majalahsora.com, Kota Bandung – Sebanyak 12 siswa yang terdiri dari enam siswa SD dan enam siswa SMP, didatangkan ke Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Jawa Barat, Jalan Diponegoro 12 Kota Bandung. Mereka berasal dari beberapa kabupaten/kota dan diinapkan selama empat hari di BBGP, dari tanggal 10-13 Januari 2023.
Para siswa tersebut diundang oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat (BBJB), merupakan para juara lomba menulis carpon Sunda, dalam kegiatan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang diselenggarakan di Kabupaten Pangandaran, dari tanggal 30 November-1 Desember 2022 lalu.
Dalam kegiatan ini setiap hari, mereka dilatih menulis dan membiasakan membaca karya sastra, terutama genre carita pondok Sunda.
Kegiatan FTBI sendiri digagas oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sejak tahun 2021, sebagai realisasi Program Merdeka Belajar episode ke-17: Revitalisasi Bahasa Daerah dan dilangsungkan di beberapa provinsi di Indonesia.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat, Syarifudin menjelaskan bahwa kegiatan “Kemah Sastra” adalah program lanjutan dari kegiatan FTBI. Program ini baru pertama kali diadakan.
“Kita tidak ingin kegiatan FTBI sebagai program hit and run. Jangan sampai mereka cukup bangga menjadi juara. Sementara, potensi mereka sebagai penulis tidak berkembang,” kata Syarifudin, Rabu (11/1/2022).
Oleh karenanya, kata Syarifudin Badan Bahasa melalui Balai dan Kantor Bahasa di beberapa provinsi, menyelenggarakan kegiatan “Kemah Sastra”.
Lanjutnya di Jawa Barat, kegiatan “Kemah Sastra” bertajuk “Penulisan Cerita Pendek Berbahasa Daerah”. Kegiatannya difokuskan pada melatih para juara FTBI akrab dengan persoalan sastra, terutama genre carita pondok. Antara lain dengan belajar menulis carpon Sunda.
“Tujuan kegiatan ini, katanya, memberikan kesadaran pada siswa bahwa sebagai juara mereka punya potensi. Maka potensi itu harus dikembangkan. Terutama, mereka diberi pengetahuan yang intensif tentang sastra dan teknis menulis cerpen. Pengetahuan itu mungkin tidak sempat didapatkan siswa saat di sekolah atau saat mereka mempersipkan lomba,” kata Syarifudin.
Masih dikatakannya, selama pelatihan di Bandung para peserta dibimbing oleh narasumber yang dianggap andal. Mereka adalah para penulis cerpen Sunda dan dikenal sebagai sastrawan di lingkungan budayanya. Selain agar siswa memiliki keterampilan menulis, mereka juga dipertemukan langsung dengan para praktisi yang reputasinya sudah diakui.
Sementara itu Endah Dinda Jenura, salah seorang narasumber kegiatan menjelaskan, bahwa “Kemah Sastra” merupakan kegiatan yang sangat strategis.
“Sastra Sunda saat ini membutuhkan pembaharu. Jejak langkah yang sudah dirintis para pengarang sepuh harus ada yang meneruskan. Maka, pelatihan kepada para juara lomba menulis cerpen bisa menjadi upaya regenerasi,” kata Endah.
“Para siswa ini memiliki potensi. Potensi tersebut harus dibangkitkan. Kita memerlukan mereka untuk mengisi kekosongan generasi penerus sastrawan daerah,” imbuhnya.
Masih dikatakan Endah, di tingkat nasional regenerasi sastrawan mungkin tidak perlu dikhawatirkan. Tapi di daerah, usaha ini perlu dilakukan. Harus ada generasi baru para sastrawan daerah di tengah isu kepunahan berbagai bahasa daerah. Para siswa ini bisa menjadi aktor penghidup bahasa dan budaya daerah di masa depan. [SR]***