Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir tiga tahun ini tentunya telah banyak membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dari aspek ekonomi yang berdampak pada berbagai sisi kehidupan kita. Berbagai kegiatan dalam rangka menanggulangi dan mencegah penyebaran penyakit Covid-19 menghasilkan berbagai pembatasan yang mengakibatkan keterpurukan ekonomi yang cukup dalam.
UMKM yang pada masa krisis ekonomi tahun 1998 dan 2008 bisa tetap bertahan dan menjadi penolong melewati krisis akan tetapi pada saat krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini justru yang paling terdampak. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada akhir tahun 2020 menyebutkan sebanyak 87,5 persen UMKM terdampak pandemi Covid-19. Dari jumlah ini, sekitar 93,2 persen di antaranya terdampak negatif di sisi penjualan.
Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan sehingga pemerintah bergerak cepat melalui berbagai stimulus ekonomi di berbagai sektor untuk menjaga ketahanan ekonomi masyarakat. Hal ini agar tidak semakin terpuruk dan bisa segera bangkit mengatasi keadaan.
Pemerintah tidak hanya menyalurkan berbagai bantuan sosial dan program penanggulangan Covid-19, tetapi
juga melalui berbagai kebijakan agar belanja pemerintah sebagai pendorong roda perekonomian tidak saja bisa segera direalisasikan sebesar-besarnya. Tidak hanya untuk menjaga daya beli masyarakat, tetapi juga berusaha agar belanja pemerintah ini juga bisa mendorong kebangkitan UMKM. Pemerintah berkeyakinan dengan UMKM bangkit maka pemulihan ekonomi akan semakin cepat.
Kemampuan beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi menghasilkan berbagai inovasi. Berbagai pembatasan dalam rangka pencegahan penularan Covid-19 diatasi dengan strategi
berjualan secara online dan meningkatkan variasi produk, terutama produk-produk yang memang sedang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Pelaku usaha dan masyarakat dipaksa untuk berpindah dari yang konvensional menjadi serba digital. Demikian juga layanan publik yang disediakan oleh pemerintah harus menjadi pelopor dan pendorong proses peralihan tersebut.
Digitalisasi Belanja Pemerintah
Pemerintah memahami bahwa digitalisasi adalah salah satu solusi penting untuk pemulihan ekonomi. Oleh sebab itu pemerintah memutuskan untuk menerapkan digitalisasi belanja pemerintah. Khususnya belanja pemerintah pusat, sehingga berbagai pembatasan selama pandemi Covid-19 tidak jadi penghalang untuk seluruh satuan kerja kementerian lembaga untuk melakukan belanja kegiatannya. Digitalisasi ini juga diharapkan bisa mendorong pemulihan UMKM, dengan cara UMKM bisa mengakses dan bertransaksi secara digital atas belanja pemerintah. Dengan kemampuan mengakses pasar belanja pemerintah, maka akan mendorong UMKM untuk
mendapatkan pasar yang lebih luas dan lebih pasti dalam belanja pemerintah.
Sebagai wujud keseriusan pemerintah maka melalui Peraturan Presiden nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Melalui Perpres ini UMKM diberikan kemudahan untuk mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pemerintah mendukung melalui kewajiban penggunaan produk lokal, kewajiban setiap Kementerian dan Lembaga untuk mengalokasikan minimal 40% dari belanjanya untuk UMKM, serta meningkatkan batas nilai paket yang dapat dikerjakan oleh
UMKM dari Rp. 2,5 miliar menjadi Rp. 15 miliar.
Pada tahun yang sama dikeluarkan Keppres nomor 3 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah, termasuk di dalamnya adalah transaksi keuangan pemerintah.
Kementerian Keuangan Republik Pemerintah selaku Kuasa Bendahara Umum Negara yang bertanggungjawab dalam pengelolaan belanja pemerintah mengimplementasikan kebijakan
pemerintah tersebut, melalui berbagai program digitalisasi keuangan negara. Salah satunya digitalisasi belanja pemerintah.
