majalahsora.com, Kota Bandung – Institut Seni Budaya Bandung (ISBI) Bandung berkolaborasi dengan Lasalle College of The Arts Singapore menyelenggarakan kegiatan international seminar “Dance From Practice Education Into Research”. Yakni seminar internasional menari dari praktek menjadi penelitian.
Dilaksanakan pada tanggal 22 -24 April 2024, di Gedung Pertunjukan Sunan Ambu ISBI Bandung, Jalan Buahbatu Nomor 212, Cijagra, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung. Acaranya dibuka oleh Rektor ISBI Bandung Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen., M.Hum.
Pada tanggal 23 April 2004, workshop diberikan oleh pihak ISBI Bandung, materinya tari ketuk tilu dengan judul “Kangsreng” dengan instruktur Fitri Dosen Tari ISBI Bandung yang diberikan khusus kepada para mahasiswa Lasalle.
Lalu tanggal 24 April 2024 kegiatan workshop dari Lasalle dengan materi tarian kontemporer Western dengan elemen khas Asia Tenggara, instruktur Melissa Quek dan Fairul Zahid.
Dalam kegiatan ini ada 12 orang delegasi mahasiswa tari dari Lasalle yang akan mementaskan tari kontemporer karya Fairul Zahid, Ketua Program Studi Tari Lasalle Singapura.
Dalam acara ini Fairul Zahid dan Melissa Quek, Ketua Delegasi dari Lasalle menjadi narasumber seminar. Sedangkan Shanthini, dosen teori sekaligus periset, mendampingi proses seminar dan program kolaborasi riset ini.
Rektor ISBI Bandung, Dr. Retno Dwimarwati, S.Sen., M.Hum (foto humas ISBI Bandung)
Sedangkan dari ISBI Bandung ada Dr. Alfiyanto, Dosen Tari yang menjadi narasumbernya.
Pesertanya terdiri dari mahasiswa UNPAS, UPI serta akademisi dari ISBI Bandung.
Kepada majalahsora.com Alfiyanto mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk melebarkan relasi antar kampus seni, khususnya dengan perguruan tinggi mancanegara.
Selain nantinya berdampak pada personal para seniman yang ada di perguruan tinggi tersebut, kegiatan ini juga menjadi wadah untuk saling bertukar ilmu dan pengalaman.
“Lasalle itu sudah lama di bidang ini (tari). Dulu kami bekerja sama dalam bidang penelitian. Dan sampailah para praktisinya terlibat, seperti Fairul Zahid dan Melissa Quek yang lebih condong ke pengkajian,” ungkap Alfiyanto, Selasa (23/4/2024).
Masih dikatakan Alfiyanto, bahwa kerja sama dengan Lasalle Singapura sudah terjalin sebelumnya. Namun dalam bentuk pertunjukannya baru terwujud kali ini.
Dr. Alfiyanto, Dosen Tari ISBI Bandung
Menurutnya kerja sama seperti ini dirasa sangat penting. Pasalnya bisa memperkenalkan materi tari dari perspektif yang berbeda.
Di samping itu, berkaitan dengan penelitian, Alfiyanto sebagai kreator seni menekankan bahwa riset dan praktek berkaitan erat. Karena riset bisa berdasarkan praktek dan praktek bisa berdasarkan riset.
Dengan metode yang diterapkan kreator, sebuah karya tari berdasarkan hasil riset akan lebih baik daripada hasil mereka-reka. Sehingga datanya valid.
“Contohnya saya dalam mengajar. Saya punya metode ciptaan saya sendiri yaitu relasi artistik. Bagaimana sebuah artistik dalam sebuah karya dapat terjalin semuanya dengan baik,” ungkap Alfiyanto.
Masih kata Alfiyanto, metode yang dibuatnya bernama Literasi Tubuh. Dalam hal ini adalah tata cara bagaimana “mencerdaskan” tubuh seorang penari, memiliki rasa yang intens dan kepekaan yang tinggi.
Alfiyanto berharap melalui kreatifitas, dapat menjadi momentum positif dalam sebuah pergaulan di masyarakat. Sehingga dapat terjalin berbagai kerja sama.
