majalahsora.com, Kab. Indramayu – Kesehatan merupakan investasi dan modal utama agar kita dapat hidup produktif, bahagia, dan sejahtera. Oleh sebab itu, keberadaan fasilitas sarana kesehatan sangat penting untuk memperluas akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, saat meresmikan Klinik Utama Al Hikmah, Jalan Mayor Dasuki No. 168 Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Sabtu (23/12/17). Oleh karena itu, pihaknya sangat mengapresiasi keberadaan Klinik Utama ini karena bisa memperluas akses pelayanan kesehatan untuk masyarakat
“Kehadiran Klinik Utama Al Hikmah ini sudah sepatutnya kita apresiasi, karena dapat membuka akses yang lebih luas terhadap pelayanan kesehatan, tidak saja bagi warga Pondok Pesantren maupun juga bagi masyarakat di sekitarnya,” ujar Wagub dalam sambutannya sebelum meresmikan klinik tersebut.
“Maka dari itu, Klinik Utama ini sangat strategis dan bisa membantu masyarakat sebaik-baiknya,” tambahnya.
Klinik Utama Al Hikmah ini awalnya merupakan Rumah Bersalin. Namun, karena ingin memberikan pelayanan kesehatam umum maka diubah menjai Klinik Utama hasil kerjasama dengan Pondok Pesantren Miftahul Huda Segeran, Juntinyua, Kabupaten Indramayu.
Fasilitas dan SDM yang tersedia di klinik ini cukup lengkap. Di klinik ini ada lima orang dokter umum lima dan tiga orang dokter spesialis. Ada fasilitas inap sepuluh kamar. Selan itu, fasilitas lainnya seperti dokter umum 24 jam, UGD 24 jam, pengobatan umum, persalinan, USG, apotek 24 jam. Klinik ini pun diharapkan dapat membantu meningkatkan IPM di Kabupten Indramayu.
“Dengan dibangunnya Klinik Utama ini kita harapkan bisa membantu meningkatkan IPM Kabupaten Indramayu,” kata salah seorang pimpinan Klinik Utama Al Hikmah Jatibarang, Kabupaten Indramayu.
Lebih lanjut Wagub juga mengingatkan pada kesempatan ini bahwa ada 4 (empat) faktor utama yang menentukan derajat atau tingkat kesehatan masyarakat. Pertama, lingkungan hidup yang mempengaruhi 45% tingkat derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi salah satu hal yang bisa menjadi indikator sehat atau tidaknya lingkungan hidup. Kedua, yaitu gaya hidup atau perilaku. Seperti budaya olahraga dan pola makan mempengaruhi 30%. Contohnya makanan cepat saji atau fast food yang bisa berdampak buruk pada kesehatan dan bisa menimbulkan penyakit, seperti diabetes, kolesterol.
“Ini penyakit-penyakit gaya hidup semua itu,” kata Demiz di hapadapan parat tenaga medis, tamu undangan, serta masyarakat yang hadir dalam peresmian klinik tersebut.
Hal ketiga yang mempengaruhi tingkat derajat kesehatan manusia, yaitu sarana kesehatan yang mempengaruhi 20%. Dan keempat, hal-hal lain yang bersifat genetik lainnya mempengaruhi 5% tingkat derajat kesehatan manusia.
Untuk itu, Wagub menilai kehadiran klinik juga penting sebagai kunci utama pembangunan kesehatan dari aspek kuratif serta untuk mendukung sistem rujukan secara berjenjang, sehingga dapat mengurangi jumlah pasien ke RSUD.
“Oleh sebab itu, hadirnya klinik ini diharapkan tidak hanya memberikan pengobatan kepada mereka yang sakit (kuratif), tetapi juga dapat menjadi ujung tombak kampanye perilaku hidup sehat kepada masyarakat (Preventif dan Promotif),” pungkas Wagub.
Hal ini juga sejalan dengan upaya Pemerintah melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dengan pendekatan keluarga. Tujuannya untuk mengurangi kesakitan masyarakat akibat penyakit menular dan juga penyakit tidak menular.
Jumlah fasilitas sarana kesehatan di Provinsi Jawa Barat yang terlaporkan kurang lebih sebanyak 33.702 unit, termasuk di dalamnya rumah sakit sebanyak 277 unit. Namun demikian, sebaran rumah sakit di Jawa Barat masih belum merata, sehingga ada daerah yang memiliki lebih dari 30 rumah sakit, tetapi ada juga yang hanya memiliki 1 atau 2 rumah sakit.
Selain itu, Jawa Barat juga masih membutuhkan tambahan sekitar 13.334 tempat tidur, untuk memenuhi standar WHO tentang ketersedian tempat tidur pelayanan kesehatan, yaitu 1 (satu) tempat tidur dipersiapkan untuk 1.000 penduduk.
Ada beberapa indikator kesehatan yang membutuhkan perhatian ekstra dari seluruh stakeholders kesehatan di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Indramayu. Pertama, angka kematian ibu. Dalam kurun waktu tahun 2011-2016 trend kematian ibu di Jawa Barat cenderung fluktuatif, yaitu dari 850 kasus pada tahun 2011, turun menjadi 748 kasus pada tahun 2014, kemudian naik lagi menjadi 797 kasus pada tahun 2016.
Dilihat dari sebarannya, ada 7 (tujuh) kabupaten dengan jumlah kematian ibu tertinggi dan ketujuh daerah ini berkontribusi hingga 50% terhadap angka kematian ibu di Jawa Barat. Tujuh kabupaten dengan kasus kematian ibu tertinggi pada 2016, yaitu Garut (74 kasus), Karawang (61 kasus), Indramayu (60 kasus), Bogor (58 kasus), Sukabumi (51 kasus), Cirebon (47 kasus), dan Bandung (46 kasus).
Kedua, angka kematian bayi. Dalam kurun waktu 2011-2016 trend kematian bayi di Jawa Barat terus menurun, yaitu dari 5.142 kasus pada 2011 menjadi 3.041 kasus pada 2016. Dilihat dari sebarannya, 7 (tujuh) kabupaten dengan jumlah kematian bayi tertinggi dan berkontribusi hingga 50% terhadap angka kematian bayi di Jawa Barat, yaitu Garut (312 kasus), Indramayu (282 kasus), Sukabumi (232 kasus), Tasikmalaya dan Cirebon (masing-masing 197 kasus), Bandung (193 kasus), dan Karawang (169 kasus).
Ketiga, perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) Provinsi Jawa Barat sudah mencapai 0,5458 poin (peringkat 10 nasional). Indramayu juga capaian IPKM-nya sudah baik, yaitu 0,5673 poin (di atas rata-rata Jawa Barat). Namun demikian, Jawa Barat masih lemah dalam aspek perilaku kesehatan masyarakat dengan capaian 0,3457 poin (di bawah rata-rata nasional yang sebesar 0,3652 poin). Demikian juga Kabupaten Indramayu perilaku kesehatan-nya sebesar 0,3304 poin (di bawah rata-rata Jawa Barat). [SR]***