majalahsora.com, Kota Bandung – Beberapa waktu lalu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menetapkan tiga orang tersangka, terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tanah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemkot Bandung tahun anggaran 2012-2013.
Ketiga tersangka tersebut yaitu Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Hery Nurhidayat serta dua mantan anggota DPRD Kota Bandung, Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
Diperkirakan mereka telah merugikan uang negara sebesar Rp 26 miliar. Tetapi sampai saat ini ada kejanggalan dalam penanganan kasusnya, menjadi tanda tanya dan mengambang.
Karena Tomtom yang sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka masih bebas berkeliaran di Bandung.
KPK menangani kasus ini berawal ketika terdapat alokasi anggaran proyek untuk RTH pada APBD-P Kota Bandung tahun 2012 yang telah disahkan sebesar Rp 123,9 miliar. Anggaran tersebut untuk 6 RTH.
“Dua RTH di antaranya adalah RTH Mandalajati dengan anggaran Rp 33,455 miliar dan RTH Cibiru dengan anggaran Rp 80,7 miliar,” ucap Agus Rahardjo ketua KPK.
Terkait hal itu, Prof Asep Warlan pakar politik dan pemerintahan memberikan pandangannya, menurutnya seseorang apabila sudah memenuhi 2 alat bukti yang cukup dan meyakinkan, maka dapat ditetapkan sebagai tersangka.
“Hal itu merujuk pada Pasal 40 UU tentang KPK, dikatakan apabila seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka, maka KPK tidak berwenang menerbitkan SP3,” kata Asep, belum lama ini.
Lebih lanjut Asep mengatakan, apabila sudah jadi tersangka selanjutnya diserahkan langsung oleh KPK kepada Pengadilan Tipikor. Karena seseorang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka memang belum tentu ditahan.
“Nah, apakah benar Tomtom itu sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka atau masih dalam proses penyelidikan?, itu yang perlu dipertanyakan,” kata Asep.
Dari info yang didapat dari berbagai sumber, ketiganya termasuk Tomtom adalah “pemain lama” yang sudah sering tersandung kasus hukum.
Di tahun 2012 lalu Tomtom pun pernah dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK), karena diduga menyalahgunakan wewenang, memasukkan siswa ke salah satu SMA Negeri padahal nilai akademiknya kurang. [SR]***