Gubernur Ridwan Kamil pada Launching Pelajar Siaga Bencana Tahun 2018, di Yayasan Kharisma Darusalam, Jalan Raya By Pass Jomin Timur Karawang, Jumat (23/11/2018)
majalahsora.com, Kab Karawang – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, lembaga pendidikan perlu merancang penerapan kurikulum tanggap bencana sebagai salah satu upaya mempersiapkan generasi yang memiliki pengetahuan dan wawasan dalam menghadapi bencana.
“Pemerintah Provinsi Jawa Barat memulai kurikulum tanggap bencana, agar sebagai provinsi yang rutin mendapat bencana, anak- anak sekolah kita siap bagaimana menghadapi bencana gempa bumi, gunung meletus, kebakaran, banjir, dan lain sebagainya,” kata Emil, sapaan akrabnya, pada Launching Pelajar Siaga Bencana Tahun 2018, di Yayasan Kharisma Darusalam, Jalan Raya By Pass Jomin Timur Karawang, Jumat (23/11/2018).
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyebut, Indonesia khususnya Jawa Barat, merupakan salah satu negara dengan potensi bencana alam yang tinggi. Karena sebagian besar wilayah Indonesia terkait secara langsung dengan proses geologi, seperti gempa bumi, longsor, vulkanik, liquifaksi, hingga banjir.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara.
Di Jawa Barat, selama kurun waktu Januari 2018 sampai saat ini saja, sudah terjadi sekira 1.322 kejadian bencana alam di Jawa Barat. Adapun ribuan bencana ini terdiri dari tanah longsor 351 kejadian, puting beliung 220 kejadian, banjir 106 kejadian, kebakaran hutan 141 kejadian, kebakaran hunian 387 kejadian, gempa bumi dua kejadian, dan gelombang pasang lima kejadian.
Selanjutnya Emil berharap, kurikulum tanggap bencana yang dirinya inisiasi, bisa diterapkan di seluruh sekolah di Jawa Barat mulai Januari 2019. Ia mengaku, telah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Jepang, terkait asistensi pengembangan kurikulum kebencanaan tersebut.
“Kita meniru apa yang ada di Jepang, mereka yang luar biasa ini akan jadi mitra, saya sudah kerjasama dengan JICA, Kota Yokohama, juga Pemerintah Jepang untuk memberi asistensi kurikulum berbasis bencana,” katanya.
Sehingga, diharapkan dapat meminimalisir korban di kemudian hari karena kurangnya pengetahuan terkait persiapan dan kesiapan dalam menghadapi bencana.
“Kami ingin di masa depan anak cucu kita siap terhadap bencana dan potensi bencana sehingga bisa hidup berbudaya dan menyiasati takdir bencana yang memang secara geologis Indonesia ini rawan,” ucap Emil. [SR]***