majalahsora.com, Kota Bandung – Balai Besar Guru Penggerak (BBGP) Provinsi Jawa Barat melakukan pencanangan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (ZI-WBK) pada hari Selasa, 9 Desember 2024 di kantor BBGP Jabar, yang terletak di Jalan Diponegoro No. 12, Kota Bandung.
Romy Satria Lesmana, M.T., selaku Ketua Pelaksana Pencanangan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi, dalam sambutannya menekankan bahwa pencanangan ini bertujuan untuk mewujudkan instansi pendidikan yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kegiatan ini juga bertepatan dengan peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia.
Acara tersebut diawali dengan deklarasi, yang menjadi wujud pencanangan kepada seluruh pegawai di BBGP Jabar dan perwakilan dari penerima manfaat. Dalam acara tersebut, dihadiri oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kemendikdasmen, Dinas Pendidikan Jawa Barat, perwakilan guru, tenaga kependidikan, organisasi mitra, serta perangkat masyarakat setempat.
“Komitmen bersama ini adalah bentuk dukungan terhadap deklarasi atau pencanangan Zona Integritas ini. Jika dalam pelayanan kami terdapat kekurangan, mohon informasikan kepada kami untuk evaluasi. Sebaliknya, jika Anda puas, silakan beritahu teman atau orang di sekitar,” ujar Romy dengan penuh semangat.
Kepala BBGP Jabar, Mohamad Hartono, S.H., M.Ed., saat memberikan sambutan
Romy kemudian memaparkan strategi yang akan diambil dalam pembangunan Zona Integritas.
Pertama, membangun komitmen nyata dan semangat perubahan yang besar dari level pimpinan tertinggi hingga seluruh jajaran.
Kedua, menciptakan kemudahan, kecepatan, dan transparansi dalam pelayanan bagi masyarakat atau pengguna layanan.
Ketiga, merancang program-program yang mampu memenuhi kebutuhan dan mendekatkan unit kerja kepada masyarakat.
Saat jumpa pers Kepala BBGP Jabar menjelaskan mengenai ZI-WBK
Keempat, melaksanakan monitoring dan evaluasi secara konsisten dan berkelanjutan terhadap pelaksanaan Zona Integritas.
Kelima, menetapkan strategi komunikasi publik yang efektif untuk memastikan bahwa setiap perubahan yang dilakukan diketahui masyarakat.
Tahapan pembangunan meliputi pencanangan, penetapan unit kerja, pembangunan unit kerja, dan pemantauan pembangunan. Dalam pembangunan unit kerja, terdapat program-program yang telah disusun, seperti manajemen perubahan, penataan tata laksana, manajemen sumber daya manusia, akuntabilitas kinerja, penguatan pengawasan, dan pelayanan publik.
Romy berharap bahwa pembangunan Zona Integritas ini tidak hanya menjadi pemenuhan dokumen administrasi, tetapi juga dapat menjadi budaya kerja sehari-hari yang meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Romy Satria Lesmana, M.T., Ketua Pelaksana Pencanangan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
Sedangkan Kepala BBGP Jabar, Mohamad Hartono, S.H., M.Ed., menjelaskan bahwa untuk mencapai wilayah bebas korupsi, dirinya terus berikhtiar dalam memberikan pelayanan prima.
“Proses pelayanan prima harus dilakukan dengan sepenuh hati. Kita memiliki 27 kabupaten/kota, dan banyak hal dalam pelayanan yang perlu kami ketahui. Kami mengharapkan masukan dari semua kabupaten/kota tersebut, terutama mengenai kepuasan guru-guru se-Jawa Barat,” kata Hartono.
Saat ini, terdapat 451.007 guru di Jawa Barat, hingga ke pelosok-pelosoknya. Hartono menyadari bahwa BBGP Jabar tidak dapat melayani guru-guru se-Jawa Barat tanpa adanya kolaborasi. BBGP Jabar berkolaborasi dengan para guru di setiap kabupaten/kota untuk mengubah ekosistem pendidikan.
Dirinya juga memantau 60 tujuan dari satuan pendidikan dengan bersinergi antara UPT, Dinas Pendidikan, dan para guru. Contohnya, di sekolah-sekolah di Sumedang, Hartono menginginkan iklim dan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan.
Sedang dilangsungkan Penandatanganan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi
Pihak-pihak yang terlibat dalam penyamaan persepsi ini meliputi kepala sekolah, guru, pengawas, komite sekolah, serta orangtua dan siswa.
Hartono juga menekankan pentingnya pertanggungjawaban anggaran dari setiap kegiatan yang dilakukan, yang memerlukan masukan dari satuan pendidikan.
“Misalnya, ketika kita melibatkan para guru, kami perlu memastikan bahwa SPPD digunakan dengan sebaik-baiknya agar akuntabilitas tetap terjaga. Ini adalah bentuk kolaborasi dari segi administrasi, serta kolaborasi dalam sikap dan budaya saling membangun dan mengingatkan,” ungkap Hartono.
“Ada yang pro dan kontra dalam proses ini. Mereka yang kontra biasanya adalah yang sudah nyaman dengan keadaan. Namun, yang terpenting adalah adanya progres, meskipun perubahan tidak dapat terjadi secara instan,” tambah Hartono.
Instansi Pendidikan siap terapkan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi
Selanjutnya, Hartono menjelaskan tentang pentingnya mengukur nilai kewajaran dalam konteks pemberian. Ia menyebut bahwa jika sebuah pemberian masih dalam batas wajar, sebaiknya tidak dianggap berlebihan atau dicap sebagai sogok-menyogok. Misalnya, ketika sebuah sekolah di daerah memberikan “oleh-oleh” kepada pengunjung, penolakan terhadap pemberian tersebut bisa menyinggung pihak sekolah. Oleh karena itu, komunikasi yang jelas dan hati-hati diperlukan dalam situasi semacam ini.
Sebagai contoh lain, jika suatu sekolah mengundang orangtua untuk makan siang saat acara, hal ini dianggap sebagai hubungan sosial, bukan gratifikasi. Hartono menambahkan bahwa selama tindakan itu masih dalam batas kepantasan dan dianggap wajar, maka hal tersebut dapat diterima.
“Jika pemberian dilakukan dengan dasar kepentingan yang bersifat melanggar, baru itu bisa dianggap sogok atau gratifikasi. Namun jika saya, sebagai orangtua siswa ingin berterima kasih kepada guru dengan mengajak makan siang, terutama jika saya mengenalnya dengan baik, itu masih dalam batas wajar. Tidak mungkin kita melarang orang berterima kasih,” jelas Hartono.
“Kami berupaya memberikan solusi melalui kolaborasi. Saya selalu siap berkolaborasi dengan siapapun sepanjang itu sesuai dengan tugas dan fungsi kami untuk pengembangan dan pemberdayaan GTK di Jawa Barat,” pungkas Hartono. [SR]***