Saat selesai menyampaikan materi presentasi program kerja Komite Sekolah kepada para orangtua siswa di sebuah sekolah negeri Kota Bandung, salah seorang peserta menghampiri dan bertanya, “Pak, mengapa sulit sekali untuk membentuk kepribadian atau karakter putra-putri kita saat ini, dibandingkan saat kita masih duduk di sekolah dahulu, terutama disaat kondisi pandemi ini?”. Pertanyaan tersebut cukup membuat saya tercengang dan kaget, mengapa pertanyaan tersebut muncul? Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Sebelum kita menjawab, mari kita pahami arti karakter. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; tabiat; watak. Kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark“ yang artinya menandai dan memfokuskan pada upaya mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne, 1991). Sedangkan menurut Pusat Bahasa Depdiknas, karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
Adapun karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviours), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Menurut Anies Baswedan saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bahwa ada dua hal yang menjadi penguatan karakter peserta didik yaitu; 1. Karakter Akhlak, contoh iman, taqwa, jujur, mudah bergaul, rendah hati, dan lain-lain; 2. Karakter Kinerja yaitu kerja keras, kerja tuntas, pantang menyerah, bekerja tepat waktu, berani mengambil keputusan, dan lain-lain.
Kita tidak ingin putra-putri mempunyai karakter yang jujur, namun malas atau karakter pekerja keras, namun culas (malas sekali/curang). Kita berharap para peserta didik mempunyai karakter akhlak yang diperkuat dengan karakter kinerja. Dalam mempersiapkan masa depan putra-putri kita, selain karakter juga dibutuhkan penguatan kompetensi berupa berpikir kritis, mampu berkreativitas, komunikatif dan kolaboratif.
Selain itu, diperlukan juga penguatan literasi (keterbukaan wawasan pemikiran) melalui literasi baca, literasi budaya, literasi keuangan, literasi science & technology, serta literasi digital. Diharapkan dengan ketiga penguatan tersebut yaitu karakter, kompetensi, dan literasi akan membangun kesiapan dalam menghadapi tantangan global di masa depan.
Mari kita menengok ke belakang sebentar, saat kita duduk dan belajar di Sekolah Dasar dahulu, di mana pendidikan cukup sederhana, namun mudahnya terbentuknya karater yang kuat kepada para peserta didik untuk menjadi manusia yang berproduktivitas tinggi. Hal ini sesuai dengan yang pernah ditanamkan oleh “founding father” (Bapak Pendidikan Indonesia), Ki Hajar Dewantara, yang menekankan bahwa pendidikan tidak hanya diperoleh dari ruang kelas (sekolah), namun juga pembentukan sebuah karakter bagi peserta didik dimulai dari ruang keluarga yang harmonis (rumah), maupun lingkungan masyarakat.
Hal tersebut menjadi landasan bagi kita selaku orangtua dalam mendapatkan pengetahuan, kecerdasann dan wawasan yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam mempersiapkan tantangan di masa depan. Kehadiran keluarga yang harmonis, gotong royong dan komunikatif, sangat membantu terbentuknya karakter peserta didik.
Keberadaan orangtua, guru dan masyarakat akan sangat membantu terbentuknya karakter manusia Indonesia yang beriman, takwa, rendah hati, mandiri, berkemampuan, kreatif dan pantang menyerah terhadap masalah yang dihadapi.
Apalagi dengan kondisi saat ini yang sangat begitu cepat perubahannya (volatility), tidak jelas arahnya (uncertainty), sangat kompleks duduk permasalahannya (complexity), dan tidak tahu lagi membedakan, hal yang benar maupun salah (ambiguity). Bahkan seorang futurities dari Belanda, mengatakan bahwa saat ini lebih tepat sebagai kondisi BANI yaitu “Brittle” (rapuh/ tidak ada harapan); “Anxious” (cemas/ kekhawatiran yang berlebihan); “Non-linear” (tidak berujung dan sulit untuk diprediksi), dan “Incomprehensible” (tidak dapat dimengeri polanya). Mengingat di masa pandemi sangat tidak jelas, kapan akan segera berakhir atau bahkan, dapat meningkat kembali.
