majalahsora.com, Kota Bandung – Musyawarah Besar (Mubes) Ikatan Alumni (IA) SMAN 5 Kota Bandung yang akan dilaksanakan pada tanggal 11 November 2023 mendatang, penuh kejanggalan.
Pasalnya Ketua Umum IA SMAN 5 Kota Bandung Allan Nurichsan periode 2020-2023 yang akan habis masa jabatannya, belum pernah mensosialisasikan kegiatan Mubes ini.
Di samping itu diduga ketua umum yang sekarang memanfaatkan organisasi IA untuk kepentingan pribadi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Ikatan Alumni angkatan 1981 atau IA 581, Ricky Agusiady di Kopi Tiam, Kota Bandung, kepada awak media Senin (6/11/2023).
Mubes IA Lima sendiri, nantinya akan ada LPJ, pemilihan Ketua Umum untuk tiga tahun ke depan, penyesuaian AD ART organisasi.
“Sebetulnya persiapan untuk Mubes ini perjalanannya panjang, prosesnya hampir setahun. Tapi sampai saat ini belum pernah ada sosialisasi. Mubesnya sendiri tidak jelas, tempatnya dimana, bentuknya seperti apa, siapa peserta Mubesnya yang merepresentasikan sekitar 10.000 orang ini (pemegang hak suara). Ini salah satu pertanyaan besar buat saya,” kata Ricky.
“Apalagi Ikatan Alumni Lima ini sudah berbadan hukum ada ijin dari Dirjen AHU. Kalau sudah berbadan hukum perkumpulan atau yayasan, maka melekat semuanya harus legal. Di antaranya mengenai Mubes,” kata Ricky yang merupakan Ketua Yayasan USB YPKP merangkap Ketua Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta (ABPPTSI) Jabar.
Inti dari penyelenggaraan Mubes sendiri merupakan laporan pertanggung jawaban (LPJ) Ketua Umum Allan Nurichsan selama tiga tahun kepemimpinannya.
Berikutnya yang kedua adalah prosesi estafet kepemimpinan harus dijaga betul, harus “fairly”, objektif untuk menjaring Ketua IA Lima yang berkualifikasi melalui suatu proses yang panjang.
“Kalau nyari jodoh juga kan harus dilihat dulu bobot, bebet dan bibitnya, tidak seperti memilih kucing di dalam karung. Kalau dikelola dengan serampangan berbahaya. Begitu juga dalam memilih Ketua IA SMAN 5 Kota Bandung, apalagi banyak tokoh dan memegang jabatan strategis baik di tingkat nasional maupun Jawa Barat,” kata Ricky.
Ia pun mewakili rekan-rekannya yang lain, menanyakan undangan Mubes yang sampai saat ini belum ada sama sekali, terlebih Mubes IA Lima, hanya dalam hitungan hari.
“Kami belum tahu bahan laporan pertanggung jawaban nanti itu apa? Karena kegiatan di IA Lima itu cukup banyak, pertama sebagai tanggung jawab Ketua Umum IA Lima di dalam kepengurusan selama tiga tahun.”
“Tata kelola kepengurusan ini, amanah dan tanggung jawab yang disampaikan awal, diberikan kepada pengurus dan dewan pengawas. Kemudian mereka menyusun dan sebagainya. Artinya amanah yang diberikan pada Mubes merupakan majelis tertinggi dalam kebijakan dan ketetapan. Artinya pada saat habis waktunya harus mempertanggung jawabkannya,” imbuh Ricky.
Lalu fungsi tugas ketua umum pengurus dan dewan pengawas itu terjabar di dalam AD ART. Mereka tinggal mengikuti itu semua.
“Setelah saya amati dari sejak awal ada suatu masalah dalam kepengurusan ini. Baru beberapa kurun waktu berjalan, tiba-tiba kepengurusan mengundurkan diri. Ini ada apa? Padahal mereka ini mensupport beliau (Allan Nurichsan) pada saat proses pemilihan umum kala itu.”
