AI (Artificial Intelegensi) merupakan produk baru dari sebuah kemajuan dunia informasi dan teknologi, disana dituntut peran pemerintah dan anggota dewan merumuskan regulasi terkait hal tersebut.
AI memiliki dua sisi mata uang di satu sisi memiliki kelebihan dan kebaikan di sisi lain juga memiliki aspek negatif dan kekurangan, karena aktifitas AI itu sendiri dapat menimbulkan fitnah dan banyak perspektif.
Saat ini, Indonesia belum memiliki regulasi AI yang komprehensif dan khusus. Namun, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial sebagai acuan sementara.
Regulasi ini bersifat sukarela dan lebih menekankan pada anjuran etika penggunaan AI, sedangkan pemerintah masih dalam proses menyusun regulasi AI yang lebih formal dan komprehensif. Dibandingkan dengan negara Malaysia yang sudah membuat kantor AI Nasional (Nasional AI Office) dan pada 2 Juli 2024 Kementerian Informasi dan Komunikasi Vietnam merilis RUU Industri teknologi digital termasuk di dalamnya AI.
Dalam perkara mahasiswi ITB berinisial SSS merupakan salah satu masalah yang menimbulkan fitnah dan perspektif berbeda antara para pihak, karena SSS tidak memiliki niat jahat/tidak baik (Mens Rea) terhadap permasalahan ini. Di dalam perkara ini jelas SSS mengomentari tentang aktivitas lomba AI yang hanya melihat sisi baik/positif namun terdapat sisi negatif yang mana SSS menulis “Romansa Presiden dan Mantan Presiden” maka dalam AI muncul lah salah satu gambar tersebut (yang tidak baik) dan menulis “rate” yang maksudnya nilai dari bahaya AI akan seperti hal tersebut.
Jelas dalam cuitan SSS menegaskan pentingnya regulasi dan juga sosialisasi tentang bahaya AI jangan hanya dilihat dari satu sisi saja, alih-alih menjadi juri lomba AI lebih baik mendorong para pembuat regulasi untuk dapat membuat regulasi tentang AI yang menyeluruh dan konfrenhensif dengan sosialisasi yang gencar agar tidak ada korban seperti SSS yang mengkritisi dan mengedukasi namun berujung di bui.
Atas dasar hal tersebut kami meminta kepada pihak berwajib untuk mengkaji ulang perkara yang menimpa SSS dan berharap agar dapat dibebaskan dan dipulihkan nama baiknya karena SSS masih muda dan masih dapat dilakukan pembinaan baik di keluarga maupun di kampus dan kami mengajak kepada para mahasiswi di seluruh Indonesia khususnya Keluarga Besar ITB agar dapat memberikan dukungannya, sehingga perkara ini dapat selesai dengan baik.
Sebelum dan sesudahnya kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Presiden, Mantan Presiden dan Kapolri apabila nanti perkara SSS ini dihentikan dan nama baiknya dipulihkan dan kami juga mengajak kepada seluruh masyarakat dan rakyat Indonesia untuk melakukan kritik secara konstruktif, produktif dan positif agar NKRI mencapai cita-citanya di 2045, mewujudkan Indonesia Emas yang melindungi hak-hak warga negaranya.***