Setiap tanggal 21 Pebruari, diperingati sebagai “Hari Bahasa Ibu Internasional” yang ditetapkan oleh UNESCO, pada tanggal 17 November 1999. Hal itu upaya untuk melestarikan dan mempertahankan eksistensi bahasa daerah seantero dunia.
Terlebih di era global seperti sekarang, kehadiran bahasa daerah semakin terancam oleh bahasa asing.
Karena bahasa daerah dianggap tidak memiliki peran strategis dalam hal kemajuan ekonomi, perkembangan teknologi dan lainnya. Apalagi apabila pemerintah tidak peduli dan abai terhadap bahasa daerah, termasuk dalam memberikan anggaran.
Padahal bahasa daerah merupakan warisan budaya yang perlu dijaga dan dikembangkan.
Termasuk diajarkan secara formal di sekolah, dari jenjang TK sampai sekolah menengah minimal satu minggu dua jam pelajaran. Bahkan instansi di daerah pun harus menggunakan dalam kegiatan resmi, maupun percakapan sehari-hari.
Di Jawa Barat upaya itu pun sudah dilakukan, dengan membuat peraturan daerah, yaitu Nomor 3 Tahun 2005, kemudian direvisi menjadi Perda Nomor 14 Tahun 2014.
Di sekolah menengah pun sudah dimasukan ke dalam kurikulum, namun ada saja sekolah yang tidak patuh, tidak mengajarkan di setiap jenjang. Bahkan ada juga yang tidak mengajarkan sama sekali.
Di samping itu keberadaan guru bahasa daerah di Jabar, masih dipandang sebelah mata, karena jarang yang diangkat menjadi ASN/PNS seperti guru mata pelajaran lain.
Oleh karena itu semua pihak baik itu orangtua, guru, pemerintah, tokoh, dan masyarakat memiliki peran penting, dalam upaya mengembangkan bahasa daerah di Jabar, baik itu Sunda, Cirebon maupun Betawi.
Lamun teu ku urang ku saha deui, lamun teu ayeuna iraha deui!