majalahsora.com, Kota Bandung – Pepatah mengatakan buku adalah jendela dunia. Hal itu masih relevan hingga sekarang. Buku dapat mencerdaskan dan mencerahkan, serta membawa kepada sebuah peradaban baru yang penuh cakrawala.
Namun demikian, ungkap Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz), kehadiran buku saja tidak cukup jika tidak disertai dengan kebiasaan membaca, atau ‘reading habits’, terutama bagi para pemuda sebagai penerus estafet pembangunan bangsa.
“Dalam perkembangannya di ‘zaman now’, tidak kita pungkiri bahwa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan platform baru dalam sejarah peradaban manusia, yaitu ‘dunia tanpa batas’ dengan arus informasi super cepat sebagai identitas utamanya,” kata Wagub Jabar Deddy Mizwar, pada kegiatan ‘Tabligh Akbar – Islamic Festival and Book Fair (IFBF) Jawa Barat 2017’, di Komplek Pusdai Bandung, Rabu (29/11/2017).
Di satu sisi, hal ini merupakan sebuah bukti kemajuan peradaban yang patut disyukuri. Namun di sisi lain, hal tersebut juga membawa dampak negatif bagi masyarakat, seperti menurunnya minat baca buku di kalangan pelajar.
Merujuk pada hasil survei UNESCO tahun 2011, Deddy Mizwar mengungkapkan bahwa indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Artinya, hanya ada satu orang dari 1.000 penduduk yang masih mau membaca buku secara serius.
“Lima tahun berselang, ternyata kondisi belum banyak berubah,” sebut Deddy.
Baru-baru ini, survei The World’s Most Literate Nations yang diadakan Central Connecticut State University, menempatkan Indonesia di urutan ke-60 dari 61 negara yang disurvei.
Rendahnya budaya membaca ini berbanding lurus dengan kebiasaan masyarakat Indonesia, yang berdasarkan penelitian lebih suka menonton televisi dibandingkan membaca.
Penelitian lain juga menyebutkan, bahwa dari 88,1 juta jiwa penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet ada 40 persen, di antaranya digunakan untuk main game, dan hanya 2 persen yang menggunakan internet untuk mengakses sumber-sumber ilmu pengetahuan teknologi berbasis buku.
“Upaya meningkatkan minat baca, tentu tidak bisa dilakukan secara instan. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat telah meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah dan ‘West Java Leaders Reading Challenge,’ sebagai ikhtiar bersama untuk mendorong Minat Baca di kalangan pelajar,” katanya.
Selain itu, ia mendorong peran orang tua, yang dinilai sangat penting. Di antaranya dengan kembali menghadirkan budaya mendongeng. Selain bermanfaat untuk membangun kedekatan emosional dan karakter anak, mendongeng juga dapat menjadi sarana menumbuhkan minat baca sejak usia dini, sehingga membaca dapat menjadi karakter anak dan membudaya hingga dewasa.
Untuk itu, Wagub Jabar juga mengimbau para penerbit, untuk senantiasa selektif dalam menerbitkan buku, agar buku yang beredar mengandung unsur edukatif, menghibur sesuai dengan kategori usia, dan tidak mengandung konten-konten negatif yang dapat berdampak buruk kepada pembacanya.
Di samping itu, buku juga harus dapat diakses dengan mudah dan murah bahkan gratis bagi masyarakat di pelosok desa. Dengan cara terus mendorong gerakan wakaf buku, memperbanyak mobil atau motor perpustakaan keliling, taman-taman bacaan, perpustakaan mini, dan gerakan literasi akar rumput lainnya.
“Sementara itu, bagi masyarakat perkotaan yang lebih akrab dengan gadget, yang harus terus kita dorong adalah percepatan transformasi buku cetak menjadi format digital yang terintegrasi dalam sistem layanan perpustakaan gratis, sehingga buku dapat dibaca kapanpun dan di manapun melalui gadget,” ujar Wagub Deddy.
Pada saat yang sama, Deddy juga mengajak para orang tua untuk memperhatikan anak-anak dan pelajar dalam penggunaan gadget, agar mereka memanfaatkannya tidak sebatas untuk bermain game atau online di media sosial.
Adapun perpustakaan, sebut Deddy, bisa dirancang supaya dekat dengan fasilitas publik, seperti di taman-taman rekreasi, tempat-tempat olahraga, dan lain sebagainya, sehingga buku lebih mudah dijangkau dan membaca jadi lebih menyenangkan.
“Artinya, tampilan perpustakaan yang masih identik dengan gudang buku harus direformasi, perpustakaan harus kreatif, inovatif, menarik, dan menyenangkan,” katanya.
Dengan demikian, diharapkan membaca menjadi kebiasaan (reading habits) masyarakat, yang berlanjut kepada terwujudnya budaya baca (reading culture), serta bermuara pada terciptanya masyarakat pembelajar (learning society), sebagai modal berharga dalam membangun peradaban bangsa yang lebih maju, produktif, dan berdaya saing global. [SR]***