majalahsora.com, Kota Bandung – Proses kegiatan belajar mengajar di masa pandemi COVID-19 menjadi tantangan tersendiri bagi satuan pendidikan yang ada di Indonesia termasuk di Jawa Barat. Karena dilakukan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ), baik dalam jaringan/online ataupun menggunakan modul.
Terlebih sebelum ada pandemi para siswa terbiasa belajar tatap muka langsung dengan guru/dosennya di sekolah.
Kini di tahun ajaran baru 2020-2021, sudah hampir dua bulan para siswa di setiap satuan pendidikan belajar dari rumah (BDR) masing-masing. Ditambah dua bulan sebelumnya mereka pun sudah melakukan hal serupa saat pandemi baru mewabah di tanah air, pada sekitar bulan Maret 2020.
Hal tersebut menjadi pembahasan menarik pada dialog interaktif pendidikan RRI Bandung di SMAN 3 Kota Bandung, hari Rabu, tanggal 16 September 2020, berkolaborasi dengan Forum Wartawan Pendidikan (FWP) Jabar dengan tema “Proses Belajar Mengajar Di Masa Pandemi”.
Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, Rektor Universitas Widyatama yang juga Ketua Komite SMAN 3 Kota Bandung, memaparkan bahwa masyarakat kita harus sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran menggunakan teknologi informasi dan modul.
Sehingga mereka tidak perlu setiap hari datang ke sekolah/kampus.
Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S. IP., M. Si., Rektor Universitas Widyatama sekaligus Ketua Komite SMAN 3 Kota Bandung (tengah) sedang memaparkan jawaban dari Vera Pro-1 RRI-Bandung, 97.6 FM
Justru kata Prof. H. Obi, sapaan akrabnya, masyarakat harus bisa menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi (TI) sebagai sarana prasarana belajar. Karena makin ke sini pembelajaran tatap muka langsung bisa jadi intensitasnya semakin berkurang.
“Makin ke depan justru pembelajaran seperti (daring dan modul) ini akan dilakukan. Orang yang tertinggal dalam hal penguasaan IT maka akan semakin tertinggal,” kata Prof. H. Obi, di SMAN 3 Jalan Belitung No. 8 Kota Bandung.
Dirinya pun memberikan contoh mengenai pembelajaran/perkuliahan di Universitas Widyatama, selama ini perkuliahannya dilaksanakan selama dua hari dalam sepekan. Kegiatannya sudah berjalan sebelum ada pandemi serta adaptasi kebiasaan baru.
“Kalau itu diterapkan di seluruh Indonesia, dua hari perkuliahan dilakukan dengan online maka biayanya akan lebih murah lagi,” terangnya.
Hal tersebut akan mengurangi beban pengeluaran mahasiswa seperti makan, transportasi, parkir dan lainnya. Sehingga menurut Prof. H. Obi tidak ada lagi orangtua yang mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan.
Ia pun memberi contoh perkuliahan di kampusnya.
Edy Purwanto, M. M., Kasubag Perencanaan Disdik Jabar (kanan)
“Dalam satu hari ada sembilan Satuan Kredit Semester (SKS), kalau sembilan SKS dibagi tiga mata kuliah, maka satu mata kuliah tiga SKS. Kalau dua hari dikali sembilan SKS, sudah 18 SKS. Cukup kan kalau paket itu 18 SKS. Persemester jadi tidak usah mengambil 24 SKS. Toh nanti juga lulus di semester tujuh. Demikian juga saat tugas terakhir, hanya ngambil enam SKS. Jadi kalau ada kurang-kurang taruh saja di semester terakhir,” jelasnya, kepada awak media.
Lebih lanjut ia menjelaskan apabila dalam satu minggu hanya dua hari kuliah tatap muka seperti biasa, maka sisanya bisa digunakan untuk praktek, kursus, bekerja dan lain-lain.
“Terlebih bila dua hari masa perkuliahan tersebut dilakukan secara online. Belum lagi kalau menerapkan sistem hybrid, sudah dua hari, belajar/kuliahnya secara online memakai server dan modul,” terangnya.
“Di Universitas ternama dunia orang sekarang belajar atau kuliah sambil kerja. di kantor buka komputer tapi di sebelahnya dia sambil belajar menggunakan modul. Tidak perlu bertatap muka langsung dengan dosennya. Juga tidak perlu repot-repot mencari buku karena sudah ada, melihat buku elektronik ebook, sambil bekerja,” imbuhnya.
Hal itu pun, menurutnya sedikit banyaknya bisa diimplementasikan di sekolah pada kondisi saat ini.
Terkait dengan dirinya sebagai Ketua Komite SMAN 3 Kota Bandung, ia sangat mendukung semua program unggulan yang akan digulirkan di SMAN 3. Terlebih SMAN 3 manjadi barometer pendidikan di Jabar dan Indonesia.
