majalahsora.com, Kota Bandung – Dalam kegiatan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) di SMAN 4. Bandung, yang digelar hari Senin, (15/7/2019) tampak seorang ustad muda sedang menyampaikan tausiahnya dengan berapi-api.
Di hadapan ratusan siswa, ustad itu tampak semangat sekali, seolah tidak merasakan sengatan mentari pagi di musim kemarau ini.
Di belakangnya ada grup marawis dan di panggung tampak jelas tertulis “Ajengan Masuk Sekolah Dakwah dan Nada Bagi Milenial Yang berkualitas” bersama KH. Nuron Taufiq SYH ZA, S.Sos.I (Pimpinan Majlis Dzikir wa Da’wah Cibiru Bandung) & Tim Hadroh As-Siraj Baitulloh”
Ya begitulah SMAN 4 Bandung yang sudah terkenal menyandang “Sekolah berbasis Religi”, dalam acara Pengenalan Lingkungan Sekolah pun tak luput menyelipkan siraman rohani untuk para peserta didik barunya/siswa baru.
Dr. Ir. H. Dewi Sartika, M.Si., Saat memberikan paparan di hadapan siswa SMAN 4 Kota Bandung
Selain itu dihadiri Dewi Sartika Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, yang sengaja memberikan motivasi kepada siswa SMAN 4 Kota Bandung.
Rina, Wakil Kepala Sekola Bidang Kesiswaan, menjelaskan bahwa hal itu untuk merespon himbauan Dinas Provinsi (Kang Emil punya program Jabar Juara Lahir-Batin).
Sedangkan menurut Kepala SMAN 4 Bandung, Dr.H. Andang Segara, M.M.Pd , kegiatan Ajengan Masuk Sekolah yang ditempatkan sekaligus berangkaian dengan pembukaan PLS untuk siswa baru yang diterima melalui PPDB 2019.
Tujuannya adalah untuk menguatkan, menekankan bahwa SMAN 4 Bandung berbasis religius.
Rd. Rina Patriani., SE, Wakasek Kesiswaan
“Sehingga dengan mengawali suatu kegiatan dengan penguatan bidang keagamaan diharapkan menjadikan pondasi bagi semua siswa bahwa di dalam proses belajar mengajar harus didasari oleh dasar-dasar keislaman, keimanan sehingga mereka menjadi kuat mempunyai karakter yang baik, mempunyai jiwa yang inovatif, kreatif berlandaskan ketuhanan,” kata Andang.
Dirinya menambahkan sebagai sekolah berbasis religi, setelah kegiatan “Ajengan Masuk Sekolah” ini biasanya SMAN 4 Bandung menindaklanjutinya.
Dimana selama 3 bulan yang akan datang dengan para siswanya mengikuti kegiatan “Siswa Masuk Pesantren”. Semua siswa kelas X dibawa ke pesantren, homestay di pesantren selama 4 hari.
KH. Nuron Taufiq SYH ZA, S.Sos.I
Mengikuti kegiatan-kegiatan pesantren seperti solat malam, solat subuh, dan kegiatan keagamaan lainnya bersama para santri di pesantren (biasanya di pesantren Soreang dan Ciwidey).
Pesantren yang dipilih tentu saja yang bisa memberikan layanan kepada para siswa tertutama di bidang keagamaan, penumbuhan sikap karakter keagaman dan skill, bagaimana mereka mampu membaca Al Qur’an dan berdakwah.
“Sehingga ketika mereka pulang dari pesantren membawa nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan di pesantren yang bisa diterapkan di sekolah sehingga saya ingin SMAN 4 Bandung adalah Pesantren Edukatif,” begitu harapan kepala sekolah.
Suasana kegiatan
Benteng kegamaan ini menurut Andang, menjadi benteng yang kokoh dari pengaruh geng motor, narkoba, miras dan kejahatan-kejahatan lain yang memang sangat mengganggu di dalam keberhasilan proses pembelajaran,
“Nah dengan adanya penguatan bidang keagamaan ini diharapkan mereka semakin istiqomah, sabar dan semakin meningkatkan kegiatan-kegiatan peribadatannya,” pungkasnya.
PLS SMAN 4 Kota Bandung
Rina Patriani, menjelaskan pada majalahsora.com, bahwa PLS di SMAN 4 Kota Bandung berlangsung selama tiga hari dari Senin-Jumat, tanggal 15-19 Juli 2019.
Kegiatannya mengiuti arahan dari Disdik Jabar, selebihnya kontennya diserahkan ke sekolah masing-masing,
“Di kami karena ada himbauan dari Dinas Provinsi “Ajengan Masuk Sekolah, maka alangkah baiknya kalau di awal kegiatan diawali dengan acara keagamaan tersebut, pesertanya pun selain siswa baru kelas X, siswa kelas XI dan XII pun diikutsertakan, kalau langsung belajar mah bisa stress maka disiram dulu hatinya dengan keagamaan”, demikian kata Rina.