Seperti kita ketahui bersama, bahwa pemerintah pusat akan kembali menerapkan bahwa kondisi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level-3 di seluruh Indonesia sebagai bentuk antisipasi semakin tingginya/meningkatnya wabah pandemi COVID-19, terutama dalam mengamankan musim liburan Natal dan tahun baru yang akan berlaku dari tanggal 24 Desember 2021 sampai dengan 2 Januari 2022.
Wabah pandemi ini di beberapa negara Eropa mengalami peningkatan yang signifikan dan telah mencapai kenaikan 10 kali lipat. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan, harus diantisipasi bagi kesehatan dan keselamatan para peserta didik khususnya kekhawatiran para orang tua murid maupun guru. Selaku pengurus komite yang merupakan perwakilan orangtua siswa, senantiasa berupaya untuk mengingat kembali kebijakan sekolah dalam mengantisipasi meningkatnya wabah pandemi COVID-19 di sekolah.
Bahkan Walikota Bandung, Bapak Oded M Danial, baru-baru ini telah mengeluarkan Surat Edaran kepada seluruh pimpinan/penanggung jawab sekolah, agar dapat terus berupaya mengantisipasi melonjaknya kembali COVID-19. Perlu adanya kerjasama dan komitmen yang kuat antara pihak sekolah dengan orang tua dan peserta didik. Selain dibutukan pengetatan dan pengawasan protokol kesehatan, juga dibutuhkan inovasi dan kreativitas dalam moda pembelajaran, baik daring dan luring, maupun blended learning agar pendidikan berkualitas dapat terus berjalan, walaupun kondisi pandemi COVID-19 masih tidak menentu.
Dalam melaksanakan pembelajaran (learning), organisasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) yang mengurusi masalah pendidikan, sains dan kebudayaan UNESCO, menyampaikan bahwa ada empat pilar dalam proses pembelajaran, yaitu: 1. “Learning to know” (belajar untuk mengetahui); 2. “Learning to do” (belajar untuk mengerjakan); 3. “Learning to be” (belajar untuk menjadi diri sendiri); dan 4. “Learning to live together” (belajar untuk hidup bersama, terutama di masa pandemi ini). Hal tersebut sangat relevan dalam memberikan materi pembelajaran bagi peserta didik.
Setidaknya, ada enam ciri peserta didik yang merupakan calon generasi masa depan yang menjadi perhatian utama dalam penyampaian materi pembelajaran, yaitu: 1. peserta didik adalah native digital (warga digital); 2. Memanfaatkan media sosial dalam berinteraksi; 3. Berpikir kritis (critical thinking); 4. Senantiasa memanfaatkan media on-line dalam berkomunikasi dan beraktivitas; 5. Mempunyai budaya yang interaktif (interactive culture); dan 6. Selalu “move on” (bergerak) sesuai keinginan mereka. Oleh karena itu, selaku perwakilan orangtua mengusulkan agar para guru: a. dapat melakukan inovasi, kreatif dan mempunyai teknik pembelajaran yang komunikatif; b. Sebagai kurator (mengumpulkan ilmu-ilmu yang dibutuhkan bagi peserta didik); c. Sebagai teknologis (memberikan pelajaran tentang teknologi); d. “Collaborating” (memberikan pelajaran untuk selalu berkolaborasi, baik dengan teman maupun orang yang berkompeten); e. Sebagai scholar (mampu mengajak peserta didik untuk meraih kesuksesan dalam dunia pendidikan); dan f. Sebagai eksperimenter (senantiasa berupaya melakukan uji coba dalam teknik pembelajaran kepada peserta didik).
