majalahsora.com, Kota Cirebon – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Kota Cirebon. Dalam kunker ini KKP memberikan sejumlah bantuan, di antaranya alat penangkap ikan ramah lingkungan untuk para nelayan di Jawa Barat.
Para nelayan penerima bantuan ini berasal dari Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz) didampingi Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja membagikan bantuan tersebut secara simbolis kepada enam orang nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Jalan Pelabuhan Perikanan No. 1 Kejawan, Pegambiran, Lemahwunguk, Kota Cirebon, Kamis (12/10/17).
Bantuan alat penangkap ikan berupa jaring ini merupakan penggantian alat tangkap ikan yang dilarang. Alat ini diharapkan tidak hanya akan melestarikan lingkungan dan biota laut, namun lebih jauh lagi bisa meningkatkan hasil tangkap, serta menyejahterakan para nelayan. Hal ini sesuai dengan tiga pilar atau tahapan pembangunan kelautan yang telah ditetapkan KKP, yaitu: Kedaulatan, Keberlanjutan, dan Kesejahteraan.
“Kalau berbicara keberlanjutan mesti agak perih di depan. Mengencangkan ikat pinggang di depan, tetapi dampaknya bukan hanya untuk kita tapi untuk anak cucu kita nanti. Kalau kita mengabaikan keberlanjutan kehidupan laut kita, anak cucu kita menyumpahi kita nanti,” ujar Wagub dalam sambutannya.
“Tinggalkan jaring yang merusak biota laut, sehingga nanti yang ketangkap ikan-ikan besar jadi nilai jualnya mahal. Jadi tidak ada maksud Pemerintah menyengsarakan nelayan, tidak ada sama sekali. Kita berfikir jauh ke depan untuk masyarakat nelayan sendiri. Kita kan nggak hidup untuk sekarang aja,” sambungnya.
Lebih lanjut, Wagub mengungkapkan bahwa upaya tersebut di atas merupakan upaya pihaknya dalam mendorong kesejahteraan para nelayan, khususnya yang ada di Pantura. Upaya Pemerintah diakui Demiz akan menimbulkan pro dan kontra, namun hal tersebut merupakan bagian dari proses pembangunan perikanan dan kelautan nasional.
Dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat, terdapat 11 kabupaten/kota pesisir dengan panjang pantai 842,66 km, luas laut 18.727,28 km2, serta memiliki kewenangan atas pengelolaan sumber daya alam di wilayah teritorial 12 mil yang berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 Samudera Indonesia dan WPP 712 Laut Jawa.
Namun, potensi perikanan tangkap yang begitu besar di Jawa Barat, saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2016, produksi perikanan tangkap Jawa Barat sebesar 276.303 Ton atau meningkat sekitar 1,95% dari produksi tahun 2015. Akan tetapi itu baru sekitar 13,35% dari potensi perikanan tangkap yang ada di dua wilayah pengelolaan perikanan.
Hal tersebut disebabkan masih adanya beberapa permasalahan yang dihadapi para nelayan, terutama menyangkut pengelolaan yang masih tradisional, lemahnya akses permodalan, serta sarana dan prasarana yang belum memadai, seperti armada perikanan yang masih didominasi ukuran kecil. Bahkan dari 18.231 unit kapal perikanan, sebanyak 16.827 unit atau 92,2% di antaranya berukuran kecil.
Selain itu, dari aspek legalitas masih banyak kapal perikanan yang belum berizin/belum terdaftar. Oleh karenanya, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat telah berupaya meningkatkan pelayanan perizinan dengan membuka gerai-gerai pelayanan perizinan di beberapa tempat strategis. Disamping itu, Pemprov Jabar juga proaktif menjemput bola dengan menempatkan mobil unit pelayanan di sentra-sentra nelayan secara terjadwal, yang diperkuat dengan penerapan sistem perizinan online sehingga para nelayan yang akan mengurus SIUP/SIPI bisa mendapatkan pelayanan yang lebih mudah dan lebih cepat.
Permasalahan lainnya adalah belum optimalnya fungsi pelabuhan perikanan sebagai basis utama kegiatan perikanan tangkap. Dari 84 pelabuhan perikanan di Jawa Barat yang tercantum dalam Rencana Induk Pelabuhan Perikanan Nasional (RIPPN), saat ini baru sekitar 16 lokasi yang telah mampu memenuhi kriteria Tahap I operasional pelabuhan perikanan.
Kondisi tersebut disebabkan belum memadainya kuantitas dan kualitas prasarana, baik fasilitas bangunan laut maupun bangunan darat, serta masih minimnya SDM pengelola yang memenuhi kriteria. Terkait dengan itu, maka dukungan Pemerintah Pusat dalam pembangunan infrastruktur pelabuhan perikanan melalui program Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN) dan Minapolitan, sangat dibutuhkan keberlanjutannya.
Sementara terkait dengan asuransi nelayan, dari jumlah nelayan yang tercatat dalam statistik yaitu 100.485 orang, sebanyak 57.915 orang atau 57,63% telah memiliki kartu nelayan. Jumlah polis asuransi yang terbit pada 2016 sebanyak 35.074 polis, sedangkan 2017 ini telah terbit 12.325 polis dari target sebanyak 17.550 polis.
Dalam hal klaim asuransi, di 2016 terdapat 104 klaim yang terdiri dari 76 klaim meninggal alami, 4 klaim meninggal kecelakaan di laut, 10 klaim kecelakaan di laut/darat, dan 14 klaim pengobatan karena sakit. Untuk itu, pada kesempatan ini Wagub Demiz mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, terutama kepada PT Jasindo yang telah memberikan pelayanan dengan baik dan cepat untuk setiap klaim asuransi nelayan.
