majalahsora.com, Kota Bandung – Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) IV, Jawa Barat dan Banten, M. Samsuri angkat bicara terkait ramainya permasalahan penarikan ratusan ijazah lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Bandung, tahun 2018 hingga 2023.
Hal itu Samsuri ungkapan saat melakukan jumpa media dalam jaringan (secara virtual), baru-baru ini. Menurut Samsuri, pihak LLDIKTI Wilayah IV, telah melakukan berbagai upaya dan pembinaan agar perguruan tinggi yang ada di bawah naungan LLDIKTI IV, termasuk STIKOM Bandung untuk melakukan budaya mutu dan harus taat azas.
Adapun budaya mutu yang dimaksud terdiri dari tata kelola data perguruan tinggi, terutama mengenai data mahasiswa, seperti Kartu Rencana Studi (KRS), Kartu Hasil Studi (KHS), dan nilai mata kuliah yang terekam dengan sangat baik, juga data proses pembelajaran.
Kata Samsuri itu merupakan esensi utama sebuah perguruan tinggi untuk membangun kualitas. Pasalnya apabila kekuatan data tidak tertib, maka akan merugikan mahasiswa dikemudian hari.
Elemen yang tidak kalah penting dalam mendorong kualitas mutu perguruan tinggi, yaitu mengimplementasikan sistem penjaminan mutu internal (SPMI) di perguruan tinggi itu sendiri. Ini sesuai UU No 12, turunannya yakni Permendikbud No 7 tahun 2020, terakhir Permendikbud ristek No 53 tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, merupakan gabungan dari Permendikbud No 5 dan No 3 tahun 2020.
“Itu semua konsennya penjaminan mutu di perguruan tinggi. Yang utama dimulai dari sistem penjaminan mutu internal perguruan tinggi. Termasuk bagaimana proses perencanaan, pelaksanaan. Mereka juga harus melakukan evaluasi. Kemudian melakukan upaya-upaya untuk melakukan pengendalian, dan juga peningkatan kualitas itu sendiri,” jelas Samsuri, yang menjabat sebagai Kepala LLDIKTI Wilayah IV, sejak Januari 2022.
Kemudian secara eksternal dipotret oleh sistem penjaminan mutu eksternal yang dikenal dengan akreditasi. Lanjutnya LLDIKTI menjadi bagian untuk memfasilitasi dan memotret ketika ada aduan-aduan dari masyarakat juga permintaan pelayanan dari perguruan tinggi.
LLDIKTI dan Kementerian pun melakukan evaluasi kinerja berdasarkan aspek-aspek yang disebutkan tadi, termasuk pengaduan dari masyarakat atau audit dari lembaga yang memiliki kewenangan melakukan audit.
Masih dari keterangan Samsuri, ketika proses evaluasi kinerja itu dilakukan, tujuannya untuk melindungi masyarakat dan perguruan tinggi itu sendiri, untuk melakukan perbaikan-perbaikan secara berkesinambungan.
“Jika tidak mau melakukan perbaikan, daripada merugikan masyarakat, pemerintah bisa mengambil langkah selanjutnya, yaitu menutup perguruan tinggi yang tidak taat azas dan tidak peduli terhadap mutu. Itu yang dimandatkan di Permendikbud No 7,” tegasnya.
Lanjutnya untuk perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat, ketika ada hal-hal yang ditemukan dalam kontek evaluasi kinerja tadi, maka tanggung jawab penuh ada di Badan Penyelenggara atau Yayasan dan pimpinan perguruan tinggi.
Berkaitan dengan lulusan, dan indikasi perguruan tinggi itu taat azas, maka sejak tahun 2021 setiap perguruan tinggi harus menerbitkan nomor ijazah secara nasional.
“Itulah kenapa, kita selalu meminta ketika perguruan tinggi mau meluluskan itu melaporkan ke kami. Meskipun itu tidak ada kewajiban. Ini untuk kita bantu cek and ricek. Ketika itu tidak ada berarti ada potensi pembelajarannya tidak eligible untuk mendapatkan nomor ijazah. Maka masyarakat harus mulai paham bahwa setiap perguruan tinggi itu data mahasiswa harus ada di PDDikti, ketika lulus berstatus lulus dan berijazah secara nasional,” kata Samsuri.