Kita bersyukur tinggal di wilayah Jawa Barat yang senantiasa membangun budaya pendidikan melalui setidaknya tiga kecerdasan yaitu Nyakola (kecerdasan intelektual), Nyunda (kecerdasan emosional), dan Nyantri (kecerdasan spiritual). Ketiga bentuk kecerdasan tersebut menjadi modal bagi para peserta didik lebih siap menghadapi tantangan global di masa depan. Kita sangat berharap kepada para peserta didik untuk tidak mudah menyerah dalam menghadapi setiap masalah yang muncul, namun juga dapat memberikan solusi, bahkan ide yang brilian dalam menghadapi setiap tantangan.
Jika melihat informasi dari media masa, sangat miris mendengar bahwa ada seorang guru yang dikriminalisasikan oleh orangtua siswa dikarenakan anak didiknya mendapatkan hukuman berdiri di depan kelas. Juga ada murid yang memfitnah gurunya, dengan mengatakan dipukul, namun sebenarnya hanya dicubit; ditegur oleh guru, malah dikatakan dibully, dan diberikan nasehat malah dibilang dipermalukan. Hal ini sangat memprihatikan dan membuat lemahnya sebuah karakter bagi peserta didik dalam menyikapi kesiapan masa depan, bahkan lebih memprihatinkan hilangnya nilai keberkahan dari Allah SWT, tidak hanya kepada para peserta didik, namun juga bagi orang tua murid.
Selaku pengurus komite, mengajak kembali kepada seluruh orang tua untuk bersama-sama memperkuat kembali nilai-nilai karakter peserta didik, seperti yang telah ditanamkan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan harus bermuara kepada bentuk keteladanan (Ing ngarso sing tuludo); meningkatkan kemampuan dengan semangat yang tinggi (Ing madyo mangun karso); dan mampu mengembangkan kreativitas (Tut wuri handayani). Diharapkan pembangunan karakter yang telah disampaikan Ki Hajar Dewantara, dapat menjadikan semangat, pedoman, dan keyakinan para orang tua murid dan guru dalam membentuk karakter peserta didik dengan kecerdasan dan sesuai dengan akar budaya bangsa Indonesia. Diharapkan peserta didik mampu berkreativitas, mempunyai integritas, berkolaborasi dan ikhlas dalam melaksanakan pembelajaran yang disampaikan guru maupun orang tuanya.
Dengan demikian, diharapakan turunnya keberkahan dan rahmat Allah SWT kepada peserta didik untuk lebih siap menghadapi masa depan yang pantang menyerah, pandai berinovasi, bekerja secara tuntas, mampu mengambil keputusan yang tepat, dan memberikan solusi bagi yang membutuhkan.
Keberkahan inilah yang sering kita lupakan bahwa kesuksesan seorang murid sangat tergantung kepada keikhlasan orangtua dan didikan gurunya, sehingga rahmat Allah SWT selalu turun kepada para peserta didik dengan segala usahanya, serta diharapkan mampu menjadi manusia yang memiliki produktivitas tinggi, berintegritas, bahkan mampu merubah dunia sesuai dengan perkembangan zaman. Kita pun ingat dari sebuah lirik lagu: “hargai guru-mu, sayangi teman. Itulah tandanya, engkau murid budiman!“. Dalam lagu tersebut mengingatkan kita bahwa akhlak yang baik/budiman (di antaranya) harus dapat menghormati guru (dan orang tua), serta menyayangi teman. Hal ini akan membentuk kepribadian dan karakter anak lebih kuat, mandiri, mampu menghadapi tantangan, dan menjadikan manusia Indonesia yang lebih baik, terutama mencapai “Generasi Emas”, bertepatan dengan 100 tahun Indonesia merdeka.
Selamat merayakan Hari Guru Nasional 2021, semoga para guru diberikan kekuatan, kesehatan dan kemampuan dalam melaksanakan pendidikan yang terbaik bagi peserta didik walaupun masih dalam masa pandemi COVID-19. Karena kita yakin, hal yang disampaikan oleh seorang filsuf Yunani bahwa pondasi sebuah negara sangat bergantung kepada pendidikan generasi mudanya. Semoga tahun ini dan mendatang, terutama pada tahun 2045, akan muncul manusia Indonesia berintegritas, berkarakter dan mampu menjawab tantangan global untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik.***