Bahkan kata Ricky, sekretaris jenderal, wakil ketua dan bendahara umum mengundurkan diri, akhirnya ada pergantian dan mengeluarkan akte yang baru. Dan kejadian ini terulang kembali, ada pemecatan kepada pengurus berikutnya.
Kata Ricky ini menjadi indikasi tata kelola organisasi yang kurang baik sebagai yayasan atau perkumpulan. Karena keputusan organisasi harus kolektif kolegial, bukan keputusan sepihak, tidak bisa berdiri sendiri.
“Semua kebijakan harus ada dalam organ ini, ketua dan dewan pengawas. Tetapi ini tidak dijalankan. Contohnya LPJ belum diaudit oleh auditor yang independen. Ketika penunjukkan akuntan publik oleh dewas untuk mengaudit, LPJ-nya ternyata ada masalah, tidak layak diaudit.”
“Setelah digali lagi ternyata LPJ-nya hanya parsial, per program. Termasuk ada program yang besar memakai dana CSR (dari Bank BJB) yakni pembuatan jembatan gantung (Jembatan Gantung Cinta di Cililin, Kabupaten Bandung Barat), diduga ada pengelolaan yang tidak seharusnya,” kata Ricky
Pembangunannya didanai penuh dari CSR sekitar Rp 190 jutaan, tetapi mengkolektif lagi dana dari alumni sampai terkumpul sebesar Rp 142 juta.
“Nah dari itu saja ketika ada tanda tangan persetujuan dana CSR, itu distop (dana dari alumni) dikembalikan lagi, karena peruntukannya untuk jembatan bukan untuk yang lain-lain. Kalau digunakan untuk lain-lain, itu sudah menyalahi aturan.”
“Sekarang katanya jembatan gantung juga biayanya kurang. Kalau kurang kan ada proposal, disampaikan ke BJB, itu Rp 190 jutaan, harus sama seperti itu. Kurangnya kenapa? Ini harus diaudit oleh dewan pengawas. Dari mulai proses tender, penyusunan proposal harus oleh ahlinya, kemudian tinggal pelakasanaannya. Diukur apakah pelaksanaan jembatan gantung yang Rp 190 jutaan ini layak. Kemudian apakah benar pengelolaannya untuk jembatan gantung,” imbuh Ricky.
Pasalnya kata Ricky, saat rapat pleno mengenai jembatan gantung menghasilkan dua laporan yang berbeda.
“Yang satu report ke BJB lain, yang satu report ke alumni lain, ini tata kelola seperti apa. Inilah yang menimbulkan dugaan-dugaan. CSR ini merupakan dana masyarakat yang sangat beresiko tinggi,” kata Ricky.
Apalagi dana CRS ini bisa turun berkat tokoh yang memiliki daya pengaruh sehingga dana tersebut cair, jadi jangan sampai merugikan mereka.
“Nanti kalau misalnya ini menyimpang bisa masuk tindak pidana korupsi, apalagi sampai menyeret-nyeret para tokoh atas cairnya dana CSR,” kata Ricky.
Hal tersebut kata Ricky sudah diangkat di bulan Agustus 2023 dan bersama rekan-rekannya meminta bertemu dengan sekum dan wakil ketua, bendahara (pengurus) mengenai jembatan gantung, tapi gagal bertemu dengan seribu alasan.
Terakhir sekitar bulan Oktober 2023, membuat surat ke dewan pengawas, meminta untuk tabayun dengan pengurus, namun oleh mereka tidak digubris juga, malah meminta Ricky untuk mencarikan kantor akuntan publik.
“Saya coba bantu dengan dewas, tetapi dalam rapat saya walkout. Tapi saat ini malah kacau. Saya seorang akuntan publik harusnya jadi narasumber, meminta pertimbangan mengenai LPJ ini bagaimana, tetapi ini tidak. Malah mencurigai saya akan mengotak-ngatik masalah jembatan gantung. Saya dianggap seperti itu, harusnya ditangkap lalu diskusi dicari kebenarannya. Saya kan alumni, nggak mungkin mencelakakan organisasi IA Lima, tapi ini nggak dianggap.”
