majalahsora.com, Kota Bandung – Setiap menjelang akhir studi, siswa SMK kelas XII/XIII wajib mengikuti kegiatan Uji Kompetensi Keahlian (UKK).
Biasanya diuji oleh pihak sekolah maupun mitra dari dunia usaha/industri (DUDI), asosiasi profesi. Ada juga yang diuji oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
Tujuannya untuk mengukur pencapaian kompetensi siswa yang setara dengan kualifikasi jenjang 2 (dua) atau 3 (tiga) pada KKNI.
Hasil UKK itu akan menjadi indikator ketercapaian standar kompetensi lulusan. Sedangkan bagi stakeholder hasil UKK dijadikan sumber informasi atas kompetensi yang dimiliki calon tenaga kerja.
Di tahun ajaran 2019-2020, kegiatan UKK tatap muka langsung dibeberapa SMK di Jawa Barat khususnya, sempat ditiadakan. Hal itu untuk melindungi keselamatan jiwa siswa, guru serta keluarganya agar tidak terpapar pandemi COVID-19.
Raden Ruvianty, S.Pi., Ketua UKK SMKN 14 Kota Bandung
Namun pada tahun ajaran 2020-2021, UKK kembali diadakan secara tatap muka dengan mengikuti protokol kesehatan, seperti yang dilakukan oleh SMKN 14 Kota Bandung.
Sekolah yang dipimpin oleh Asep Tapip Yani itu, menyelenggarakan kegiatan UKK dari tanggal 17-30 April 2021.
Dikuti oleh 573 siswa dari jurusan Desain Komunitas Visual (DKV), Multimedia, Animasi, Teknik Perbaikan Bodi Otomotif, Kriya Kreatif Kayu dan Rotan, Kriya Kreatif Logam dan Perhiasan, Kriya Kreatif Kulit dan Imitasi, Kriya Kreatif Batik dan Tekstil serta Kriya Kreatif Keramik.
Agar hasil UKK para siswa SMKN 14 kompeten, mereka melakukan bebagai usaha. Di antaranya Guru SMKN 14 Kota Bandung seoptimal mungkin memberikan ilmu kepada siswa nya sesuai kompetensi mereka.
Di samping itu, sebelum mengikuti UKK, juga diberi pembekalan terlebih dahulu, termasuk mengikuti kegiatan pra UKK.
Salah satu penguji di jurusan DKV dari Universitas Widyatama
“Siswa-siswi kami disiapkan bisa melakukan praktek, walaupun dalam kondisi keterbatasan oleh pandemi. Praktek (latihan) yang bisa dikerjakan di rumah bahan prakteknya bisa diambil di sekolah. Tapi kalau yang alatnya tidak ada di rumah, maka dilakukan di sekolah. Misalnya membubut, membatik. Menggambar batiknya bisa di rumah, tapi kalau sudah latihan praktek merebus kain batik, harus pakai alat yang besar, begitu juga untuk jurusan kayu, body otomotif paling diberikan simulasi di sekolah,” kata Asep Tapip, baru-baru ini, di kantor nya, Jalan Cijawura Hilir No.341, Kelurahan Cijawura, Kecamatan Buahbatu.
Sedangkan saat pelaksanaan UKK tatap muka langsung, menurut Asep Tapip, kapasitas ruangan yang dipakai hanya diisi setengahnya, bahkan 40% nya. Di samping itu guru-guru SMKN 14 menginisiasi menjadi beberapa kelompok agar tidak berkerumun.
“Pelaksanaan UKK ini agar kami tahu sampai sejauh mana ketercapaian pembelajaran di SMKN 14. Terutama dalam kondisi pandemi. Pembelajarannya banyak dilakukan secara daring/online dan minim pembelajaran luring/tatap muka, apalagi diuji dengan standar nasional,” kata Asep Tapip yang juga Ketua Umum Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI).
“Kalau teruji secara standar nasional di saat pandemi ini saya kira tidak mungkin maksimal, apalagi dalam kondisi pembelajaran minimal,” imbuh nya.
Jurusan TPBO pengujinya dari NJS
Meskipun begitu Asep Tapip, berharap lulusan SMKN 14 tetap kompeten, bisa bekerja di berbagai perusahaa, bekerja sendiri ataupun melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Sementara itu Ruvianti, Ketua Pelaksana UKK SMKN 14 menambahkan, peserta UKK diuji oleh guru internal termasuk pihak DUDI yang telah melakukan MoU.
Di antaranya Galeri Bulan, Suzuki Nusantara Jaya Sentosa (NJS), Universitas Widyatama, Balai Besar Keramik, AMIK Bandung, Ligth Box dan lainnya.
“Siswa kami diuji keterampilannya setelah melakukan pembelajaran selama tiga tahun. Untuk soal UKK sendiri ada empat paket soal dari pusat,” kata Ruvianti.
Kemudian kata wanita berkacamata itu menjelaskan bahwa siswanya bisa memilih paket soal (ada empat paket). Contohnya jurusan multimedia memilih tiga paket seperti paket dua mengenai animasi, paket tiga film pendek serta paket empat media interaktif. Sedangkan jurusan tekstil memilih paket satu, seperti membatik.
Suasana UKK di SMKN 14 Kota Bandung
Pemilihan paket soal itu kembali diserahkan kepada siswa nya, sesuai dengan kemampuan atau kompeten yang mereka kuasai.
“Para siswa kami setelah diuji akan dinyatakan kompeten ataupun tidak kompeten. Apabila dinyatakan tidak kompeten maka diberi waktu untuk revisi,” imbuhnya.
SMK Bukan Penyumbang Pengangguran
Pada kesempatan yang sama Asep Tapip pun menyinggung stigma SMK yang masih disebut sebagai salah satu penyumbang pengangguran tertinggi di Jabar.
Dari kacamata nya, badan pusat statistik selama ini hanya melihat dari lulusan SMK yang bekerja di perusahaan formal, tidak menyasar lulusan SMK yang membuka usaha sendiri atau bekerja di bidang usaha non formal.
“Mereka sebenarnya bisa bekerja sendiri wirausaha tidak lagi bekerja di orang lain. Data statistik atau lembaga pengkajian tenaga kerja selalu menilai yang bekerja di tempat formal. Itu salah satu penyebab sehingga SMK dituduh sebagai penyumbang pengangguran tertinggi, karena yang berwirausaha tidak dimasukan yang bekerja. Karena lulusan SMK juga ada yang bekerja sendiri dari rumah membuat aplikasi dan usaha lainnya,” pungkas Asep Tapip. [SR]***