Melissa Quek Ketua Delegasi Lasalle College of The Arts Singapore
Fairul Zahid atau akrab disapa fa’i mengatakan bahwa ISBI Bandung lebih fokus dengan konsep konservatori. Dimana tariannya penuh gerakan seperti sebuah persembahan. Hal tersebut membuat banyak kesamaan dengan Laselle dan cenderung mudah bekerja sama. Karena Laselle juga memiliki pendekatan yang sama akan hal tersebut.
Ia juga senang, melihat para mahasiswanya bisa hadir di ISBI Bandung, untuk mempelajari tari tradisional, khususnya tari-tarian dari Bandung.
“Kerja sama antar perguruan tinggi seperti ini sangat penting. Ini dapat membangun jembatan antar institusi-institusi yang lain. Kita punya materi yang memang perlu dibagikan ke kampus seni lain di seluruh nusantara. Lebih spesifiknya South Asia dan West Asia,” ungkap Fai.
Ia pun kagum terhdap dosen dan mahasiswa ISBI Bandung yang sangat welcome. Kata dia ISBI Bandung pun terlihat sangat bersungguh-sungguh dalam melakukan kerja sama.
“Saya senang karena orang-orang ISBI tidak pelit ilmu, fasilitas dan apapun itu. ISBI merupakan institusi yang patut dibanggakan,” kata Fai.
Ia juga berencana akan menguatkan lagi kerja sama dari segi materi, baik pendidikan maupun pembuatan karya.
Fairul Zahid Dosen Lasalle College of The Arts Singapore
Apalagi di Lasalle lebih fokus pada tarian kontemporer dan tari ballet. Sehingga dalam kerja samanya dengan ISBI, Fai mengkombinasikan kedua tarian tersebut dengan tari tradisional. Mengambil dari masyarakat budaya Bandung. Tarian kontemporer di Lasalle sendiri cenderung ke tarian Barat. Lebih fokus pada teknik.
Sehubungan dengan itu, dalam seminar ini Fai fokus dalam menyampaikan materi terkait masalah masyarakat dan pendekatan tradisional menjadi kontemporer.
Dalam karya tarinya yaitu dengan judul “Sopan”, dengan konsep baju adat namun tetap ada unsur modern.
“Dalam karya saya yang itu konsepnya ada dua wanita menari dengan pakaian berkemban. Mencerminkan wanita yang seksi dari pandangan lelaki, namun mereka sebetulnya kuat secara pola pikir. Yaitu perspektif dan persepsi,” ungkap Fai.
Wanita dalam hal ini menguasai lelaki. Seperti dalam perkawinan, wanita yang lebih dominan dalam menguasai harta lelaki. Sisi tersebut yang digunakan dalam karyanya.
Lalu karya keduanya ada “Genesis”. Bertajuk persoalan politik dan kemasyarakatan. Fai mengkritik peperangan dunia yang sedang berlangsung. Seperti di Rusia, Palestina dan di belahan bumi lainnya.
Kegiatan seminar internasional yang diadakannya ISBI Bandung berkolaborasi dengan Lasalle College of The Arts Singapore
Karya tersebut mencerminkan bahwa setiap manusia memang berbeda agama. Dan itu tak mengapa kata Fai. Yang penting adalah menari bersama dalam satu koreografi walaupun berbeda agama.
Fai berharap khususnya mahasiswa ISBI Bandung harus terus berkarya. Menghasilkan sesuatu yang baru tentunya sesuai konsep yang diberikan oleh kampus. Seperti metode-metode baru, yang nantinya dapat dijadikan rujukan bagi pelaku seni di mancanegara.
Sedangkan bagi masyarakat umum, Fai berharap kesenian tari ini dapat diterima dengan baik. Manjadi sumbangsih di bidang seni untuk menjalin relasi antar manusia secara luas.
Masih berkaitan dengan kerja sama ini, Melissa Quek, mengungkapkan bahwa ini sangat menarik. Pasalnya tidak hanya memahami pendekatan sudut pandang dari pihak Lasalle saja, namun juga bagaimana pendekatan Kota Bandung terhadap pendidikan melalui sudut pandang kampus dan mahasiswanya. Sehingga mengajak mahasiswa untuk berbaur satu sama lain.
