majalahsora.com, Kota Bandung – Banyak kepala sekolah swasta yang keberatan dengan surat edaran dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Nomor 3697/PK.03.04.04/SEKRE, tanggal 23 Januari 2025, terkait percepatan penyerahan ijazah, SMA, SMK, SLB Negeri/Swasta, tanpa alasan apapun.
Terlebih Gubenur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, terus menyuarakan agar sekolah swasta yang menahan ijazah karena tunggakan siswa, segera membagikannya. Dedi pun akan mencabut program kucuran bantuan ke sekolah swasta (nilainya Rp 600 miliar)
yang sudah berjalan, apabila penahan ijazah tetap dilakukan. Dan mengalihkan program itu menjadi beasiswa untuk masyarakat miskin.
Menanggapi itu, banyak Kepala SMA/SMK khususnya yang meradang. Seperti salah satu kepala sekolah swasta yang tidak ingin disebutkan identitasnya, bahwa itu terkesan pencitraan.
Padahal kata dia jangan koar-koar di media sosial, apalagi belum resmi dilantik sebagai Gubernur Jabar, sudah membuat gaduh.
“Harusnya undang kami kepala sekolah swasta, diajak diskusi agar tahu akar permasalahan yang ada, lebih elok itu dan lebih bijak. Apalagi ini dunia pendidikan yang perlu dijaga marwahnya,” kata dia, kepada Forum Wartawan Pendidikan Jabar, Senin (3/2/2025).
Lanjutnya bahwa selama ini pun pihak sekolah swasta pada umumnya, membagikan ijazah apabila ada itikad baik dari para orangtua yang memiliki tunggakan.
“Banyangkan saja tunggakan di sekolah kami hampir mencapai Rp 4 miliar di sekolah lain bahkan sampai Rp 5 miliar (tunggakan SPP dan lainnya),” kata dia.
Anggaran itu kata dia bisa dipakai untuk peningkatan fasilitas pembangunan sekolah, peningkatan program, dan pembiayaan lainnya.
Malah ada ijazah yang sudah dibagikan kepada almuninya untuk melamar bekerja, dengan perjanjian apabila sudah bekerja, bisa menyicil tunggakan yang ada, tetapi kenyataannya tidak. Kalau ditotal ijazah yang sudah dibagikan itu tunggakan sampai ratusan juta rupiah.
Masih dari keterangan dia, sekolahnya juga merasa bersyukur mendapatkan bantuan BOS sebesar Rp 1,7 juta persiswa pertahun, dan BOPD Rp 600 ribu persiswa pertahun. Namun itu masih jauh dari pembiayaan pendidikan persiswa pertahun, sebesar Rp 7 jutaan.
“Tanggungjawab kami selain kepada Disdik juga kepada pihak yayasan. Jadi jangan main ancam mau menghilangkan bantuan dari pemerintah. Coba lihat dan dengar dulu kondisi kami di lapangan,” kata dia.
Dia pun menegaskan bahwa silahkan saja semua siswa untuk bersekolah di sekolah negeri jangan melibatkan sekolah swasta.
Dia pun sangsi apabila kondisi pendidikan terus dipolitisasi dengan pembiayaan yang minim, Indonesia Emas tahun 2045, untuk melahirkan generasi unggul akan gagal terwujud.
Akan Dilakukan Pendataan Ijazah dan MoU
Di waktu terpisah Plh. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Deden Saepul Hidayat, berkaitan solusi penebusan ijazah yang masih ditahan oleh pihak swasta, menjelaskan bahwa saat ini sedang melakukan pendataan terkait ijazah yang ditahan di sekolah swasta.
Berkenaan dengan penahanan ijazah yang dilakukan oleh sekolah swasta, Disdik Jabar tidak bisa memberikan sanksi. Disdik Jabar hanya bisa menghimbau dan menganjurkan agar tidak melakukan penahan ijazah, merujuk pada Permendikbud Nomor 58 Tahun 2024, tentang ijazah.
Disdik Jabar pun sudah melakukan rapat kordinasi dengan Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dan Forum Komunikasi Kepala Sekolah Swasta (FKSS) untuk membahas itu, dipimpin oleh Sekda Jabar.
“Kami akan MoU, karena pernyataan Gubernur Terpilih, Pemerintah Jawa Barat akan memperhatikan, bentuknya seperti apa. Kami akan bantu kalau masyarakat punya tunggakan tetapi sesuai dengan kemampuan fiskal kami. Itu arahan Pak Sekda,” kata Deden.
Pihaknya pun akan melakukan pendataan dan dilakukan verifikasi oleh inspektorat untuk diaudit. Setelah audit muncul akan dibahas lebih lanjut, untuk membantu masyarakat sesuai kemampuan fiskal Pemprov Jabar. [SR]***