Di dalam kegiatan PLS, SMA 4 Bandung pun mengenalkan 33 ekstra kulikuler (ekskul) termasuk titipan materi Sekolah Ramah Anak, Sekolah Sehat , Bahaya Narkoba, Sadar Hukun termasuk narasumber dari kepolisian, BNN.
Selebihnya dari tim guru memberikan materi pendidikan karakter, yang diserahkan kepada Guru PAI, sadar hukum Guru PKN.
“Hari ini selesai kegiatan keagamaan ada placement test-(tes penempatan),” terang Rina.
Riatinda, M.M.Pd., Guru SMAN 4 Bandung bersama Kadisdik Jabar
“Diharapkan dalam masa PLS, selama satu minggu ini para siswa benar-benar bisa beradaptasi, bisa menyesuaikan dengan segala yang ada di sekolah, sehingga pada tanggal 22 Juli 2019, Senin depan kita fokus ke KBM (Kegiatan Belajar Mengajar),” harap Rina.
Maraton PLS yang diikuti 320 siswa ini tujuannya kata Rina untuk menyamakan persepsi mereka.
Karena mereka datang dari jalur yang berbeda, SMP yang berbeda, kulaitas yang beda, status ekonomi- sosial yang berbeda pula.
“Kami ingin menyamakan persepsi mereka. Mereka datang ke SMA 4 dianggap nol semuanya melangkah dari awal, mereka diajak masuk ke strukrtural SMA 4, bahkan kemarin saya bicara tentang (seragam) Sepatu Hitam itu bukan sesuatu yang lebay loh,” kata Rina.
Dengan simbolik sepatu hitam semua dianggap standar sama-kebersamaan. Tidak ada kaya dan miskin.
Demikian juga dengan seragam sekolah, SMAN 4 sebagai sekolah yang berbasis religi pakaian siswa pun harus sopan menutupi aurat ini juga berlaku untuk siswa yang non Muslim.
Menurut Rina dalam PLS ini para siswa banyak dibekali dengan hal-hal yang positif. Tentu saja dengan harapan dalam satu pekan ini mereka benar-benar bisa mengenal lingkungannya, guru-gurunya, akang- tetehnya, dan seluruh warga SMAN 4.
Di samping itu juga bisa mengikuti kebiasaan yang ada di SMAN 4, sehingga nantinya mereka bisa beradaptasi dan bisa fokus dalam Kegaiatan Belajar Mengajar .
Begitu juga dengan pengenalan dan tujuan ekskul. Berharap dengan mengikuti ekskul melahirkan pengembangan diri, bahwa kecerdasan itu tidak hanya mengandalkan belajar di kelas saja.
Dari pandangannya sekarang banyak pribadi yang egois atau autis itu, ternyata penyebabnya komunikasi dan tidak banyak bersosialisasi dengan temannya.
Jadi selain mengembangakan bakat dan minat di dalam kegiatan ekskul ini, siswa mendapat komunitas dan bisa berinteraksi. Ekskul juga bisa membuang sikap egois.
SMAN 4 Kota Bandung sekolah religi
“Jadi anak-anak yang suka nongkrong di jalan dan gang-gang itu belum tentu nakal setelah kita tahu bahwa aksi mereka hanya untuk mengundang perhatian ibu/bapaknya yang tiap hari sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sementara anak ditelantarkan , jadi mereka merasa mendapat kawan senasib untuk curhat dengan teman-teman nongkrongnya,” kata Rina.
“Makanya dengan adanya ekskul itu sepulang sekolah anak tidak keluyuran tapi mereka dibimbing dan dilatih mengembangkan bakatnya dan akhirnya otak kiri dan kanan mereka seimbang,” imbuhnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan di Bandung kan dulu seolah-olah sekolah yang terkenal kental akademiknya itu adalah SMA 3 dan SMA 4 sedangkan non akademiknya SMA 2 dan SMA 5.
dan sekarang setelah kita padukan antara belajar di kelas dengan ekskul kita buktikan siswa SMAN 4 pun seimbang otak kiri-kanannya , pintar akademik dan non akademiknya”, pungkas Rina.
Pelu diketahui bahwa siswa SMAN 4 usai belajar (masuk 06.30 pulang 15.15), selebihnya mengikut kegiatan ekskul hingga bubar pukul 5 sore.
“Siswa di kami sudah terbiasa mengikuti kegiatan ekskul seperti seni tari, tari kolaborasi, angklung, karawitan dan teater,” katanya.
Di samping itu aktif di Nada 4 Band, karate, PD, futsal, basket, voli, KPMP Orion Astronomi, photografi “Klise”, Mading “Soca”(jurnalistik), dan banyak lagi. [SR]***