Selain upaya di atas, Pemprov Jawa Barat telah memiliki MoU dan Perjanjian Kerjasama Andon Penangkapan Ikan dengan 5 (lima) provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, dan Lampung, kemudian yang masih dalam proses dengan Provinsi Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau, sedangkan dengan provinsi lainnya dalam proses penjajakan. “Kami berharap, koordinasi andon penangkapan ini dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga meminimalisir terjadinya konflik antar-nelayan,” pungkas Wagub.
KKP: Usaha Perikanan Tangkap Indonesia Tertutup Bagi Asing
Upaya pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia melalui tiga pilar (kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan) adalah salah satu bukti keberpihakan Pemerintah terhadap para nelayan. Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Sjarief Widjaja menjelaskan bahwa hal lain yang ingin dilakukan pemerintah untuk meningkatkan keberpihakan tersebut yaitu melalui peningkatan stok ikan di lautan. Namun, stok ikan Indonesia terus berkurang akibat ekploitasi asing di perairan laut Indonesia.
Sesuai dengan pengamatan citra satelit terdapat 10.000 kapal laut asing di perairan Indonesia dengan ukuran 200-300 GT. Dengan panjang jaring hampir 150 km dan hasil tangkapan ikan bisa mencapai 100 ton setiap kali tarik jaring. Hal ini menyebabkan stok ikan Indonesia tidak bisa meningkat.
Untuk itu, pemerintah pusat melalui KKP menerapkan kebijakan penenggelaman kapal asing ilegal. Upaya ini membuahkan hasil, dalam waktu tiga tahun stok ikan meningkat dua kali lipat hingga 12,5 juta ton.
“Tugas ini adalah kewajiban negara. Untuk meyakinkan nelayan-nelayan kita itu akan memiliki stock ikan itu cukup. Dan tahun lalu Presiden mengeluarkan Perpres yang menetapkan bahwa usaha perikanan tangkap tertutup untuk asing. Jadi hanya nelayan Indonesia yang boleh menangkap ikan di Indonesia,” kata Sjarief dalam sambutannya di acara kunker KKP di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Kejawanan, Jalan Pelabuhan Perikanan No. 1 Kejawan, Pegambiran, Lemahwunguk, Kota Cirebon, Kamis (12/10/17).
Upaya Pemerintah dalam membangun perikanan dan kelautan Indonesia melalui tiga pilar pembangunan, yaitu kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. Pilar pertama, dalam hal mempertahankan kedaulatan laut Indonesia melalui upaya perlindungan terhadap aset perairan laut dan biota laut. Salah satu kebijakan yang telah dilakukan yaitu menenggelamkan kapal laut asing ilegal. Bahkan telah ada Perpres yang mengatur tentang pelarangan kapal laut asing beroperasi di perairan laut Indonesia. Hingga saat ini telah ada 327 kapal ditenggelamkan.
Pilar kedua, yaitu keberlanjutan. Melalui pemanfaatan sumber daya alam laut tanpa merusak lingkungan dan biota laut. Untuk itu, pada kesempatan kunjungan kerja di Cirebon, pemerintah membagikan alat penangkap ikan ramah lingkungan ini sekaligus memusnahkan alat penangkap ikan perusak lingkungan. Total alat tangkap ikan tidak ramah lingkungan di Jawa Barat mencapai 1.169 dan telah dibagikan sebanyak 409 buah. Sementara alat tangkap ikan yang dibagikan pada kunker sebanyak 308 buah, sisanya sebanyak 452 buah akan dibagikan pada akhri bulan ini.
Sementara pilar ketiga, yaitu kesejahteraan. Dalam acara kunker KKP ini, selain membagikan alat penangkap ikan ramah lingkungan, para nelayan juga mendapat santunan klaim ‘Asuransi Nelayan’. Bagi nelayan yang meninggal di laut mendapat santunan sebesar Rp 200 juta, meninggal alami Rp 160 juta, cacat tetap Rp 100 juta, dan sakit sebesar Rp 20 juta untuk biaya pengobatan. Asuransi nelayan yang telah dibagikan pada 2016 sebanyak 35.000 klaim se-Jawa Barat, sementara pada tahun ini sebanyak 17.000 klaim. Target KKP sebanyak 100 ribu nelayan di Jawa Barat bisa terlindungi asuransi.
Upaya lain yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan yaitu pembangunan Tempat Pelelangan Ikan. TPI di PPN Kejawan ini adalah model untuk TPI di seluruh Indonesia. Di TPI ini ikan diperlakukan dengan baik, tidak terkena matahari karena ketika turun kapal ikan dilindungi oleh atap. Dalam proses pengemasan ditata dengan rapi dengan ukuran ikan yang sama karena telah disortir sebelumnya. Cara ini diyakini bisa meningkatkan harga ikan.
Pada kesempatan ini KKP juga menyerahkan bantuan Gerai Permodalan Nelayan (Gemonel) dari Bank BRI. Bantuan permodalan yang diberikan mencapai Rp 10 juta, Rp 12 juta, bahkan hingga Rp 500 juta. Selain itu, dibagikan pula bantuan 100 ribu benih ikan bandeng kepada Kelompok Budidaya Ikan Bunga Mekar dan 50 ribu ikan lele kepada Kelompok Budidaya Ikan Mendeng Mandir. Bantuan benih ikan ini berasal dari Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya KKP di Kabupaten Karawang. [SR]***