majalahsora.com, Kota Bandung – Bangsa Indonesia memiliki beragam kebudayaan sebagai modal penting dalam membangun dan memajukan peradaban bangsa.
Di samping itu berperan penting dalam menangkal radikalisme, mengingat paham tersebut berasal dari luar Indonesia. Terlebih dengan era globalisasi yang terjadi saat ini, yang didukung kemajuan teknologi.
Terkait hal itu Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Agus Widjojo memaparkan bahwa yang paling efektif dalam menangkal radikalisme yakni kembali kepada jati diri kebudayan Indonesia.
“Seperti gotong royong, musyawarah, saling menghargai dan masih banyak lagi yang menggambarkan kebudayaan Indonesia. Maka ini merupakan salah satu elemen penting dalam menangkal radikalisme,” kata Agus, setelah Seminar Nasional ‘Pemajuan Kebudayaan Ditengah Peradaban Dunia’ di Hotel Grand Pasundan, Jalan Peta, Kota Bandung, Kamis (15/8/2019).
Gubernur Lemhanas Letjen TNI Agus Widjojo sedang memberikan paparannya
Menurut pandangannya pendekatan melalui kebudayaan dampaknya tidak instan, harus berkelanjutan.
Masyarakat harus terus memelihara kebudayan secara proporsional dan sesuai fungsinya.
“Kesenian, tarian, ritual adat seperti pernikahan terus pelihara itu, dan jadikan atribut serta identitas di tempatnya masing-masing. Sehingga dapat menangkal radikalisme yang datang dari luar Indonesia,” imbuh Agus.
Kol. Inf. Yusep Sudrajat menjadi salah satu pemateri seminar mengenai Citarum Harum
Agus menjelaskan bahwa letak negara Indonesia berada di antara dua benua dan dua samudera.
Dengan begitu sudah sejak lama peradaban dunia masuk ke Indonesia, bangsa kita sudah terbiasa bersentuhan dengan bangsa lain dari berbagai belahan dunia.
“Di sini kita harus menjaga jati diri kita, terutama membangun nilai-nilai yang sesuai dengan identitas kebudayaan Indonesia. Lalu menyesuaikan dengan perkembangan yang ada disekitar kita,” ujarnya.
Peserta dari unsur TNI
Pada Kesempatan yang sama Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid mengatakan kepada awak media, perkembangan kebudayaan di Indonesia banyak terhambat oleh banyak hambatan di daerah-daerah untuk menjalankan kebudayaan atau berekspresi, dihadapkan dengan agama maupun kebiasaan masyarakat setempat.
Oleh sebab itu untuk memastikan hal itu bisa berjalan baik, perlu ada batas-batas yang jelas terkait pembagian tugas dan tanggung jawab, baik pihak pemerintah, TNI dan Polri.
“Kita perlu saling tukar pikiran, karena selama ini isu kebudayaan belum banyak dikomunikasikan kepada pihak TNI dan Polri. Tapi kita membuat semua pihak betul-betul paham, sehingga nanti menjalankan tupoksinya dengan sebaik-baiknya,” terangnya.
Pesertanya diikuti oleh unsur Polri, akademisi, budayawan, mahasiswa, dan lainnya
Lebih jauh Hilmar memaparkan, seluruh kota /kabupaten di Indonesia yang berjumlah 514 daerah dapat melaksanakan itu dengan efektif.
Ia pun mengakui ada beberapa daerah yang sudah siap terkait pemajuan kebudayaan tersebut, baik dari SDM, lembaga ,anggaran dan lain sebagainya.
“Jadi untuk memajukan kebudayaan sudah menjadi skala prioritas, maka dibutuhkan koordinasi dari berbagai pihak, terkait SDM, anggaran dan lain sebagainya,” pungkasnya. [SR]***