majalahsora.com, Kab. Bogor – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) merilis status siaga darurat bencana banjir dan longsor di Jawa Barat. Status ini berlaku sampai 31 Mei 2018, termasuk untuk kawasan Kabupaten Bogor yang beberapa wilayahnya mengalami longsor pada Senin 5 Pebruari 2018.
Aher menjelaskan, setidaknya 82 persen wilayah Jawa Barat dan 90 persen (khususnya di Kabupaten Bogor) termasuk wilayah rawan bencana. Karenanya, masyarakat dihimbau meningkatkan kewaspadaan terutama untuk tidak tinggal di dataran tinggi maupun wilayah tebing. Upaya penyebarluasan terhadap masyarakat akan terus dilaksanakan sebagai tindakan preventif.
“Jawa Barat itu wilayah bumi vulkanik muda. Subur tapi rawan bencana. Masyarakat bisa turut menjaga lingkungan dan menormalisasi kawasan hutan yang menjadi kunci utama dalam keseimbangan lingkungan,” tuturnya dalam keterangan pers setelah berkunjung ke area longsor di Riung Gunung, Bogor, Selasa (6/2/2018).
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Kab. Bogor, Nurhayanti mengatakan, yang perlu digaris bawahi bahwa benar adanya Kabupaten Bogor ini daerah rawan bencana.
“Dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, 24 kecamatan adalah rawan bencana. Khususnya bencana longsor ketika curah hujan tinggi,” katanya.
Upaya Pemkab Bogor adalah selalu intensif mensosialisasikan menyangkut kesiapsiagaan yang sewaktu-waktu bencana alam mengancam. “Khususnya masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, selalu siaga ketika memasuki musim penghujan seperti sekarang ini,” katanya.
Ia juga menjelaskan, paska bencana pihaknya akan terus bersinergi dengan pemerintah provinsi maupun pusat dalam melakukan relokasi terhadap masyarakat yang tinggal di dataran tinggi rawan bencana.
“Saya kira relokasi adalah upaya paska bencana yang sudah diprogramkan dan itu solusi terakhir dalam mengantisipasinya terjadinya bencana hingga menimbulkan korban jiwa,” terangnya.
Sebelumya, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat Dicky Saromi mengatakan, antisipasi bencana di Jabar dihitung dari hazard (risiko) dikali kerentanan serta dibagi kapasitas. Kapasitas yang semakin besar dan turunnya kerentanan, itu berarti antisipasi sudah baik.
“BPBD Provinsi Jawa Barat memiliki sumber daya manusia memadai (SDM) dengan dibentuknya satuan tugas pusat pengendalian operasi (pusdalop) dan sarana prasarana. Dari segi pengembangan tekonologi, kami memiliki aplikasi InAWARE yang berfungsi merekam hasil-hasil di lapangan seperti jumlah korban bencana, orang terkena dampak, kerusakan materil, antisipasi gempa susulan dan longsor,” katanya.
Berdasarkan Indeks Risiko Bencana (IRBI 2013) dari rate 1-5, Cianjur, Garut, dan Sukabumi berada pada angka 1-3 dan Tasikmalaya di angka 5. Faktor kerentanan yang tidak bisa dikendalikan seperti kondisi lingkungan, ditimpali dengan upaya-upaya pengendalian terhadap area pemukiman, rencana tata ruang wilayah, dan menelaah karakteristik pertanian daerah tersebut.
BPBD Jabar sendiri memiliki 8 tahap prosedur penanggulangan darurat bencana. Pertama, diterimanya informasi dan data kejadian bencana dari BPBD kab/kota melalui teks sms, telepon, dan surat dinas kepada Kepala BPBD Jabar atau Kabid BPBD Jabar.
Kedua, penugasan tim reaksi cepat untuk mengkaji cepat & tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya paling lama 1 hari. Ketiga, pernyataan status keadaan darurat bencana dari Gubernur Jabar dan Kepala BPBD Jabar.
Keempat, penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana dengan memberikan penampungan sementara, pelayanan kesehatan, dan kebutuhan dasar dengan mengaktifkan pos komando dan pengendalian (poskodal) serta laporan harian penanganan darurat bencana yang membutuhkan waktu 3-14 hari.
“Kelima, pemenuhan kebutuhan dasar yang dilakukan oleh TRC BPBD terdiri dari dinas-dinas terkait seperti Dinas Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dan Dinas Kesehatan selama 3-14 hari. Keenam, perlindungan terhadap kelompok rentan dengan mengambil data dan analisa di lokasi bencana selama 2-14 hari,” katanya.
Ketujuh, sambung dia, pemulihan awal sarana dan prasarana dengan segera selama 3-14 hari. Terakhir, laporan penanganan darurat bencana oleh Kepala BPBD Jabar sebagai hasil dari rekapitulasi data kegiatan harian penanganan darurat bencana paling lama 1 hari.
“Kami menghimbau kepada unsur pemerintah atau TRC BPBD selalu siap siaga dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan dituntut pada situasi apapun, baik pada pagi hari ataupun tengah malam, harus langsung meluncur ke lokasi kejadian. Kepada warga Jabar, terutama yang berada pada lokasi rawan bencana harus selalu waspada dan terus mengikuti himbauan dari RT/RW. Apabila telah melihat tanda-tanda bencana, segera hubungi pihak berwajib,” ujarnya. [SR]***