majalahsora.com, Kota Bandung – Seperti tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945, Pasal 31 ayat 1 dan 2, (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Hal itu pun terus diupayakan oleh Pemerintah Pusat tidak terkecuali Pemerintah Kota Bandung, yang memberikan bantuan melalui program siswa Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), masyarakat ekonomi kurang mampu.
Bantuan siswa RMP ini, setiap tahunnya disalurkan oleh Pemkot Bandung. Begitu juga dengan tahun 2024 ini, dananya telah digelontorkan ke SMP swasta Kota Bandung, seperti SMP PGRI 9 Kota Bandung.
Kepala SMP PGRI 9 Kota Bandung, Tutty Alawiyah, S.Ag., S.Pd., mengatakan bahwa program RMP ini sangat terasa manfaatnya dan sangat membantu kemajuan sekolah yang dipimpinnya.
“Memang SMP PGRI 9 itu dalam menerima siswa rata-rata ekonominya menengah ke bawah. Jadi ketika ada bantuan RMP itu sangat terbantu sekali. Terutama dalam sarana prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang Kegiatan Belajar Mengajar,” kata Tutty di ruang kerjanya, Jalan Gedebage Selatan No 17, Kecamatan Cinambo, Kota Bandung.
Tutty berterima kasih kepada Pemkot Bandung. Karena para siswa yang terkendala biaya pendidikan, menjadi terbantu.
Masih dari keterangan Tutty, bantuan RMP yang diterima SMP PGRI 9 tahun ini bagi 105 orang siswa. Terdiri dari kelas VIII, IX serta mereka yang sudah lulus, dan saat ini duduk di bangku kelas X SMA, SMK sederajat.
Alokasi bantuan RMP ini untuk personal dan operasional. Dalam bantuan operasional, untuk menggantikan biaya DSP dan SPP, di antaranya meningkatkan sarana prasarana sekolah.
Sedangkan untuk bantuan personal bagi siswa, berupa seragam sekolah, pakaian batik, pakaian olahraga dan perlengkapan lainnya.
“Baju batik dan olahraga itu hanya satu pasang, mereka cepat pudar. Jadi di RMP tahun ini kami sisipkan lagi namun tanpa seragam putih biru, melainkan diganti dengan baju pramuka,” ujar Tutty.
Tuty pun merinci bantuan personal, yaitu berupa satu paket buku tulis, satu setel baju pramuka, baju batik, satu setel baju olahraga, atribut lengkap (topi, dasi, sabuk, lokasi dan bet), tas dan sepatu.
Sedangkan untuk bantuan operasional, dituangkan dalam bentuk pengecatan dinding-dinding sekolah, CCTV di setiap kelas, kipas angin di setiap kelas, pembenahan toilet ruang kepala sekolah, perbaikan keramik di lorong kelas-kelas lantai 2 dan perbaikan ulang instalasi listrik.
“Kalau perbedaan dengan tahun sebelumnya, di tahun ini itu ada untuk personal dan operasional. Ini memudahkan dana agar lebih terarah dan tepat sasaran turun ke siswanya. Dan di tahun ini juga pengawasannya lebih ketat,” ungkap Tutty.
Sehubungan dengan itu, Tutty juga menyarankan tentang RMP agar bantuan RMP tidak cair di akhir tahun, melainkan di tahun ajaran baru yakni sekitar bulan Mei atau Juni.
Tutty dan timnya cukup kewalahan dalam pembuatan laporan.
“Kalau boleh saya memilih, sebaiknya nanti yang cair itu bukan RMP, tapi BOS. Kalau dulu itu ada BOS kota, provinsi dan pusat. Soalnya kalau BOS itu semua anak dapat. Sedangkan RMP itu hanya untuk yang tidak mampu dan memenuhi syarat saja. Tidak semua anak dapat,” imbuh Tutty.
“Yang jadi bingung ke kita itu bagi mereka yang tidak dapat bantuan, pasti ada kecemburuan sosial. Yang akhirnya persepsi para orang tua muncul seperti adanya diskriminasi dari Kepsek dan semacamnya,” tandasnya. [SR]***