Hal menarik lainnya dalam kerja sama ini, tidak hanya sekedar mendengar bagaimana cara bercerita melalui tari, tetapi mahasiswa bisa berbagi ruang di studio tari secara bersama-sama.
“Sehingga dapat disebut sebuah pertukaran tubuh dalam ruang bentuk (karya tari),” kata Melissa.
Poster penampilan karya tari dari ISBI Bandung dan Lasalle College of The Arts Singapore
Melissa pun berbagi mengenai salah satu hasil penelitiannya. Bahwa kenyataannya teori dan praktik itu saling berhubungan, tidak terpisah.
“Tubuh manusia menghasilkan banyak informasi. Orang-orang terdahulu tidak terlalu menghargai bahwa pengetahuan bisa datang berawal dari tubuh,” ia menjelaskan.
Di masa sekarang, ia menggunakan itu sebagai landasan dalam mengajar dan mengarahkan para mahasiswanya di Lasalle. Hal itu menjadi dasar di masa depan untuk pelaku seni atau kreator seni dalam berkesenian.
Di samping itu, kerja sama antar perguruan tinggi sangat penting. Misalnya sebagai perbandingan, agar selalu tahu perspektif lain di setiap negara dengan budaya yang berbeda.
Dalam pelaksanaannya, tidak berdasarkan budaya lokal saja, melainkan secara internasional. Ini sangat penting untuk sebuah gagasan dan penelitian dalam konteks yang berbeda-beda.
“Sehingga sebagai kreator atau pencipta sebuah tarian, ciptaannya dapat terlihat apakah berguna bagi orang lain atau tidak.”
“Saya berharap para mahasiswa dapat menawarkan bidang ini ke masyarakat, sehingga mereka memiliki sesuatu yang orisinil. Mereka dapat berkontribusi dalam penelitian baik dengan bekerja di bidang tari maupun dengan pengajarnya,” kata Melissa.
Bahkan dengan tarian yang mereka ciptakan, mahasiswa memiliki sesuatu untuk diciptakan. Berkontribusi setelah lulus dan memperluas bidang yang mereka geluti.
Berfoto bersama mahasiswa, dosen ISBI Bandung dan Lasalle College of The Arts Singapore dengan peserta seminar
Program kolaborasi riset ini pun akan dikembangkan khususnya pada kajian tentang perempuan seni pertunjukan dalam konteks Asia (Indonesia, Singapura dan Malaysia), lebih penting bahwa kolaborasi ini tidak hanya berhenti di sini.
Rektor ISBI Bandung, Retno Dwimarwati menyampaikan ada banyak program yang dapat dikolaborasikan, baik berkaitan dengan riset pertukaran mahasiswa dan visiting lecture.
Hal ini disambut baik oleh Melissa yang menawarkan kolaborasi pertunjukan di Singapura, baik untuk mahasiswa maupun untuk dosen.
Sementara itu Prof. Dr. Een Herdiani, S.Sn., M.Hum., sebagai koordinator pelaksana program ini menyatakan bahwa kolaborasi ISBI Bandung dan Lasalle merupakan kegiatan yang signifikan untuk membangun dan memperluas jejaring internasional yang dapat meningkatkan mutu kerjasama pendidikan khususnya ISBI Bandung.
Di samping itu penting untuk berbagi ilmu yang dimiliki dari masing-masing institusi baik dosen maupun mahasiswa, untuk saling menguatkan dan memajukan perkembangan ilmu seni.
Kata Prof. Een tentunya tindak lanjut kegiatan ini ke depan menjadi program lembaga yang berkelanjutan agar dapat menaikkan IKU institusi dalam bidang kerja sama internasional.
Setelah seminar lalu akan ada pertunjukan yang dilaksanakan pada tanggal 25 April 2024 dengan menampilkan empat karya. Satu karya dari ISBI Bandung dengan koreografer Mughni Munggaran dengan judul karya “SPOT” dan tiga karya dari Lasalle, koreografer Fairul Zaid dengan judul karya “Sopan”, “Bergabung” dan “Genesis”. [SR]***