majalahsora.com, Kota Bandung – Sejak digelontorkannya Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) oleh Pemprov Jabar dan ditiadakannya iuran bulanan pada tahun ajaran 2019-2020, tidak sedikit SMA & SMK Negeri di Jabar yang kesulitan keuangan untuk pengembangan dan pembiayaan operasional sekolah secara optimal.
Menilik hal itu Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat, angkat bicara dan memohon kepada Pemprov dan Disdik Jawa Barat memperbolehkan SMA/SMK Negeri di Jawa Barat melakukan Pungutan Iuran Peserta Didik Baru (IPDB) pada tahun pelajaran 2021-2022.
Pernyataan itu disampaikan oleh Iwan Hermawan Ketua FAGI, saat Focus Group Discussion (FGD), mengenai Pendanaan Pendidikan Sekolah Menengah yang dilaksanakan beberapa waktu lalu di SMAN 11 Bandung.
Selain FAGI hadir juga perwakilan kepala sekolah, LSM, Ormas Pendidikan, Komite Sekolah dan beberapa awak media.
Pernyataan FAGI itu menurut Iwan sangat relevan, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal pasal 51 ayat (4) Dana pendidikan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dapat bersumber dari anggaran pemerintah; bantuan pemerintah daerah; dan pungutan dari siswa/peserta didik atau orangtua/walinya yang dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
Sedangkan biaya yang diperlukan sekolah yaitu biaya investasi (lahan dan non lahan) dan biaya operasional (Personalia dan Non Personalia).
Ia menambahkan biaya investasi berdasarkan PP 48 Pasal 11, (1) Pendanaan biaya investasi selain lahan untuk satuan pendidikan yang bukan pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. (2) Pendanaan biaya investasi selain lahan untuk satuan pendidikan yang bukan pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah menjadi tanggung jawab bersama pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan masyarakat.
Sedangkan biaya oprasi kata Iwan mengacu kepada PP 48 Pasal 22,
(1) Pendanaan biaya oprasi nonpersonalia satuan pendidikan yang bukan pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah dan masyarakat. (2) Pendanaan biaya oprasi nonpersonalia satuan pendidikan yang bukan pelaksana program wajib belajar, baik formal maupun nonformal, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah dan masyarakat.
Masih kata Iwan untuk biaya oprasi nonpersonalia biasanya dipungut dari siswa dalam bentuk Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) bulanan.
Namun Pemprov Jabar sudah memberikan bantuan bagi siswa, mengganti biaya oprasional bulanan dengan mengeluarkan kebijakan bantuan BOPD.
“Berdasarkan dokumen Petunjuk Teknis BOPD, nilai BOPD yang dikucurkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat kepada SMA setiap bulan berkisar Rp 145.000 hingga Rp 160.000, tergantung klaster sekolah. Untuk SMK, BOPD yang diberikan setiap bulan berkisar Rp 150.000 hingga Rp 170.000,” kata Iwan, Kamis (20/5/2021).
“Sehingga orangtua siswa tidak lagi diberi kewajiban untuk membayar SPP bulanan. Tetapi bagi orangtua dari kalangan yang mampu masih diberi kesempatan untuk memberikan sumbangan biaya oprasional tersebut,” imbuhnya.
Dirinya juga menjelaskan dari pemerintah pusat sudah memberikan Bantuan Oprasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 1.500.000 (satu juta lima ratus rupiah) persiswa setiap tahun.
Untuk Biaya Investasi yang bersumber dari Iuran Peserta Didik Baru, Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) atau uang pangkal yang di pungut hanya satu kali, selama keperluan sekolah belum sepenuhnya dipenuhi, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Sehingga sekolah kesulitan untuk mengembangkan investasi sekolah khususnya bagi sekolah-sekolah yang baru didirikan.
Namun kata Iwan untuk memungut Iuran tersebut ada persyaratan-persyaratan sebagaimana amanat PP 48 thn 2008 pasal 52 diantranya;
1. Didasarkan pada perencanaan investasi dan/atau operasi yang jelas dan dituangkan dalam rencana strategis, rencana kerja tahunan, serta anggaran tahunan yang dana yang diperoleh;
2. Disimpan dalam rekening atas nama satuan pendidikan;
3. Tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis;
4. Tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik, dan/atau kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan;
5. Tidak dialokasikan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan anggota komite sekolah/madrasah atau lembaga representasi pemangku kepentingan satuan pendidikan.
Sedangkan persyaratan-persyaratan berdasarkan saran tindak terhadap jenis pungutan di bidang pendidikan di lingkungan Provinsi Jabar dari Saber Pungli Jabar, kata Iwan di antaranya:
1. Pihak Sekolah melaksanakan rapat/musyawarah dengan Orang tua/ Wali Murid; dan Komite Sekolah; 2. Panitia Rapat membuat Notulensi Rapat, daftar hadir peserta rapat/musyawarah, Berita Acara Pelaksanaan Rapat, dokumentasi visual rapat; 3. Setiap orangtua/wali murid membuat Surat Pernyataan bermaterai, yang pada pokoknya berisi Tidak keberatan atas iuran/sumbangan yang telah disepakati dalam rapat/musyawarah yang besarnya disesuaikan dengan kemampuannya; 4. Bagi orangtua/wali murid yg tidak mampu Pihak sekolah tidak melakukan pungutan terhadap yang tidak mampu;
Dengan persyaratan-persyaratan tersebut, maka sudah jelas bahwa Iuran Peserta Didik Baru (IPDB) diperbolehkan secara hukum.
Berdasarkan hasil dari evaluasi dari peniadaan pungutan dan peraturan pemerintah, FAGI memohon kepada Pemprov dan Disdik Jawa Barat, Aparat Penegak Hukum, LSM maupun Ormas untuk tidak mempermasalahkan lagi Pungutan Iuran Peserta Didik Baru. Asalkan masih dalam koridor yang berlaku. [SR]***