Drs. Iwan Setiawan, Kepala SMAN 3 Kota Bandung, yang baru menjabat sekitar dua bulan, sebelumnya pernah menjadi Kepala SMAN 18 & SMAN 24 Kota Bandung
Tentu untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas secara masif tidak bisa lepas dari segi pembiayaan. Terlebih sejak tahun ajaran baru 2020-2021 SMA, SMK, SLB negeri di Jabar tidak bisa memungut iuran bulanan dari orangtua siswa. Iurannya sudah dibayarkan oleh Pemprov Jabar melalui Biaya Operasional Pendidikan Daerah (BOPD) ditambah dana dari Bantuan Operasional Sekola (BOS) pusat.
BOPD dari Pemprov Jabar sendiri berkisar antara Rp145.000 sampai Rp 175.000 per siswa per bulan. Sedangkan untuk dana BOS Rp 1,5 juta untuk SMA dan Rp 1,6 juta untuk SMK.
Apabila mengandalkan biaya BOPD dan BOS dari pemerintah pusat maka program-program unggulan yang ada di SMAN 3 khususnya tidak mungkin semua bisa terealisasi.
Perlu diketahui selama ini orangtua siswa SMAN 3 Kota Bandung sudah terbiasa membayar iuran yang besarnya sudah ditetapkan dan selama ini (sebelum iuran dibebaskan) tidak menjadi masalah bagi mereka yang mampu.
Prinsipnya menurut Prof. Obi, sumbangan dari orangtua untuk pengembangan program di SMAN 3 Bandung tidak ada masalah, namun harus ada keterbukaan.
“Kalau kita bisa menjelaskan secara transparan kepada orangtua mereka tidak ada masalah. Tetapi biasanya orangtua kecewa apabila anggaran yang mereka bantu tidak jelas digunakannya,” kata Prof. H. Obi.
Diskusi solutif tersaji secara hangat dan sangat mengalir, di depan aula SMAN 3
Saat ditanya oleh awak media mengenai kinerja Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ia dengan tegas mengatakan bahwa Mendikbud jangan hanya banyak bicara, namun harus lebih cepat dalam mengambil tindakan.
Sementara itu Edy Purwanto, M. M., Kasubag perencanaan Disdik Jabar yang mewakili Dedi Supandi Kadisdik Jabar karena berhalangan hadir mengatakan, bahwa selama ini pihaknya sedang menyusun modul pembelajaran jarak jauh BDR untuk jenjang SMA, SMK, SLB.
Sehingga, menurut Edy modul tersebut bisa dipakai secara efektif di satuan pendidikan yang ada di bawah naungan Dinas Pendidikan Jabar.
Edy pun memaparkan bahwa Pemprov Jabar juga memberikan solusi dengan membantu memberikan kuota internet Telkomsel (10 GB) gratis yang diberikan baru-baru ini kepada sekitar 1,9 juta siswa SMA, SMK dan SLB. Kini sedang tahap verifikasi.
Sementara itu Iwan Setiawan kepala SMAN 3 Kota Bandung menjelaskan bahwa pembelajaran BDR di sekolahnya salah satunya mengacu kepada pola pembelajaran BDR hasil kajian dan survei yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, malalui Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII.
“Dari sanalah kami membuat dan merancang sistem kurikulum BDR menghadapi masa-masa awal semester satu yang sekarang berjalan,” kata Iwan usai dialog interaktif pendidikan RRI Bandung.
Farell Faiz, Ketua OSIS SMAN 3 Kota Bandung saat memberikan pertanyaan dan menceritakan pengalam BDR di masa pandemi
Ia menambahkan bahwa di setiap pelajaran telah dilakukan penyederhanaan kurikulum. Terlebih menurut Iwan Disdik Jabar akan membuat modul yang menjadi standar pembelajaran di Provinsi Jawa Barat.
Di samping itu juga mengacu berdasarkan arahan dari Kemendikbud bahwa Kompetensi Dasar (KD) inti disederhanakan.
“Artinya langkah-langkah yang telah dilakukan oleh KCD di Provinsi Jawa Barat sudah sangat cepat tepat. Sebelum keluar permennya, ada pengurangan materi pelajaran tetapi tidak menghilangkan materi yang ada,” kata Iwan.
Di SMAN 3 Kota Bandung pun menurut Iwan KD inti tetap dijadikan patokan, namun KD pengembangan yang menjadi standar kualitas di SMAN 3 masih dipertahankan. Termasuk diaplikasikan pada sistem SKS yang telah berjalan lama.
“Makannya persiapkan modul yang tadi disampaikan oleh Prof. Obi merupakan langkah yang paling positif dan efisien dalam waktu belajar siswa kami. Namun tetap untuk pembelajaran materi yang berat memerlukan tatap muka seperti untuk pelajaran matematika dan fisika,” katanya.
Adapun aplikasi pembelajaran yang digunakan di SMAN 3 saat BDR selain memakai zoom meeting juga melalui Microsoft Team, Microsoft Windows, Microsoft Office dan lainnya.
Saat ditanya mengenai peran serta orangtua siswa dalam membantu pendanaan memajukan kualitas pendidikan di sekolahnya, ia tidak memungkiri sangat memerlukannya, terlebih pihaknya didukung oleh komite sekolah dan jajarannya. Namun pihaknya kini masih membuat (mendekati finalisasi) RKAS, RKJM dan RKAT. [SR]***