“Ya sudah saya biarkan, tetapi tiba-tiba saat ini ribut dengan akuntan publik yang katanya dari pengurus bikin surat bahwa auditnya mahal Rp 40 juta. Padahal cuma Rp 20 juta itu sudah murah. Ternyata Rp 20 jutanya jasa membuat laporan keuangan. Artinya pengurus tidak mampu membuat laporan keuangan dan tidak layak diaudit,” kata Ricky.
Karena badan hukumnya badan perkumpulan atau yayasan harus general audit. Dalam menyusun laporan pertanggung jawaban harus berdasarkan nirlaba, dimana setiap laporan keuangan harus mengikuti standar akuntansi keuangan Indonesia yang berlaku umum.
“Seluruh Indonesia harus mengikuti PSAK namanya, untuk nirlaba ini harus PSAK 45. Jadi dalam format pembuatan LPJ laporan keuangan yang berbasis yayasan dan perkumpulan yang menyatakan asetnya berapa, terus sisa hasil lebihnya berapa. Ini mereka tidak mampu menyusun itu dan tidak bisa dengan PSAK 45 dan diaudit yang ada saja. Akhirnya hanya berdasarkan dari sumbangan-sumbangan para alumni, padahal banyak program karena tidak hanya jembatan gantung saja,” kata Ricky.
Akhirnya berkembang isunya tidak hanya mengenai jembatan gantung saja, pengurus pun menutup diri tidak terbuka, tidak mau menerima kritikan. Sampai mendekati pelakasanaan Mubes pun sosialisasinya nggak jelas.
“Ibaratnya ini dalam satu bus besar penumpangnya mau cari sopirnya yang akan memimpin kami jalan-jalan. Kalau kami main pilih begitu saja, orangnya nggak jelas dan enggak punya SIM atau kemampuannya cuma bisa nyupir bajaj, bayangin suruh bawa mobil besar terus perjalanannya ke suatu daerah dengan jalan yang berkelak-kelok kiri kanan jurang, kemungkinan masuk jurangnya tinggi, seperti memilih pemimpin harus hati-hati,” tegas Ricky.
Masih dikatakan Ricky pengurus harus paham tata kelola dan fungsi pengurus badan hukum perkumpulan, yakni melindungi anggotanya serta membangun harmonisasi dalam kepengurusan.
“Akhirnya dalam persiapan Mubes jadi seperti ini. Persiapan buru-buru AD ART dilabrak. Saya sebagai anggota, sebagai pribadi, saya anggota dari IA Lima dan juga saya sebagai ketua angkatan yang menaungi dari angkatan 581, saya nggak percaya ini bahaya. Mendingan sekarang berhenti berikan kepada ahlinya, mulai dari awal karena ini akan menjadi preseden buruk.”
Lebih lanjut kata Ricky, alumni-alumni senior yang mendirikan IA Lima dan mengusung Allan Nurichsan menjadi Ketua Umum IA Lima, membuat tim 12, sudah membuat surat kepada dewan pengawas dan pengurus untuk melakukan diskusi membahas hal ini, namun tidak digubris oleh Ketua Umum IA Lima.
“Dewas pun melakukan rapat terbatas dengan SC OC Mubes, menyepakati akan melakukan pleno sebelum Mubes, namun dilanggar juga,” kata Ricky.
“Sebelum Mubes pun harus disepakati mengenai korum sebanyak 10.000 orang, kebijakan ini sah apa tidak, punya dasar hukum tidak. Kalau misalkan SC OC merepresentatifkan 10.000 orang (pemilik hak suara) dan bisa membuktikan itu, maka sah. Tapi kalau yang hadir hanya beberapa orang saja, maka saya mosi tidak percaya pada pelaksanaan Mubes. Bahaya untuk kepengurusan tiga tahun ke depan. Harus ada orang yang punya kesadaran menyelamatkan IA Lima, harus dilaksanakan musyawarah luar biasa,” pungkasnya. [SR]***