Sementara itu mencuatnya kasus STIKOM Bandung, kata Samsuri itu berdasarkan laporan dari masyarakat yang dirugikan dan terindikasi adanya pemberian nilai mata kuliah yang fiktif dan tidak adanya proses perkuliahan, sehingga dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
Namun untuk jumlah 233 ijazah yang dibatalkan, itu bukan dari LLDIKTI IV, namun setelah pihak STIKOM Bandung melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap eks mahasiswanya.
Sebelum kasus ini mencuat, pihak LLDIKTI IV jauh-jauh hari telah melakukan evaluasi secara rutin, dalam hal pendampingan mutu, di antaranya melalui klinik SPMI dan lainnya, termasuk memberikan layanan fasilitator. Kemudian pada tahap selanjutnya kalau masih ada ketidaktepatan, tim evaluasi kinerja LLDIKTI akan diterjunkan. Seperti dalam kasus STIKOM Bandung, terkait pencabutan ijazah lulusannya, apa yang dilakukan kampus harus benar-benar melihat data yang ada, di antaranya apakah mereka (para lulusan) melakukan proses perkuliahan atau tidak.
Maka dari itu STIKOM Bandung, sebelum mengambil langkah mencabut 233 ijazah para lulusannya, harus mengumumkan terlebih dahulu kepada eks mahasiswanya, untuk dilakukan pengecekan secara detail, menyesuaikan arsip yang ada. Sehingga tidak asal-asalan. Ini semua yang tahu perguruan tinggi bersangkutan, melalui unit penjamin mutu internal perguruan tinggi.
“Justru kami menemukan beberapa indikasi saja, di antaranya ada ijazah yang diberikan kepada seseorang tanpa melalui sebuah proses pembelajaran. Dan juga diketemukan dalam sebuah evaluasi bahwa dan diakui, karena berita acaranya itu juga ditandatangani bersama oleh tim evaluasi kinerja dengan pihak perguruan tinggi tentunya. Ini berlaku juga bagi umum (perguruan tinggi lainnya),” kata Samsuri.
Maka untuk kasus STIKOM Bandung dilakukan proses dan diberikan sanksi administrasi, selain temuan tadi juga prodi lalai melakukan akreditasi (tidak terakreditasi), dan terindikasi tidak melakukan pembelajaran (memberikan ijazah tidak sesuai dengan proses pembelajaran).
Pihaknya pun sudah memberikan kesempatan kepada STIKOM Bandung dengan memberikan perpanjangan waktu untuk melakukan perbaikan-perbaikan, dan sejauh ini sedang melakukan perbaikan.
“Artinya pemerintah memberikan ruang kepada kampus untuk melakukan perbaikan-perbaikan secara menyeluruh, supaya langkah ke depan betul-betul terkelola dengan baik. Mengedepankan mutu supaya tidak merugikan masyarakat,” kata Samsuri.
Apabila STIKOM Bandung, melakukan perbaikan dalam tata kelola PDDikti dan melakukan penguatan-penguatan SPMI, izinnya tidak akan dicabut. Namun tim evaluator LLDIKTI IV, akan melihat kadar perbaikan yang dilakukan oleh STIKOM Bandung, sehingga sanksi yang diberikan sesuai dengan pelanggaran yang ada, dari berat ke sedang, kalau sudah clear maka dilakukan normalisasi dan sanksinya dicabut.
Dirinya pun menjelaskan, sesuai Permendikbud No 7, bahwa kewenangan memberikan sanksi administrasi sedang sampai dengan berat, termasuk pencabutan ijin operasional perguruan tinggi itu merupakan kewenangan dari Kementerian. Sedangkan untuk sanksi ringan berupa teguran diberikan oleh LLDIKTI.
Dalam kesempatan ini, Samsuri berpesan bahwa pemerintah hadir agar perguruan tinggi yang ada menjunjung tinggi tata kelola mutu dan tata kelola taat azas, sehingga bisa dipercaya oleh masyarakat karena memiliki kualitas. [SR]***