr, wilayah Mesopotamia (sekarang bagian dari Irak) kemudian melakukan pengembaraan jauh, ke Palestina, Mesir dan Bakkah (Mekah).
Dilahirkan sekitar 5000 tahun sebelum kelahiran Nabi Isa, Ibrahim meletakkan dasar-dasar tauhid, yakni keyakinan tidak ada yang layak disembah selain Allah swt. Antara lain diriwayatkan dalam usianya yang masih belia dia menghancurkan berhala yang menjadi sesembahan orang tuanya. Riwayat yang lain mengisahkan dia dibakar tapi api tidak mampu membakar tubuhnya berkat pertolongan Allah.
Dalam versi Islam diterangkan, bersama putranya Ismail, Ibrahim membangun kembali Kabah di tengah alam yang tandus dan batu semata. Air zamzam dipercaya pertama kali digali oleh Hajar, ibunda Ismail, yang kehausan. Ibadah sa’i, yang menjadi bagian dari ritual umrah dan haji juga mengikuti apa yang pernah dilakukan Hajar ketika bolak-balik berlari kecil mencari air.
Meskipun Ibrahim disebut sebagai moyang tiga agama Samawi, tapi hanya umat Islam yang konsisten melakukan ibadah haji, umrah dan menyembelih kurban. Semuanya berpangkal pada apa yang pernah dilakukan oleh Ibrahim. Melempar jumrah di tiga tempat misalnya, dilakukan oleh Ibrahim ketika melihat sosok setan yang akan menggodanya.
Nabi Muhammad saw memberi contoh yang jelas agar umatnya memuliakan Ibrahim. Selain ibadah haji, umrah dan kurban, manakala kita membaca shalawat kepada Nabi, Ibrahim juga disebut.
Ibadah haji, umrah dan kurban menjadi salah satu ritual utama dalam rangkaian ibadah kaum muslimin. Mengikuti contoh dari Nabi, sampai sekarang umatnya berlomba-lomba melaksanakannya meskipun prosesnya bukanlah sesuatu yang mudah.
Belakangan kita mendengar mereka yang sudah terdaftar ingin melakukan ibadah haji misalnya, terpaksa harus menunggu sampai puluhan tahun. Meskipun demikian, umat menerimanya dengan ikhlas dan sabar. Kalaupun ada protes hanya merupakan riak kecil belaka.
Ibrahim, sebagaimana kita percayai, adalah sosok yang luar biasa berkaitan dengan jalan hidupnya yang sangat ikhlas dan sabar. Salah satu bagian dari rangkaian ibadah haji adalah menyembelih hewan (sapi, unta atau kambing) yang kita bahasakan sebagai kurban. Pangkalnya sendiri adalah bagaimana ikhlasnya Ibrahim manakala menerima perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail, putra yang kelahirannya sangat didambakan. Sesuatu yang sangat luar biasa. Untuk merenungkannya saja kita sebenarnya tidak akan sanggup.
Makna kurban itu sendiri adalah keikhlasan. Benar, kita harus menanggung biaya untuk memperoleh hewan sembelihan, tapi sebagaimana sering dikutip, bukan darahnya yang sampai, melainkan niatnya. Nabi Muhammad sendiri, sebagai pelanjut ibadah Ibrahim yang sangat konsisten mempercontohkannya dalam berbagai kesempatan, berupa anjuran serta tindakan.
Upaya umat Islam sepanjang melaksanakan kurban merupakan sejenis upaya untuk menyegarkan kembali ingatan berkaitan dengan keimanan yang diteguhkan dengan ikhlas serta sabar. Langkah-langkah yang dilakukan Nabi Muhammad selama melaksanakan penyebaran Islam merupakan catatan tentang kesabaran dan keikhlasan. Tidak ada yang diharapkan oleh Nabi sebagai imbalan selain ridha Allah swt. Pedoman Nabi Muhammad adalah keyakinan tentang datangnya pertolongan Allah.***