Pencairan APBN sejak tahun 2014 telah menggunakan Aplikasi Sistem Pelaksanaan Anggaran Negara (SPAN) sehingga proses pembayaran terpusat pada satu database, sehingga akurasi data lebih terjaga. Pada tahun 2022 Aplikasi Sistem Keuangan Tingkat
Instansi (SAKTI) Full Module
telah diimplementasikan di seluruh satuan kerja kementerian/lembaga. Dengan Aplikasi SAKTI ini, maka semua pengelolaan keuangan yang bersumber dari APBN cukup menggunakan satu aplikasi ini, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaporan keuangannya.
Sebelum Pandemi Covid-19 tepatnya pada tanggal 1 Juli 2019, Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah mulai melaunching digitalisasi pembayaran melalui program Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan Marketplace (Digipay). Melalui kedua program ini pemerintah berusaha untuk meningkatkan transaksi belanja ke arah cashless sehingga akan lebih meningkatkan transparansi dan kemudahan berbelanja dengan berbagai
pihak.
Pada masa pandemi Covid-19 Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan selaku pemegang tusi pengelolaan belanja pemerintah terus meningkatkan penggunaan KKP dan Digipay tersebut, sehingga walaupun banyak pembatasan kegiatan belanja pemerintah tetap dapat dilaksanakan dengan lancar dan prudent.
Pada tahun 2022 pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2022 yang pada intinya bahwa seluruh pengadaan pemerintah yang masih manual harus dialihkan ke elektronik paling lambat tahun 2023. Dengan adanya Perpres nomor 12 Tahun 2021 dan Inpres nomor 2 Tahun 2022 ini semakin membuka peluang bagi UMKM untuk bisa memasuki pangsa pasar belanja pemerintah dengan lebih luas lagi. Berbagai fasilitas dan kemudahan telah diberikan kepada UMKM agar tidak saja bisa bangkit tapi juga bisa tumbuh kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan realisasi penggunaan KKP terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2019 realisasi sebesar Rp. 340,3 miliar, 2020 sebesar Rp. 434,4 miliar, tahun 2021 sebesar Rp. 452,3 miliar dan Tahun 2022 per November 2022 sebesar Rp. 620,9 miliar. Sedangkan implementasi Digipay sejak November 2019 terus tumbuh signifikan sampai dengan 30 September 2022.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Himbara dan hasil evaluasi atas laporan seluruh Kanwil Ditjen Perbendaharaan diperoleh data bahwa Digipay telah digunakan oleh 8.123 satuan kerja dan 2.987 vendor UMKM serta telah berhasil transaksi sebanyak 22.613 transaksi dengan nominal Rp. 44,97 miliar (data DJPb).
Dalam rangka untuk lebih meningkatkan penggunaan KKP dan Digipay maka Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 97 Tahun 2021, tentang Perubahan Peraturan Terkait Tata Cara Penggunaan KKP.
Dalam aturan tersebut KKP diperkenankan untuk digunakan di marketplace dan untuk pembayaran kepada UMKM di marketplace untuk transaksi s.d Rp. 200 juta sudah bisa menggunakan KKP. Demikian pula halnya Digipay sebagai marketplace belanja pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada UMKM untuk mendaftarkan produk-produknya di Digipay secara mandiri, sehingga seluruh satuan kerja dapat melihat produk-produknya.
Peraturan-peraturan dan sistem digitalisasi belanja pemerintah telah dibuat sedemikan rapi dan terbuka, untuk mendorong para pelaku UMKM dapat memasarkan produknya secara transparan dan bersaing secara sehat serta mendapat pangsa pasar yang sangat besar dari belanja pemerintah. Sistem pembayaran pun telah sangat mendukung untuk proses pembayaran yang cepat, tepat dan akurat.
Tinggal bagaimana para pelaku UMKM memanfaatkan semua itu agar bisa meningkatkan omzet dan pasarnya, sehingga meskipun pandemi akan segera berlalu tapi tatanan sistem digitalisasi belanja pemerintah akan terus digunakan dan berkembang, untuk terus menyokong keberadaan dan kemajuan UMKM di Indonesia.***