majalahsora.com, Kabupaten Indramayu – Banyak lulusan dari SMKN 2 Indramayu bekerja di “Negeri Matahari Terbit” Jepang.
SMKN 2 Indramayu sendiri memiliki “basic”, di bidang kemaritiman yang wilayahnya dekat dengan laut.
Tahun ini sedikitnya dari 352 lulusan, ada 60 orang yang akan bekerja di Jepang.
Umumnya mereka bekerja di perusahaan perikanan.
“Banyak industri perikanan di Jepang yang ingin bekerja sama dengan SMKN 2 Indramayu, mengenai tenaga kerja dari SMKN 2 Indramayu. Makanya beberapa kurikulumnya kita sesuaikan dengan kebutuhan mereka, seperti fisik, tidak boleh buta warna, kedisiplinan dan bahasa Jepang,” kata Makrus, M.Si., Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, di Jalan Pabean Udik No 15, Kabupaten Indramayu, Rabu (24/5/2023).
Kedisiplinan menjadi hal wajib yang diterapkan di SMKN 2 Indramayu
“Di kelas XII, ada mulok (muatan lokal) nya bahasa Jepang. Harapannya setelah lulus sekolah, bahasa Jepang nya sudah bagus. Tinggal penambahan sedikit dan bisa lulus tes bahasa Jepang,” imbuhnya.
Di samping itu sertifikasi kompetensinya juga disiapkan oleh pihak sekolah, yakni sertifikat BST (Basic Sertifikat Training) standar internasional dari lembaga sertifikasi yang ada di Mundu Kabupaten Cirebon.
“Anak kalau mau ke Jepang harus banyak persyaratan, kita siapkan selama tiga tahun,” kata Makrus yang mendapatkan beasiswa pendidikan ke Skotlandia untuk program pendidikan guru maritim dari Pemprov Jabar bersama 20 guru dari SMK lainnya.
Di dukung juga dengan organisasi alumni SMKN 2 Indramayu yang memiliki LPK, keberadaannya sangat membantu.
“Tahun ini kita dapat jatah dari alumni untuk memberangkatkan ke Jepang sebanyak 150 orang. Namun kita baru bisa memenuhi sebanyak 60 lulusan. Kekurangannya bekerja sama dengan sekolah yang lain, seperti GP Ansor dan mengundang sekolah-sekolah di sekitar kita. Kemarin tesnya diadakan di kita, diikuti sebanyak 300 peserta dari SMKN 2 dan lainnya,” kata Makrus.
Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, Makrus, M.Si
Tes tersebut, untuk penempatan kerja di perusahaan perikanan maupun bukan perusahaan perikanan, diseleksi langsung oleh orang Jepang, datang menyeleksi.
“Bekerjanya ada yang di pabrik, ada juga yang di laut,” kata Makrus.
Banyaknya lulusan SMKN 2 Indramayu bekerja di Jepang, karena sejak awal pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), selalu disosialisasikan ke calon orangtua siswa, mengenai program bekerja ke Jepang.
“Kami jelaskan syarat-syarat nya kalau mau pergi (bekerja di industri perikanan) ke Jepang harus masuk ke Prodi NKPI (Nautika Kapal Penangkap Ikan), Prodi APHP (Agribisnis Pengolahan Hasil Perikanan) dan Prodi APAPL (Agribisnis Perikanan Air Payau Dan Laut),” kata Makrus.
“Tapi ada juga yang ingin bekerja di pabrik, maka harus mengambil sertifikasi yang lain,” imbuhnya.
Suasana pembelajaran di dalam kelas
Di samping ke Jepang ada juga program bekerja di Korea Selatan.
Saat ditanya mengenai biaya pemberangkatannya? Kata Makrus, biayanya ditanggung masing-masing pribadi. Namun apabila ada yang tidak mampu, para alumni yang pernah bekerja di Jepang, melakukan patungan.
“Lulusan SMKN 2 Indramayu yang sudah lulus tes dan penempatan bekerja di Jepang, dan membutuhkan pembiayaan sekitar Rp 30 jutaan, sama alumni dibantu. Ditanggung renteng Ikatan Alumni Damay,” kata Makrus.
“Nanti tidak potong gaji, tetapi apabila ada adik kelas yang lulus dan mendapatkan sertifikat tetapi tidak punya uang, wajib untuk membantu adik kelas itu,” ia menambahkan.
Hal tersebut dari penuturan Makrus sudah berlangsung selama lima tahun, dan berkesinambungan. Biasanya ada tiga sampai empat orang yang dibantu seperti itu.
Penanaman jiwa kemaritiman untuk mempersiapkan lulusannya bekerja ke Jepang
Contohnya yang dibantu itu, yakni siswa yang anak yatim, kalau semua persyaratan lulus tapi tidak memiliki biaya, biasanya itu yang dibantu.
Kontrak bekerjanya selama tiga tahun dan bisa diperpanjang, dengan gaji perbulan Rp 20 juta perbulan. Namun apabila ditambah dengan lembur dan lainnya bisa digaji Rp 30 juta perbulan.
“Mereka tidak ada yang menetap dan menjadi warga negara Jepang. Artinya kalau pulang ke tanah air, bisa mendapat Rp 300-Rp 500 juta dalam setahun. Sehingga bisa punya usaha sendiri, beli sawah, beli perahu, beli rumah,” kata Makrus.
Sedangkan Kepala SMKN 2 Indramayu, Yeti Sumiyati, S.Pd., M.M.Pd., mengatakan bahwa program lulusan ke Jepang diawali dengan program kerjasama.
“Kita memiliki kerjasama dengan perusahaan yabg dapat menjamin mereka berangkat ke sana itu betul-betul untuk bekerja bukan magang,” kata Yeti.
Bagi SMKN 2 Indramayu itu menjadi keuntungan tersendiri karena ada keringanan biaya. Ini membuat lulusan SMKN 2 Indramayu terbantu.
Gedung perkantoran SMKN 2 Indramayu
Dari sisi linearitas SMKN 2 Indramayu pun, kata Yeti berbasis kemaritiman.
“Mereka yang berangkat ke sana memang linear dengan tang dipelajari di sekolah seperti untuk pelayanan dan perusahaan pengolahan ikan. Ada tata boga yang bisa memproses ikan,” kata Yeti.
Di samping itu, dikatakan Yeti lulusan SMKN 2 Indramayu mudah diterima bekerja di Jepang, salah satu faktor pendukungnya karena pendidikan ketarunaan sehingga memiliki disiplin yang kuat.
Saat disinggung mengenai keterserapan bekerja lulusannya secara keseluruhan, kata Yeti ada diangka 55 persen, loma sampai 10 persen melanjutkan dan sisanya ada yang berwirausaha.
“Ya kami akan terus tingkatkan keterserapan lulusan kami bekerja diangka 75 sampai 80 persen. Mudah-mudahan lulusan SMKN 2 Indramayu itu tidak ada yang menganggur, kami juga akan terus meningkatkan yang berwirausaha karena kami punya program sekolah pencetak wirausaha,” pungkas Yeti. [SR]***